Pagi terakhir kami di Pokhara, tak seperti hari sebelumnya. Matahari terhalang oleh awan yang rata menutup langit, sementara kabut tebal bergerak lambat di atas kota. Udara terasa lebih dingin, bahkan ketika kami keluar dari hotel jam 10 pagi. Hampir setiap orang yang berlalu lalang di jalan, terpaksa menambahkan lapisan pakaian, demi menghalau beku yang mengambang di udara.
Selayaknya kota wisata, Pokhara tetap ramai oleh para pejalan, termasuk wisatawan lokal yang menikmati hari libur mereka. Dan kepadatan manusia semakin terasa ketika kami mendekati area sekitar dermaga, dimana ratusan masyarakat lokal hendak berziarah ke Kuil Tal Barahi yang berada di tengah danau Phewa.

Tukang Perahu dan Kisah Pasukan Gurkha
Sesuai rencana hari itu kami bermaksud mengunjungi Peace Pagoda atau Shanti Stupa yang terletak di puncak bukit Ananda. Sebuah jalur trekking yang berada di sebelah utara bukit sengaja kami pilih, agar dapat merasakan sedikit suasana petualangan di hari itu. Namun, untuk mencapainya kami harus menyeberangi danau Phewa terlebih dahulu.
Cukup mudah untuk menemukan perahu yang dapat mengangkut kami ke titik awal trekking. Karena begitu sampai di dermaga, puluhan tukang perahu telah mengantri demi mengantarkan setiap penyewa yang bermaksud berkeliling atau menyeberangi danau.
Tukang perahu bermarga Gurung yang membawa kami, membagikan sedikit cerita tentang pasukan Gurkha. Yaitu para tentara dari beberapa suku asli Nepal -termasuk Gurung– yang terkenal sebagai petempur alami nan agresif, berani, dan ulet di medan laga.

Pada awalnya, pasukan Gurkha bertempur melawan Imperium Britania Raya yang berusaha menguasai Hindustan hingga ke garis batas Himalaya di Kerajaan Nepal, yang dibangun oleh Prithvi Narayan Shah. Namun, kegigihan dan keberanian pasukan Gurkha sangat sulit untuk ditembus, yang mengakibatkan banyaknya kerugian di pihak Imperium Britania Raya. Sejarah panjang pertempuran yang berdarah-darah itu berakhir setelah ditandatanganinya traktat perdamaian di Sigauli pada tahun 1816.
Menyadari akan potensi pasukan Gurkha sebagai petempur yang menjanjikan, akhirnya Imperium Britania Raya, memutuskan untuk menyewa mereka sebagai pasukan bayaran. Bahkan, hingga kini kebiasaan tersebut masih berlangsung. Bergelombang pemuda terbaik dan paling berani dari Nepal, setiap tahunnya dikirimkan untuk menjadi pasukan kontrak yang mengisi satuan tempur Kerajaan Inggris, dan beberapa negara persemakmurannya.


Pasukan Gurkha dikenal akan kemahirannya dalam bertempur menggunakan khukri -sejenis belati atau golok dengan lengkungan khas-. Dalam suatu kesempatan di kemudian hari, saya sempat menyaksikan bagaimana khukri tersebut digunakan untuk menebas leher seekor kerbau hingga putus dalam sekali ayunan.

Bagi sebagian pemuda Nepal, bergabung menjadi pasukan Gurkha adalah sebuah anugerah tersendiri. Selain menaikkan status sosial, mereka juga dapat memperbaiki tingkat ekonomi keluarga. Mengingat Nepal merupakan sebuah negara miskin, dimana lahan pekerjaan yang layak, cukup sulit untuk didapatkan di dalam negeri.
Namun, untuk dapat menjadi pasukan Gurkha bukanlah hal yang mudah. Serangkaian ujian berat -baik fisik maupun tertulis-, harus dijalani oleh pemuda-pemuda yang berminat menjadi bagiannya. Salah satu ujian fisik yang khas bagi calon pasukan Gurkha adalah Doko Test. Yaitu berlari pada lerengan Himalaya sembari membawa batu seberat 25 kg yang ditempatkan pada ransel bambu khas Nepal yang disangkutkan pada kepala.


Trekking di Bukit Ananda
Tak sampai 30 menit waktu yang dibutuhkan untuk menyeberang dari dermaga hingga ke titik awal trekking. Sebelum berpisah, sang tukang perahu sempat menunjukkan arah tanjakan yang akan membawa kami menyusuri punggungan bukit Ananda hingga mencapai Peace Pagoda yang berada di atasnya.
Jalur trekking tersebut berupa undakan dan jalan setapak sederhana, yang diperkeras dengan bebatuan pada permukaannya. Disusun membelah hutan yang cukup rimbun, dan menyisakan sinar matahari hingga temaram. Walau tak banyak penanda khusus yang mengarahkan setiap pejalan, rasanya kemungkinan untuk tersesat pada jalur tersebut sangatlah kecil.
Dan meskipun puncak bukit Ananda tak terlalu tinggi, tetap saja tanjakan yang hanya menyisakan sedikit area datar tersebut sanggup menguras tenaga. Tak ada warung ataupun kedai di sepanjang jalur trekking itu, sehingga rasanya perbekalan air minum adalah sesuatu yang wajib dibawa. Selama trekking, sesekali kami berhenti pada area-area istirahat sederhana yang ada. Sepertinya perancang jalur trekking tersebut tahu, pada bagian mana tenaga kami telah cukup terkuras dan membutuhkan rehat sejenak.

Setelah satu jam perjalanan, akhirnya kami dapat melihat tubuh pagoda berwarna putih, yang tersembul samar dari balik rerimbunan hutan berbalut halimun. Sementara pemandangan kota Pokhara dan danau Phewa di kejauhan, berada pada sisi sebaliknya.
Peace Pagoda: Pesan Damai untuk Dunia
Perjumpaan Nichidatsu Fujii -seorang pendeta Buddha asal Jepang pendiri Ordo Nipponzan Myohoji Daisanga– dengan Mahatma Gandhi pada tahun 1931, telah menginspirasi dirinya untuk mendedikasikan hidupnya bagi gerakan anti kekerasan. Terlebih setelah rakyat Jepang menjadi korban akibat jatuhnya dua bom atom, masing-masing di kota Hiroshima dan Nagasaki pada akhir perang dunia kedua.
Pada tahun 1947, Fujii mulai merintis pembangunan Peace Pagoda yang direncanakan akan dibangun di seluruh dunia, sebagai sarana untuk mempromosikan perdamaian dan perjuangan tanpa kekerasan. Meskipun diprakarsai olehnya yang beragama Buddha, namun ia berharap bahwa Peace Pagoda nantinya dapat menjadi pengingat serta tempat perziarahan lintas kepercayaan, bagi seluruh manusia yang mencintai perdamaian dalam kehidupan.
Semangat perdamaian yang disebar melalui Peace Pagoda tersebut akhirnya sampai juga ke Nepal, yang kebetulan memiliki penganut Buddha dalam jumlah signifikan. Tercatat hingga tahun 2000, Nepal memiliki 2 dari 82 buah Peace Pagoda yang ada di seluruh dunia. Satu di antaranya dibangun di Pokhara, sedang yang lainnya di Lumbini, tempat kelahiran Siddharta Gautama.

Shanti Stupa atau Peace Pagoda yang dibangun di Nepal, khususnya yang berada di Pokhara, memiliki sejarah sendiri yang cukup panjang sejak sepertiga akhir abad keduapuluh. Dimulai sejak Fujii meletakkan batu pondasinya dengan menyemayamkan relik suci Buddha Sakyamuni di puncak bukit Ananda, Pokhara, pada tanggal 12 September 1973.
Pada 28 September 1973, patung kelahiran Siddharta dibangun mengiringi aula persembahyangan, wihara, dan guest house di sana. Namun pada 31 Juli 1974, ketika pagoda telah mencapai tinggi sekitar 10.5 meter, keseluruhan bangunan yang berada di kompleks tersebut dihancurkan oleh pemerintah, dengan alasan penyesuaian terhadap rencana pembangunan kota. Walaupun begitu, Fujii meramalkan meskipun pagoda dan bangunan-bangunan pendukungnya telah dihancurkan, suatu saat nanti Peace Pagoda di Pokhara tersebut akan kembali berdiri.
Delapan belas tahun kemudian, ramalan Fujii terbukti. Ketika pada 21 September 1992, Perdana Menteri Nepal Girija Prasad Koirala datang langsung ke bukit Ananda, dan meletakkan kembali batu pondasi Peace Pagoda, sebagai tanda berlanjutnya pembangunan pagoda tersebut di Pokhara.

Dengan dibantu oleh arahan dari pendeta Morioka Sonin dari Jepang, akhirnya Peace Pagoda tersebut selesai dibangun, dan diresmikan pada 30 Oktober 1999 oleh Girija Prasad Koirala yang saat itu telah berganti jabatan menjadi Ketua Kongres Nepal dan Mantan Perdana Menteri Kehormatan. Peace Pagoda di Pokhara, merupakan yang pertama dibangun di Nepal, dan menjadi yang ke 71 dari seluruh Peace Pagoda yang telah dibangun di dunia pada saat itu.
Secara teknis Peace Pagoda di bukit Ananda, memiliki tinggi 34 meter, dengan keliling 103 meter. Tiga belas tingkatan yang berada pada ketinggian 6 meter akhir stupanya yang bersepuh keemasan, merupakan simbolisasi dari tiga belas kosmos. Dan pada bagian kemuncaknya disematkan sebuah batu kristal berukuran besar dari Sri Lanka.
Bangunan Peace Pagoda didominasi oleh warna putih, dan dikelilingi aksen keemasan pada empat ceruk yang berisi patung Buddha. Masing-masing patung tersebut merupakan persembahan dari beberapa negara berbeda:
- Pada bagian depan, atau di sebelah timur, terdapat sebuah patung Buddha raksasa dalam pose Dharmachakra Pravartan dari Jepang,
- Di sebelah barat, terdapat patung Buddha dalam posisi meditasi, yang diterima dari Sri Lanka,
- dan di sebelah utara, sebuah patung perunggu Buddha Mahaparinirvana sepanjang 1.8 meter, dipersembahkan oleh Kerajaan Thailand,
- sedangkan di sebelah selatan, terdapat sebuah patung perunggu kelahiran Siddartha dari Nepal.

Suasana di bangunan utama Peace Pagoda, sangat berbeda dari kebanyakan tempat yang disucikan di seluruh Nepal. Karena pada umumnya tempat-tempat tersebut riuh oleh kegiatan manusia, baik peziarah maupun wisatawan yang ingin menyaksikan keunikannya. Namun di Peace Pagoda waktu serasa melambat, dan bebunyian meluruh bersama angin.


Seorang pendeta berbaju putih sederhana dengan penutup kepala berbentuk caping, berjalan halus dan lambat mengelilingi stupa. Sembari mendaraskan mantra yang lirih, ia sesekali mengingatkan siapapun yang menghasilkan kegaduhan dan laku yang tidak pada tempatnya. Sikapnya teramat halus dan sopan setiap kali melakukan itu, seolah mengisyaratkan jika segala sesuatu yang kurang tepat dapat diluruskan dengan cara yang damai.
Dan itu, adalah pesan utama yang ingin disampaikan kepada semua. Pesan damai dari Pokhara untuk dunia.
widih udah sampe nepal aja, cool
setdah jadi pasukan Gurkha ngeri juga testnya pantesan perutnya pada kotak2 kaya roti sobek
LikeLiked by 1 person
Ini cerita lama yg baru ditulis Bud, jalannya sih pas tahun 2013 akhir. Sekarang malah baru aja balik dari sana untuk yg kedua kalinya hehehe.
Itu yg kotak-kotak perutnya justru sebelum mereka diterima jadi pasukan Gurkha. Tapi memang sih, berat test nya. Bisa ditonton di film dokumenter nya 😊
LikeLike
Kalo orang bicara Nepal, hanya beberapa tempat saja yang diketahui. 😦
LikeLiked by 1 person
Maksudnya gimana Rullah?
LikeLike
Bart Kalau menulis selalu lengkap dan detail. Jadinya seperti kita ikut jalan-jalan deh. Cerita tentang tentara bayaran Gurkha sudah Pernah saya dengar waktu kanak-kanak dari nenek. Artinya tentara ini pernah masuk juga ke Indonesia. Entah membantu pasukan yang sebelah mana Sebab di Sumatera Barat kan pernah juga terjadi konflik. Saya ingat Bagaimana takutnya nenek menceritakan kekejaman mereka.
Sementara mengenai pagoda perdamaian, seperti kebanyakan semua Pagoda, dibangun di atas tempat tinggi yang bagi masyarakat kebanyakan seperti saya yang sudah uzur butuh perjuangan untuk mencapainya. Ini mungkin bagian dari pengejawantahan ajaran Buddha dalam mencapai nirwana ya 🙂
LikeLiked by 1 person
Terimakasih Uni Evi, Alhamdulillah kalau bisa merasa ikutan jalan-jalan setiap kali baca cerita saya. Jadi saya bisa hemat nih kalau mau ajak orang lain jalan-jalan hehehe.
Dulu juga saya pertama dengar cerita soal Tentara Gurkha juga dari kakek nenek, yg pernah menyaksikan kehadiran mereka ketika Inggris kembali mendarat di Indonesia, yg juga ditunggangi oleh NICA Belanda. Tentara Gurkha tersebut dikenal sadis-sadis, nekad sih lebih tepatnya. Tapi walaupun begitu, mereka bisa dipukul mundur oleh pejuang-pejuang kita, terutama pada pertempuran 10 November di Surabaya.
Kalau dulu sempat masuk Sumbar, kemungkinan mereka dibawa masuk oleh tentara Inggris. Karena memang secara tradisi, mereka telah menjadi bagian kesatuan Tentara Kerajaan Inggris sejak tahun 1816.
Soal Peace Pagoda, gak usah khawatir, ada jalan masuk yg lebih bersahabat kok, cuma memutar dan harus sewa mobil dari dalam kota. Hmm sebenarnya masih harus nanjak-nanjak dikit juga sih, tapi gak bakal se-hardcore yg kami lakukan waktu itu. Dan aku rasa mungkin analogi Uni soal penempatan bangunan suci di ketinggian dan pencapaian Nirwana itu ada benarnya juga.
LikeLike
Tetara bayaran Gurkha pernah denger tapi diceritakan seperti dongeng.
LikeLiked by 1 person
Dan percayalah, itu bukan sekedar dongeng hehehe.
LikeLiked by 1 person
Kayaknya kudu nonton filmnya nihh
LikeLiked by 1 person
Boleh boleh, bisa langsung ditonton di artikel ini juga 🙂
LikeLike
Bagus banget postinganya mas bart, tapi agak serem kalau baca tentang Gurkha Warrior dan baru denger juga sih saya, bagus sekali mas bart ambil tema ini jadi menambah wawasan kita bersama tentang adanya tentara bayaran tersebut di Nepal, apalagi buat saya yang memang belum pernah dengar adaya tentara tersebut.
Tapi setelah agak ke bawah dikit excited sekali baca tentang Peace Pagoda, lokasi pagodanya sangat tenang sekali ya jika dilihat di dokumentasi fotonya ada kabut kabutnya jadi menambah sakral pagoda tersebut keren sekali foto-fotonya mas tks
LikeLiked by 1 person
Terimakasih Fer. Btw, tentara-tentara Gurkha ini juga pernah masuk ke Indonesia lho. Pada waktu Inggris sempat mengambil alih kekuasaan di RI pada masa awal mula Indonesia merdeka.
Itu kebetulan di Peace Pagoda nya pas berkabut Fer, sebenarnya kalau udara cerah, pemandangan dari atas puncak bukit Ananda itu lebih keren lagi. Karena kita bisa mengamati pegunungan Himalaya Range Annapurna dari tempat itu juga.
terimakasih sudah mampir baca dan tinggalkan komen ya Fer 🙂
LikeLike
pisaunya ngeri ya…
tampaknya tidak cuma menusuk, tapi bisa mengoyak juga jerohan orang yang ditusuk..
LikeLiked by 1 person
Banget! bayangin aja leher kerbau yang besar itu bisa ditebas putus sekali ayunan.
LikeLike
suka ama cerita nepalmu bart
LikeLike
Pengetahuan baru nih, plus lumayan ada fotonya jadi ga capek baca tulisan panjang. ehhem, poto Mas2 kotak2 :p
LikeLiked by 1 person
Hahaha Nia gagal focus ya? langsung ke foto mas kotak-kotak aja 😀
LikeLike
Pas udah lelah dengan huruf2 Mas kesitunya :p
LikeLiked by 1 person
Kamu mudah lelah, ayo olahraga! 😂😂
LikeLike
Pernah baca dulu kalo gak salah di buku sejarah waktu sekolah, tapi cuma dikasih tau sekilas aja.
Secara fisik orang Nepal sudah pasti lebih kuat daripada orang biasa, kan mereka biasa hidup di udara dgn oksigen yang tipis, buktinya aja para sherpa yang membawa barang naik ke gunung Everest 😀
Mantap ceritanya mas Bart, nambah ilmu nih 🙂
LikeLiked by 1 person
Iya, mungkin karena mereka biasa di gunung. Aku sih udah buktiin waktu solo trekking ke Annapurna, April lalu. Gila aja mereka bisa bawa belanjaan yg buanyaaaak banget pakai Doko yg disampirin di kepala. Bisa 100 kg, berhari-hari. Aku bawa ransel 15 kg an aja udah kepayahan hahahaha
LikeLiked by 1 person
gurkha memang legendaris ya …hebat negeri sekecil Nepal memiliki tentara yang attitude dan semangat juang yang tinggi … negara kaya kalau mau perang .. sebenarnya tingga sewa saja ya … semacam pegawai kontrak 🙂
LikeLiked by 1 person
Selain bakat alami, mungkin karena motif ekonomi juga, jadi mereka produktif dan terjaga dalam menghasilkan tentara-tentara bayaran
LikeLike
Inggris mmg dimana mana yaaa
LikeLiked by 1 person
Inggris di hatimu juga gak mas Cum? 😉
LikeLike
Wow…syaratnya lari muterin himalaya sambil bawa beban? Btw, Nepal skrg masih tmsk negara miskin kah?
LikeLiked by 1 person
Gak sampai muterin sih Ne, cuma beberapa kilometer aja. Tapi tetap aja itu tanjakannya lumayan banget. Kalau aku sih nyerah. Buat jalan aja bisa berjam-jam, apalagi disuruh bawa batu segala sambil lari.
Iya, sampai sekarang Nepal masih termasuk Negara miskin. Mereka tidak punya sumber daya alam yang dapat diandalkan. Listrik, gas, dan bahan pangan pokok sangat bergantung terhadap India. Makanya waktu ada blokade jalur ke India sampai akhir 2015 lalu, mereka sangat menderita. Kebetulan temanku kesana Desember 2015, resto2 banyak yang tutup berhari-hari karena mereka tidak punya gas untuk memasak. Padahal resto2 dan pariwisata adalah salah satu andalan devisa mereka.
Tapi aneh dan salutnya, Nepal tidak seperti tipikal Negara miskin lainnya yang karena kemiskinan rakyatnya menjadi keras dan cenderung ‘kriminil’. Justru sebaliknya, mereka rakyat-rakyat Nepal itu tetap baik, ramah, relative jujur, dan murah senyum. Ini bukan cuma pendapatku saja, tapi juga testimony dari beberapa pejalan lainnya. Di situ lah sisi yang membuat aku selalu merasa aman dan nyaman berada di sana, selain masakannya yang cocok di lidah hehehehe
LikeLike
Nepal 😦 duuuuuh, indahnyaaa yaaa. Nggak kuaaat. Culik kesana. Culik aku kesana ._.
LikeLiked by 1 person
Diculik tapi bayar ya Feb 😀
LikeLiked by 1 person
Jadi peace pagoda ini bukan hanya satu satunya di nepal yak. Jadi penasaran dengan peace pagoda lainnya…
LikeLiked by 1 person
Iya betul, ada banyak Peace Pagoda di dunia ini. Bisa dicek daftarnya di Google, saya pernah cek beberapa waktu yang lalu. Tapi sepertinya di Indonesia gak ada 🙂
LikeLike
Masih diawang-awang ke nepal. Bisanya masih sampai darjeeling aja. At least ada orang nepali nya hahahaha
Tulisan dan cerita yang bagus kak bart
LikeLiked by 1 person
Wujudkan ayo. Aku jamin lebih enjoy di Nepal deh. Lebih santai orangnya, lebih ramah di lidah masakannya, dan juga gak kalah unik dengan India.
Makasih bang Bobby 🙂
LikeLike
Tahun depan deh kayaknya yaaa. Semoga saja
LikeLiked by 1 person
Amiiin 🙂
LikeLike
Mwah nepaalll 😮
LikeLike
Salah satu elite soldier ya mas..ulasan menarik dan jarang ditemui nih..
Doko test layak dicoba kalo mau climbing tu mas.. hohoho
LikeLiked by 1 person
Wahaha, ampun deh, kalau aku gak sanggup kayaknya kalau harus ikutan doko test 😀
LikeLike
Uda.. Tadinya saya likir cwrita pasukan yang berlatih sangat ekstrem di himalaya itu cuma omongan media g jelas. Ternyata.. Mereka asli ya.. Kereeeen
LikeLiked by 1 person
Hehehe asli bannget ada ini bang, dan masih berlangsung sampai hari ini 🙂
LikeLiked by 1 person
beruntungnya dikau Uda.. bisa menikmati semua cerita keren dari sebuah negeri yang luar biasa 🙂
LikeLiked by 1 person
Alhamdulillah, makasih bang. Semoga suatu saat abang bias berkunjung ke Nepal juga yaaa 🙂
LikeLiked by 1 person
ceritanya menarik membuat mupeng pengen ke Nepal, berapa derajat biasanya di sana kak? kok kayaknya dingin banget ya, gue suka banget dgn foto yang ada kabut2nya gitu memberi kesan romantis-mistis. Pokhara ini kayaknya enak buat destinasi Honeymoon hahaha #dibahas
LikeLiked by 1 person
Berapa derajatnya tergantung musim sih. Pas ke sana Desember tahun 2013, malamnya bisa sampai -3 derajat celsius. Siang sampai senja, kisaran 10-18 derajat celsius.
Bangeeeet, honeymoon di Pokhara pasti enak. Kotanya tenang, banyak tempat makan, jalan-jalan enak, orangnya ramah, dan harganya murah. #dijelasin
LikeLike
Nepal!!! One of my favorite place ever!
Adis takdos
travel comedy blogger
http://www.whateverbackpacker.com
LikeLiked by 1 person
Yes! Waktu itu solo trekking ke Annapurna juga ya Dis?
LikeLike
Selain terkenal dengan pagodanya ternyata nepal punya history tersendiri ya mas tentang prajuritnya, ulasannya menarik dan detail sekali
mampir ke blog aku ya
http://dolinafatitela.blogspot.co.id/
LikeLiked by 1 person
Terimakasih sudah mampir. Siip, nanti aku juga berkunjung ke blg mu 🙂
LikeLike
Selalu speechless kalau baca cerita perjalanan seperti ini. Nggak pernah tahu mau komen apa selain, “Kapan ya, aku bisa ke sana?”
Ya ampun. Aku menyedihkan 😦
LikeLiked by 1 person
Ayo dong dicoba mbak Carra, pasti bisaaa 🙂
LikeLike
Saya abis baca tulisan Nepal yg ke 17 dan balik lagi ke tulisan ini karena mau komen tapi saya tunda-tunda wae. Hehehe.
Saya baru tau senjata Gurkha namanya Kukhri. Waktu kapan ya saya lupa, baca buku tentang sejarah Bandung Lautan Api. Nah itu pertama kalinya saya tahu ada pasukan tentara namanya Gurkha. Inggris waktu itu bersekutu dgn Belanda mau rebut Indonesia lagi, mereka bawa pasukan Gurkha ke Indonesia, salah satunya ke Bandung.
Dan emang tertulis di buku itu klo Gurkha ini gesit-gesit. Tapi mereka ketemu lawan sepadan sih: orang Indonesia. Postur tubuh sama, senjata juga kurang lebih sama (keris, pedang, bambu runcing). Malah ada katanya pas lagi baku tembak, tentara Gurkha membelot dan membela orang Bandung karena merasa sama nasibnya, sama perawakannya, satu rumpun asal-usulnya.
LikeLiked by 1 person
Wah mau dong judul bukunya kalau udah ingat lagi. Pengen baca juga.
Iya, bisa jadi memang begitu ya. Karena secara perawakan kita gak jauh beda, lalu juga nekad-nekad, plus terbiasa dengan senjata tangan, jadi pas di medan pertempuran hampir sebanding. Cuma beda di nasib aja sih, kita gak bisa impor tentara ke dunia luar.
Aku pernah baca juga di sebuah majalah tempur, pasukan elit Indonesia, secara kemampuan personal (tanpa senjata canggih) itu termasuk yang terbaik lho. Sangat diperhitungkan. Sedangkan pasukan negara-negara barat itu lebih menang karena senjata nya canggih-canggih aja.
LikeLike
Berat banget ya jadi Gurkha, eh tapi katanya gajinya lumayan juga. yang unik ya mukan-mukanya kebanyakan mirip orang china tapi gak sipit2 amat dan tidak mirip orang india/nepal pada umumnya
LikeLiked by 1 person
Betul, gaji mereka lumayan banget. Makanya banyak dari mereka yang setelah pensiun pun memilih tinggal di London (misalnya). Aku sempat bertemu dan berkenalan dengan beberapa dari mereka juga, pas aku turun dari Himalaya, bulan April 2016 lalu.
Hmm justru wajah mereka tipikal orang Nepal banget. Fyi, karena Nepal itu terletak antara China dan India, maka warganya pun wajahnya campuran. Ada yang mirip India Utara, ada yang mirip China. Dan ada juga yang wajahnya campuran, mata sipit, kulit bersih, dan hidungnya mancung. Cakep! 😀
LikeLiked by 1 person
duh…mungkin kalau di indo udah banyak yang nawarin main sinetron, apalagi badan mereka bagus-bagus gitu hahaha
LikeLiked by 1 person
Bisa jadi hahaha ,,, di Nepal banyak deh yang cakep. Beneran 😀
LikeLiked by 1 person
secara blasteran gitu
LikeLiked by 1 person
Iya ,,, dan apa-apa yang diblaster itu emang biasanya bagus 😀
LikeLiked by 1 person
Haseeekk..😅
LikeLiked by 1 person
Berarti Gurkha itu semacam “tentara bayaran” kaya di cerita2, tapi resmi ya?
Ngeri dah hehehe…
Btw blognya kok udah agak lama nggak update mas?
Padahal banyak yang suka (termasuk saya) baca pengalaman2nya mas karena gaya berceritanya enak banget & foto2nya bagus banget 🙂
LikeLiked by 1 person
Terima kasih sudah mampir dan tinggalkan komentar.
Iya maaf ya, belakangan agak sibuk dengan beberapa urusan kantor dan lain-lain. Tapi ini mulai dibenahi lagi kok. Semoga masih betah mampir baca-baca dan tinggalkan komentar yaaa 🙂
LikeLike