Pernah pada suatu masa dalam perjalanannya, kekuatan perdana menteri Kerajaan Nepal beserta kroninya jauh lebih berkuasa daripada sang raja. Bahkan suksesi perdana menteri bukan ditentukan oleh titah raja, kesepakatan parlemen, ataupun suara demokratis rakyat. Melainkan diwariskan berdasarkan garis keturunan.
Hampir sepanjang 105 tahun, sejak 1846 hingga 1951, perdana menteri yang berasal dari Dinasti Rana menjadi bayang-bayang pekat dan kuat dalam tahta raja-raja Nepal yang berasal dari Dinasti Shah. Mengubah status raja, hanya berperan sebagai kepala negara tanpa kuasa yang berarti.
Meskipun tiran, Dinasti Rana meninggalkan banyak jejak pencapaian arsitektural. Dan satu di antaranya adalah Garden of Dreams di Kaiser Mahal.

Rani Pokhari: Kolam untuk Sang Ratu
Kami meninggalkan Basantapur, sebelum kegelapan senja yang dingin menelan relung-relung kunonya. Sore itu kami memutuskan untuk tidak menggunakan kendaraan apapun, melainkan berjalan kaki untuk kembali ke penginapan yang berada pada area Thamel, agar kami dapat menyesap lebih dalam aroma ibukota yang disaput debu itu.

Dengan berbekal peta yang kami dapatkan dari hotel, kami menyusuri liku demi liku Kathmandu yang padat. Hampir tak ada daerah yang benar-benar sunyi. Rasanya sore itu, semua orang tumpah ke atas ruas jalan kota. Terutama lapangan parade Tundhikel dan Ratna Park yang dipadati oleh ribuan warga lokal yang menghabiskan waktu dalam kemeriahan pasar dadakan yang menjajakan segala macam barang.
Saya sempat menandai letak Masjid Jame’ dan Masjid Kashmiri yang berada di tenggara serta timur laut Rani Pokhari, dan mengapit keberadaan menara jam Ghanta Ghar.
Berbicara tentang Rani Pokhari, ini adalah salah satu monumen arsitektural peninggalan dinasti Malla, yang pernah menguasai Lembah Kathmandu dalam kurun lebih dari 600 tahun lamanya. Reservoir air buatan seluas 25.200 meter persegi tersebut, dibangun pada tahun 1670 Masehi, dalam masa kekuasaan Raja Pratap Malla.

Sang raja membangun kolam raksasa ini, demi menghibur ratunya yang sedang mengalami duka mendalam setelah ditinggal salah seorang putranya yang tewas akibat diinjak oleh seekor gajah. Konon kolam ini disucikan oleh air yang berasal dari tempat-tempat suci serta sungai-sungai yang berkuala di Nepal dan India, di antaranya adalah dari Gosaikunda, Muktinath, Badrinath, dan Kedarnath.
Sebuah kuil yang dipersembahkan bagi Matrikeshwor Mahadev -sebuah perwujudan Shiva– dibangunkan pada bagian tengah badan air raksasa itu, dilengkapi oleh sebuah jembatan batu sebagai penghubung dengan sisi kolam. Sedangkan empat kuil lainnya dibangun pada keempat pojok kolam, yaitu: kuil Bhairava di barat laut dan timur laut, kuil Mahalaksmi di tenggara, dan kuil Ganesha di bagian barat daya.
Sayangnya, kami tak dapat masuk dan mengunjungi bagian tengah kolam. Karena pagar yang melingkupinya hanya dibuka setahun sekali pada saat puncak perayaan festival Chhat atau Tihar. Yaitu, sebuah acara tahunan yang mirip dengan festival cahaya Deepavali di India, namun dengan variasi lokal Nepal yang kental.
The Garden of Dreams: Taman Enam Musim
Jika London memiliki The Mall yang berlapis cat merah ibarat karpet penyambutan di depan Buckingham Palace, maka Kathmandu memiliki Durbar Marg yang tepat menusuk jantung mantan Istana Kerajaan Nepal, Narayan Hiti.

Dapat dikatakan Durbar Marg adalah kawasan elit Kathmandu. Dimana gerai-gerai butik ternama, hotel paling mewah, franchise restoran internasional, hingga pusat perbelanjaan yang paling mahal berjajar pada sepanjang jalan tersebut. Kondisinya sangatlah kontras dengan bagian lain ibukota Nepal itu.
Pada sisi-sisinya, deretan lampu dapat menyala terang benderang tanpa sungkan menunjukkan krisis energi yang melanda negeri. Aspal yang melapisi badan jalannya pun relatif lebih mulus, dengan ruas jalan yang jauh lebih lebar daripada di tempat lain. Siapapun yang melewatinya, pasti akan merasakan sensasi Kathmandu yang berbeda.
***
Tepat pada bundaran yang menjadi akhir dari Durbar Marg, kami berbelok tajam ke barat, mengarah ke Thamel. Namun, sebelum sampai di kawasan padat wisatawan itu, pandangan saya tertumbuk pada dinding bata merah dengan gerbang neoklasik berwarna putih gading.
Dari seberang jalan, saya dapat membaca jalinan huruf penandanya yang ditatahkan pada sebuah panel berwarna kuning keemasan. Ah rupanya itu dia, tempat yang sudah masuk ke dalam agenda saya.
“Kita mampir ke Garden of Dreams yuk!”, ajak saya pada travelmate yang mengangguk antusias tanpa penolakan.

Seperti diketahui, dalam 105 tahun kekuasaannya di Kerajaan Nepal, Dinasti Rana banyak sekali menghasilkan istana-istana serta bangunan megah yang pada umumnya bergaya eropa. Terutama dalam langgam neoklasik dan barok.
Istana-istana yang dimiliki oleh Dinasti Rana biasanya berwarna putih, dengan aksen jendela raksasa bergaya Perancis. Mereka dipertegas oleh kolom-kolom megah bergaya Yunani, dengan ruangan yang terbagi dalam empat sayap, dan dilengkapi oleh sebuah halaman terbuka di bagian tengah untuk keperluan upacara keagamaan maupun seremonial lainnya.


Begitu pula dengan Kaiser Mahal yang dibangun pada tahun 1895 oleh Perdana Menteri kelima dari Dinasti Rana, Maharaja Sir Chandra Shamsher Jang Bahadur Rana, bagi putra ketiganya Field Marshall Sir Kaiser Shamsher Jang Bahadur Rana.
Demi melengkapi istana tersebut, atas arahan Kishore Narshingh pada tahun 1920 dibangunlah sebuah taman di dekatnya, dengan enam buah paviliun terpisah, yang dipersembahkan bagi enam musim yang dimiliki Nepal, yaitu: Basanta (musim semi), Ghrisma (musim panas), Barkha (musim penghujan/monsoon), Sharad (musim gugur), Hemanta (pra musim dingin), dan Shishira (musim dingin).


Meskipun karena enam paviliun tersebut, taman itu dikenal sebagai Garden of Six Seasons, namun pada akhirnya julukan Garden of Dreams lah yang paling melekat padanya hingga kini.
Pada masanya Garden of Dreams dikenal sebagai salah satu taman yang paling canggih dan menarik, namun sayangnya kini hanya setengah dari luas taman aslinya saja yang masih dapat kita nikmati. Karena ia sempat terbengkalai paska kejatuhan Dinasti Rana di Nepal pada awal tahun 1950an, dan baru pada medio tahun 2000an Garden of Dreams direnovasi oleh Pemerintah Nepal atas sokongan dana dari Pemerintah Austria.
***
Garden of Dreams ibarat oase di tengah Kathmandu yang padat dan gersang. Segalanya berubah begitu melewati gerbangnya. Rerimbunan daun yang hijau seolah menyambut kedatangan kami. Sementara dahan pepohonan yang menjalin di sisi dalam dindingnya, menjadi peredam segala kebisingan kota yang menyeruak liar ke dalam gendang telinga.
Taman berlanggam neoklasik dan bergaya Edwardian itu dihiasi dengan berbagai macam perlengkapan yang sangat terinspirasi oleh cita rasa eropa. Mulai dari paviliun, beranda, pergola, pilar-pilar balkon, jambangan, kandang burung, air mancur, kolam-kolam, hingga amphitheater.

Serasa bermimpi. Kami tak mempercayai jika di dalam Kathmandu yang riuh dapat menemukan tempat sepermai itu. Yang tenang, rimbun, subur, ditingkahi gemercik air, dan terbebas dari tumpukan debu. Mungkin, itu sebabnya ia diurapi sebagai Garden of Dreams.
Senja itu kami menghabiskan waktu dengan bersantai pada amphitheater yang dilengkapi oleh alas-alas serta bantal untuk lesehan dan merebahkan diri. Sembari memanfaatkan akses WiFi yang disediakan oleh taman, kami membicarakan banyak hal. Tentang luka di masa lalu, impian perjalanan kami selanjutnya, hingga obsesi yang masih ingin kami kejar dalam hidup.


Entahlah. Saya merasa, saat itu adalah masa paling santai dalam rentang perjalanan kami di Nepal. Sehingga kami dapat membicarakan hal-hal yang mungkin sebelumnya terlalu pribadi untuk diungkapkan. Dan jika saja esok kami tak harus mengejar bus paling pagi ke Pokhara, serta dingin yang membalut tak membekukan sendi, mungkin kami akan terus bertahan di dalamnya.
Akhirnya, bersama gemintang yang mulai memayungi Garden of Dreams, kami kembali pada riuhnya Thamel.
Lihat gambarnya Garden of Dreams nggak percaya kalo itu di Nepal, Bart. Eropa banget mulai dari tembok benteng, gerbang, sampai penataan tamannya. Komoditi apa yang membuat Dinasti Rana sekaya itu hingga bisa bikin bangunan-bangunan mewah di masanya?
LikeLiked by 1 person
Betul Lim, kalau dibandingkan dengan bagian lain Nepal, memang isi Garden of Dreams ini bisa membuat orang gak percaya kalau ini ada di Kathmandu.
Well, sebenarnya sih aku lebih merasa seperti di Indonesia pas di dalamnya. Sekilas mirip salah satu sisi Kebun Raya Bogor, cuma bedanya meskipun ukurannya tamannya tidak terlalu luas, penataannya cukup rapi dan bersih. Bahkan toilet umumnya pun bersih banget.
Nah soal sumber keuangan para penguasa Nepal itu memang menjadi tanda tanya besar buatku. Karena negeri itu sejatinya miskin, dan sumberdayanya terbatas. Tapi bangunan-bangunan mereka luar biasa megahnya, baik yang lokal Nepal maupun yang terpengaruh Eropa. Belum lagi perhiasan-perhiasan yang dimilik oleh para bangsawannya.
LikeLiked by 1 person
Apa pengaruh dilewati “jalan sutra” ya? Sehingga banyak pedagang Eropa maupun Asia yang singgah dan dekat dengan penguasa di sana. Menarik dipelajari nih dari mana kekayaan penguasa kerajaan di Nepal hehehe.
LikeLiked by 1 person
Yup itu salah satunya Lim, konon Bhaktapur dulu berkembang karena selain tanahnya yang subur juga disebabkan oleh alasan itu. Untuk penggemar sejarah macam kamu, Nepal itu wajib deh kayaknya, dijamin kamu bakal betah Lim. Dan apa-apa murah di sana, kecuali transportasi yaaa 😉
LikeLike
Udah ngiler tak terbendung ikutin cerita berseri Nepal-mu sampe episode 13. Cemas bisa gila kalo baca seri berikutnya hahaha
LikeLiked by 1 person
Hahahaha ,, makasih lho Lim sudah jadi pembaca setia, moga-moga sabar ya nunggu kelanjutannya. Masih ada beberapa seri lagi nih, tentang Pokhara dan Himalaya 🙂
LikeLike
Gak nyangka di Nepal ada bangunan dengan arsitektur mirip yang ada di eropa sana….
LikeLiked by 1 person
Iya pada awalnya aku juga gak nyangka. Gak taunya banyak banget. Jadi ternyata para bangsawan Nepal ini sangat mengagumi dan jatuh cinta dengan gaya-gaya Inggris, sehingga mereka banyak sekali meniru baik dari segi pakaian, maupun bangunannya.
LikeLiked by 1 person
Oh saya kira memang orang eropanya yang bangun semua itu. Nepal bukan bekas jajahan Inggris ya ?
LikeLiked by 1 person
Bukan, memang bangsa Nepal sendiri yang menginginkannya. Dan Nepal tidak pernah dijajah oleh Inggris, mereka berkawan. Mungkin karena miskin sumberdaya, Inggris tidak terlalu tertarik untuk menguasainya.
LikeLiked by 1 person
Garden of Dreams ini memang cocok buat santai-santai sambil ngobrol. Pas aku ke sana ada beberapa bagian yang retak dan sedang direnovasi akibat gempa April lalu. Tapi ya, entah kenapa, aku lebih suka riuh rendahnya jalanan sempit Kathmandu. Mungkin karena arsitektur Newarinya, mungkin juga karena jalanan sempit itu sangat tua dan penuh dengan sejarah, mungkin juga karena banyak kuil-kuil kecil yang tersebar di sana-sini. Tapi buat yang shocked sama keadaan Kathmandu memang patut dipertimbangkan untuk mampir ke Garden of Dreams sih.
Btw boleh ikut jawab pertanyaannya Fauzi kah? Hehe… Jadi dari yang aku baca sebenernya Inggris ingin menjajah Nepal juga. Tapi tentara Gurkha melawan dan pada akhirnya Inggris tidak berhasil menaklukan Nepal.
LikeLiked by 1 person
Ah iya pastinya, bagian-bagian riuh Kathmandu yang eksotis itu tak kalah menyenangkan dengan ketenangan Garden of Dreams. Ya mampir kemari untuk rehat sambil leyeh-leyeh santai di atas rumput lah, kalau di bagian lain Kathmandu khan susah. By the way aku penasaran sama perpustakaannya Kaiser Mahal deh Bam … Sempat masuk kah?
Makasih Bama atas bantuan jawabannya. Dan aku nambahin sedikit lagi. Pada akhirnya justru tentara Gurkha menjadi bagian dari sistem pertahanan Inggris. Bahkan sampai sekarang Nepal masih menjadi pemasok tentara Gurkha bagi Inggris. Tentara satu ini terkenal berani mati, tangguh, dan jago dalam bermain pisau 😊😊
LikeLike
Bisa sih coba-coba tiduran di jalanan Kathmandu. Tapi risiko ditanggung sendiri. 😀
Yes, betul. Tentara Gurkha memang sekarang merupakan salah satu unit pertahanan Inggris. Dan mereka memang terkenal dengan keahlian bermain pisau, terutama kukri (dolanan kok peso… :D).
LikeLiked by 1 person
Ih gak mau deh coba-coba kaya gitu, ntar malah digotong ke rumah sakit.
Nah itu, Kukri. Naksir sebenarnya sama pisau Gurkha itu, tapi buat pajangan doang, gak buat main-main kok 😀
LikeLike
Pengen sih punya Kukri soalnya bentuknya keren. Tapi aku agak kapok beli-beli barang di Nepal. Pas mau terbang ke Hong Kong, di bandara Kathmandu tasku digeledah kayak aku nyelundupin barang terlarang. Diperiksa satu-satu, item per item. Barang yang ada di bungkusan plastik pun harus dibongkar. Semua barang diendus sama petugasnya. Mungkin mereka takut aku nyelundupin ganja kali ya. Alhasil habis itu, sebelum check in, aku harus masukin semua barang yang udah diedel-edel sama petugasnya, baju-baju dilipet lagi, disusun lagi, jadi gak karuan isi tasku.
Kamu ngalamin hal yang sama gak?
LikeLiked by 1 person
Hah sampai separah itu? Nggak tuh, aku langsung melenggang kangkung aja, malah waktu itu aku didampingin petugasnya gitu. Soalnya pas pulang aku nyobain premium class nya AA ,,, bangku nomor 1 pula 😀
LikeLike
Alamaaaak enaknya. 😀 Aku dikasih bayam, brokoli, sama terong. Gak cuma kangkung :p
LikeLiked by 1 person
Hahaha lenggang bayam, brokoli, sama terong dong 😄
LikeLike
*terhanyut* tempatnya romantis, terutama di bagian yang menyerupai amphitheater itu…duduk2 disitu sambil ngobrol semacam bikin lupa waktu! As always, tulisan yang bagus Mas!
LikeLiked by 1 person
Betul banget mas. Waktu itu aku sempat lihat beberapa bule yang nongkrong bareng sambil minum wine. Sementara kami justru ngobrol sambil menyesap jamu anti masuk angin hahahaha.
Makasih mas apresiasinya 😊😊
LikeLike
Jadi Basantapur artinya “kota musim semi” ya Mas… dan di sana pakainya Bhairawa, hmm… hampir-hampir sama sih yang seram-seram adanya sepasang. Cuma di sana tidak ada Agastya, unik juga. Ada kemungkinan kalau Agastya mungkin kurang dikenal di sana. Menarik sekali.
Garden of Dreams ini hebat ya, taman yang menyimpan banyak cerita sejarah Kerajaan Nepal. Hampir-hampir sama dengan kalau di masa lalu ada bagian Jakarta yang sangat Belanda, kontras sekali dengan sekitarnya. Kecenderungan penguasa yang agak otoriter untuk melanggengkan kekuasaannya agaknya ada yang membuat bangun-bangunan landmark ya, sebagai pengingat bagi dunia kalau dulu mereka pernah ada (kayak Mahendradatta *siul*).
Selalu suka baca tulisan Om Bart yang ringkas tapi lengkap banget, saya butuh belajar banyak dari tulisan-tulisan bagus seperti ini. Top!
LikeLiked by 1 person
Ah iya betul juga Gara, aku juga sempat terpikir kenapa mereka kurang mengekspos Agastya, padahal di Indonesia, negeri yang lebih jauh pun Rsi tersebut dikenal keberadaannya dan banyak diabadikan. Sampai-sampai di dua pojok Rani Pokhari mereka memasang dua kuil Bhairawa. *tiba-tiba teringat arca-arca di Candi Siwa Prambanan*
Btw sebenarnya masih ada beberapa bangunan peninggalan dinasti Rana yang jauh lebih megah dan ambisius lagi, cuma sayangnya aku gak sempat mengunjunginya waktu itu. Dan bisa jadi benar juga ya, hampir semua penguasa otoriter melakukan hal itu untuk mengabadikan kejayaan mereka setelah mati. Oh iya soal Mahendradatta, aku baru ngeh kalau beliau adalah perempuan. Tolong dong sekali-kali nanti dibahas agak detail ya Gara, dari sudut pandangmu pasti banyak informasi menarik yang agak di luar mainstream.
Terimakasih Gara, sama-sama belajar ya. Aku juga harus belajar dari caramu meriset data untuk penulisan kisah sejarah, selalu lengkap dan seringkali ‘baru’ bagi isi kepalaku. Bravo!
LikeLiked by 1 person
Mudah-mudahan saya bisa membahasnya ya Mas. Terima kasih :)).
LikeLiked by 1 person
Amiin 🙂
LikeLiked by 1 person
duh mengobati kerinduan nepal postingannya… sejatinya saya bukan penggemar sejarah, jadi pas jalan ke nepal cuma bisa bengong… pulangnya sibuk mencari literatur tapi ngga ketemu lalu tulisannya mangkrak… eh fotonya
LikeLiked by 1 person
Nepal memang ngangenin khan mas? Ayo balik lagi ke sana. Bisa dilanjut tuh mas rencana skydiving nya 🙂
Ooo hehehe, banyak kok mas literature soal Nepal, walaupun kadang agak-agak kontroversi antara satu dengan lainnya, tapi ya dimaklum namanya juga sejarah 🙂
Dilanjut dong mas tulisan soal Nepalnya, lumayan khan itu dokumentasi sebelum gempa.
LikeLike
Iya… pengen banget balik ke nepal. Kmrn itu turis banget, ngg sampe ngulik …
LikeLiked by 1 person
Nah berarti harus balik lagi segera. Fyi, tiket untuk musim semi lumayan murah lho. Aku iseng-iseng cek bulan Maret April bisa dapat 4 jutaan untuk JKT-KTM pp 😉 *tebar racun*
LikeLike
Pengen sept kesana biar dpt laangit biru
LikeLiked by 1 person
Maret-April dan September-Oktober memang saat yang pas mas untuk dapat langit biru. Waktu itu bulan apa kesana? Aku Desember 2013, pas musim dingin, dan tersiksaaaaaa 😀
LikeLike
setiap ke blogmu selalu bikin mupeng deh bar
LikeLiked by 1 person
Makanyaaa ajakkin aku jalan-jalan dong, biar gak saling mupeng 😀
LikeLike
yg aku lalui udah keduluan u hahaha
LikeLike
itu yang ranipokhari suasananya kayak yang buat shoting ayat ayt cinta di semarang. btw orang orang nepal itu kayak orang india ya, tapi sekilas yang foto perdana menteri kayak raja mataram..
LikeLiked by 1 person
Apa mas nama tempat shooting nya di Semarang?
Hmm kalau kataku sih orang Nepal itu bermacam-macam tampangnya. Ada yang mirip orang India, ada yang mirip orang Tibet, ada yang percampuran keduanya. Dan menurutku orang Nepal banyak yang cakep. Agak beda sih dengan kebanyakan orang India.
LikeLike
Aku lupa mas..cb browsing2..pilem lama soalnya..hehe cakepan indonesiah mas haha
LikeLiked by 1 person
Ayat-Ayat Cinta bukannya shootingnya di Mesir ya mas? Hmm sebagian emang konon di kota tua Semarang sih ya. Apa jangan-jangan kolam yang di depan Stasiun Tawang.
Dalam beberapa hal Indonesia memang lebih cakep, tapi ada juga hal-hal yang tidak ada di Indonesia.
LikeLike
Sebagian di indonesia mas haha
LikeLiked by 1 person
Aaaa…saya bakalan betah nih baca catatan perjalanan berbungkus sejarah di blognya Bart. Ternyata, Raja-raja jaman dahulu membangun taman selalu ada filosofinya ya, bukan sekedar membuat area hijau atau sebagai dekorasi kerajaan.
LikeLiked by 1 person
Makasih kak Anne, semoga betah ya baca-baca di sini. Untuk yang Nepal, sudah sampai seri 13. Untuk seri selainnya bisa dilihat di-tag Nepal yaa 🙂
Iya aku rasa orang-orang jaman dulu setiap membuat apapun selalu ada filosofinya, sementara orang jaman sekarang lebih ke function dan fashion dalam menciptakan apapun.
LikeLiked by 1 person
Blog gado gado…salam kenal semuanya..
LikeLiked by 1 person
Salam kenal juga 🙂
LikeLiked by 1 person
Banyak yang commen kayak nulis artikel…😁😁😁😁
LikeLiked by 1 person
indah dan kerennn
kayak bukan seperti di nepal …
makanya cocok juga kalai disebut garden of dreams
LikeLiked by 1 person
Memang ini sisi Kathmandu yang berbeda, dan mungkin sebelum tahun 1950 lebih banyak lagi sisi kota itu yang berbau Eropa, karena konon para aristokrat Nepal sangat terobsesi dengan bangsa-bangsa Eropa 🙂
LikeLike
Baru tau kalau Nepal punya bangunan-bangunan cantik kaya sejarah yang masih berdiri megah hingga saat ini. Yang ada dalam bayanganku adalah kuil-kuil tua nan ramai oleh orang-orang yang hendak bersembahyang. Atau nepal identik dengan gerakan separatisnya yang bersembunyi di pegunungan-pegunungan. Hmmm selama ini tau nepal dari bukunya mas Agustinus Wibowo saja, jarang sekali googling dengan kata kunci Nepal.
LikeLiked by 1 person
Mungkin ini termasuk sisi-sisi Nepal yang jarang dikupas orang. Hampir selama seratus tahunan ke belakang, Kerajaan Nepal pernah tumbuh sebagai Negara yang berambisi tampak modern dengan meniru gaya Inggris dan bangsa-bangsa Eropa. Bahkan itu bisa dilihat dari Istana Kerajaan dan Perdana Menterinya yang pernah dirancang untuk menjadi yang termegah di Asia. Cuma mungkin karena letaknya yang berada di jantung Asia, menyebabkan hal tersebut kurang diekspos. Dan isu-isu lainnya, termasuk gerakan separatis Maoist lebih terdengar menyeruak keluar.
Agustinus Wibowo bagus dalam menelanjangi Nepal, meskipun singkat ia juga menghadirkan sisi lain Nepal yang kurang banyak dikenal orang.
LikeLiked by 1 person
Ommmm… kapan ajak akuh ke sana… 😥
Itu Garden of Dreams-nya keren banget om. Kapan yo bisa ke sana. Makasih loh om sharingnya. Jadi mengenal sedikit2 soal Nepal ini. Yang selama ini cuma lewat Titik Nol.
LikeLiked by 1 person
Ayo atuh mas, musim baik paling dekat Maret – May nih. Kemarin cek-cek, pakai Malindo Air bisa dapat 4 jutaan pp 🙂
Sama-sama mas, makasih juga sudah diajarin ngeblog lebih bener. Lumayan nih udah terlihat hasilnya 🙂
LikeLiked by 1 person
Syukurlah kalau dah terlihat hasilnya om. 👍
Maret – May? Be right back cari sponsor dl yakk
LikeLiked by 1 person
Kalau dapat sponsornya, aku dimasukkin ke dalam team mu ya mas hehe 🙂
LikeLiked by 1 person
Huahahahaha…. kayaknya akan lebih baik kalau om yang cari sponsor saya yang masuk tim. hahaha
LikeLiked by 1 person
Hahaha tapi ini menarik nih mas, gimana kalau kapan-kapan kita bahas soal sponsorship 🙂
LikeLiked by 1 person
jangan saya yang jadi sumber. belum pengalaman
LikeLiked by 1 person
Mari kita cari narsum nya yang sudah berpengalaman, serahkan pada kak Nik 😀
LikeLiked by 1 person
Hahaha. Baiklah. Panggil orangnya ah.
LikeLiked by 1 person
🙂
LikeLike
Lengkap bener ini Bart..dibikin buku dong..atau jangan-jangan udah nulis buat buku tapi saya yang kuper?
Kolam untuk ratu itu cantik banget dan asal muasalnya romantis banget.. ❤
LikeLiked by 1 person
Makasih mbak. Pengen sih dibikin buku, cuma aku belum pede, masih ngerasa belum mampu nulis untuk buku hehe 🙂
Iya, kalau dipikir-piker orang jaman dulu kalau membangun apa-apa itu selalu filosofis dan banyak alasannya yang romantis. Seperti Taj Mahal, atau juga Qutb Minar di Delhi yang dibangun oleh seorang raja bagi sang ratu yang tidak bisa sarapan sebelum melihat sungai Yamuna, demi menghemat waktu tempuh menuju sungai akhirnya sang raja membangunkan menara tersebut supaya sang ratu dapat sarapan sambil menikmati pemandangan sungai tersebut dari ketinggian 🙂
LikeLike
Garden of Dreams. Mengisahkan masa lalu, mengukir impian masa depan. Di dalam taman impian yang permai di tengah kota yang riuh, sungguh sebuah oase sebagai tempat kontemplasi para pejalan, Bart 🙂
LikeLiked by 1 person
Iya uni, tempat merehatkan diri sejenak dari Kathmandu yang hectic 🙂
LikeLike
Aku suka banget sama Rani Pokhari dan Singha Durbar. Maklum, pecinta taman dan bangunan tua. Sementara Garden of Dreams, karena dijadikan tempat membicarakan luka masa lalu, kayaknya cocok ya buat menggalau dan bernostalgia.
Kadang luka masa lalu itu tak pernah sembuh, hanya tertutup lembaran waktu..
#eh
LikeLiked by 1 person
Kamu harus ke sana deh Gi suatu saat nanti. Dijamin bakal betah dan suka kalau dirimu pecinta bangunan tua.
Nah memang Garden of Dream itu enaknya buat duduk-duduk curhat 😊
LikeLiked by 1 person
beautiful photo series of Nepal my friend. I hope you had a great start for this year
LikeLiked by 1 person
Thank you so much Sree, for you as well 🙂
LikeLiked by 1 person