14 April 2016, pukul satu siang. Haru. Hanya itu yang memenuhi hati. Ketika akhirnya saya mencapai papan ucapan selamat datang di Annapurna Base Camp, pada ketinggian 4130 meter di atas permukaan laut.
Rasanya segala lelah terbayar sudah. Solo trekking selama lima hari dengan rute Nayapul – Ghandruk – Chhomrong – Dovan – Machhapuchhare Base Camp (MBC) – Annapurna Base Camp (ABC), akhirnya berhasil saya selesaikan. Kini ia telah menjelma, dari mimpi menjadi kenyataan.

Dan sesi trekking terakhir, selama tiga jam sebelum mencapai base camp puncak tertinggi kesepuluh di dunia tersebut, adalah yang terberat. Medan yang saya lalui hari itu benar-benar berbeda. Dalam kungkungan basin Annapurna yang diapit oleh puncak-puncak angkuh Himalaya, saya menjalani trekking yang lebih melelahkan dari empat hari sebelumnya.
Padang salju licin yang sesekali menyembunyikan lubang-lubang penjebak, udara beku yang mengalir deras, dan kabut yang memekat, memaksa saya untuk berjalan lebih lambat. Selain serangan kelelahan yang mudah melanda, akibat paru-paru yang tercekat karena tipisnya oksigen.


***
Ketika saya tiba, warna coklat masih tergelar pada tanah, menyembulkan aksen kehijauan dan bebungaan yang tumbuh dari tunas-tunas muda. Tak lama lagi musim semi menjelang, meskipun salju masih sering turun seperti hari itu.

Sejenak saya mengambil waktu, menengadahkan wajah ke udara, demi merasakan guguran kristal-kristal beku pada wajah. Rasanya tak pernah sekalipun saya membayangkan, jika hujan salju yang saya temui pertamakali akan berada di antara bayang-bayang puncak Himalaya.
Semua terasa sempurna.
***
Puncak-puncak Annapurna Selatan, Annapurna I, Machhapuchhare, Hiunchuli, Ganggapurna, dan beberapa lainnya sambung menyambung membentuk benteng masif, bagi Annapurna Base Camp yang terletak pada sebuah cekungan raksasa. Konon, Annapurna yang berarti Dewi Kesuburan memiliki kecantikan yang berbeda-beda pada tiap-tiap musim yang dilaluinya sepanjang tahun.
Meskipun Annapurna Base Camp dapat dicapai dengan relatif mudah bagi siapapun yang memiliki kondisi kebugaran standar, puncaknya sendiri dianggap sebagai salah satu yang paling mematikan di dunia. Bahkan, jika dibandingkan dengan puncak Everest di Sagarmatha sekalipun. Hanya dua dari setiap tiga pendaki, yang dapat kembali turun dalam keadaan hidup demi menaklukkan sang dewi.

Sekumpulan tugu peringatan bagi mereka yang tewas dan hilang di Annapurna, dibangun secara khusus di bagian barat base camp. Rasanya belum hilang dari ingatan, ketika pada bulan Oktober 2014 serbuan badai dan longsoran salju di kawasan Annapurna merenggut nyawa empat puluh tiga trekker, dan melukai ratusan lainnya. Itu adalah musibah terburuk sepanjang sejarah trekking di pegunungan Himalaya.
Sembari membaca beberapa pesan penuh cinta yang ditinggalkan bagi mereka yang menjadi korban, saya mengingatkan diri sendiri, jika pegunungan terkadang membungkus kenyataan yang kontradiktif. Ia cantik, sekaligus dapat mematikan pada saat yang bersamaan!

Bahkan, pada ketinggian setinggi itu pegunungan dapat membunuh seseorang dengan memanfaatkan kelemahan fisik manusia. Acute Mountain Sickness (AMS), yang gejala awalnya sangatlah halus, dapat merenggut nyawa trekker yang tak pandai memperhatikan dirinya sendiri. Bersama dengan serangan hypothermia, ia menjadi momok yang paling saya takuti sepanjang melakukan solo trekking menuju Annapurna Base Camp.
Saya sempat bertemu dengan seorang trekker Thailand yang terbaring lemah di ruang komunal penginapan Annapurna Base Camp, akibat terserang AMS. Meskipun tanpa erangan, guratan wajahnya menyibakkan nyeri yang menyiksa. Alih-alih menikmati kemegahan Himalaya, ia justru menantikan dengan segera datangnya helikopter yang akan membawanya kembali ke Kathmandu.
***
Selepas ashar, tak ada yang dapat saya lakukan di penginapan, kecuali memandangi guguran salju yang semakin rapat dan mengaburkan puncak-puncak Annapurna. Pemandangan dari ruang komunal yang berbatas kaca menjadi satu-satunya hiburan yang ada, selain perbincangan singkat dengan beberapa trekker yang berkumpul di sana.
Malas yang mendera dan dingin yang menggigit, segera menggusur saya ke dalam kehangatan sleeping bag di kamar berdinding batu. Tak butuh waktu lama sejak pertama meringkuk, sayapun hilang dalam lelap.

Sekitar jam tujuh malam, seorang pegawai penginapan membangunkan untuk bersantap. Ia menanyakan apakah saya terserang kantuk yang berlebihan dan kehilangan nafsu makan? Ia memastikan jika saya tak terserang AMS pula.
Selama menjalani solo trekking saya membekali diri dengan beberapa batang coklat, yang sesekali saya konsumsi di perjalanan. Dan setiap kali waktu makan tiba, menu favorit yang saya pilih adalah sup krim jamur atau mie dengan ekstra bawang putih. Alasan saya singkat, karena menu itu sedap di lidah!
Namun, belakangan saya baru tahu, jika coklat dan bawang putih adalah dua makanan yang dapat mengurangi kemungkinan terserang AMS. Sebuah kebetulan? Ah, rupanya Tuhan melindungi saya dengan cara yang tak terduga.
***
Hujan salju yang turun sejak lewat tengah hari, terasa semakin deras. Pelataran terbuka di depan kamar saya, sudah tak tampak lagi bertapal batu. Lapisan putih tebal telah menenggelamkannya. Sementara angin kencang yang bergulung, memancing desau resah pegunungan yang memicu ngeri.
Sebuah badai salju! Ia melengkapi kisah perjalanan saya.
Rupanya kondisi alam yang memburuk, telah menghalangi tibanya helikopter bagi trekker Thailand yang terserang AMS. Untungnya, ia masih bisa bertahan dalam kondisi stabil. Saya berbincang sejenak dengan rekannya, demi mengetahui perkembangan terakhir. Sementara sang pemandu yang berkebangsaan Nepal tak dapat menyembunyikan cemas yang mengisi benaknya. Kami berharap esok pagi cuaca cerah.
Untunglah. Lewat tengah malam, semua berubah. Tak ada lagi hujan salju, dan anginpun telah melemah. Pada pucuk-pucuk kemuncak, ratusan bintang bertabur melingkupi langit yang pekat. Indah, meskipun tusukan udara beku masih membalut.
Dari balik jendela kamar dan kantuk yang belum usai, saya menikmatinya sejenak. Sembari menyesali air minum dalam botol yang telah membatu.
***

Saya menjalani shalat subuh terbeku di keesokan hari. Dan menjumpai pelataran Annapurna Base Camp yang tampil dalam wajah berbeda. Hanya ada tumpukan putih tebal dimana-mana, yang menyisakan sedikit guratan hitam karang Himalaya.
Meskipun terbungkus sarung tangan, ujung jemari saya mulai mati rasa. Begitupun dengan cuping hidung dan telinga. Tapi saya dan puluhan trekker lainnya, menatap sabar ke arah timur. Menantikan gemilang surya pertama, yang membersit dari punggung agung Machhapuchhare.

Kemudian benderang itu datang, menimpa dinding-dinding lain Annapurna. Dengan jelas akhirnya saya bisa menatap punggung selatan Annapurna I, lembah yang dalam di hadapannya, serta gunungan salju pada Hiunchuli. Tak ada lagi sisa padang kecoklatan yang saya lihat sehari lalu. Tak ada pula kabut pekat yang menyekap. Hanya pupur putih beku sejauh mata memandang.
Waktu saya di sana tak lagi lama. Tanpa peduli pada kebas, saya menikmati salju. Menginderanya lekat-lekat agar ia tersimpan dalam benak.

***
15 April 2016, pukul sembilan, selepas sarapan pagi. Haru. Dan itu kembali merebak di hati. Ketika saya mengucapkan salam perpisahan pada Annapurna. Serta terimakasih akan dua puluh jam yang penuh kesan.
Dari permukaan kolam beku yang memantulkan wajahnya, saya tengok ia kembali. Sembari berharap akan berjumpa dengannya lagi suatu hari nanti.
Dhanyavaad Annapurna, Dhanyavaad Himalaya!
***
Video: [Vlog] A Morning in Annapurna Base Camp Himalaya, 2:23 menit.
Asseeekkk… udah sampai ke Himalaya.
LikeLiked by 1 person
Alhamdulillah 🙂
LikeLiked by 1 person
keren mas, momen yang pasti gak terlupakan. bdw, mas pakai tongsis biasakah untuk buat vlog ini? saya lagi belajar buat vlog, hehe
LikeLiked by 1 person
Makasih mas Sandi. Hmm saya pakai tongsis yang untuk Go Pro. Sistemnya lipat, bukan yang retract.
Wah, pasti bakal keren nih kalau mas Sandi yang bikin vlog nya 🙂
LikeLike
hahaha, keren nurut saya sendiri mas 😀 karena masih sebulan ini bikin vlog 😀 . o itu mas buat rekam pakai smartphone atau actioncam?
LikeLiked by 1 person
Pasti bakal makin keren deh, kalau rajin. Saya belakangan gak terkejar nih nge-vlog, kelamaan ngeditnya hahahaha.
Untuk video yang ini saya rekam pakai Go Pro. Tapi di channel saya ada beberapa vlog lainnya, yang saya rekam pakai kombinasi digicam dan juga smartphone. Bahkan ada yang saya edit pakai smartphone juga.
Monggo mampir ke channel saya mas, kalau berkenan 🙂
LikeLike
hehe siap mas, nanti saling mampir ya hehe. saya gunakan smartphone masihan mas. soalnya punyanya masih itu hehe
LikeLiked by 1 person
Siap, tinggalkan pesan di channel ya mas, biar aku bisa berkunjung balik.
Smartphone juga bisa ok kok, kalau pas cara penggunaannya.
LikeLike
hehe iya mas, lagi ingin memaksimalkan penggunaan barang yang ada
LikeLiked by 1 person
Saya dukung mas. Berkarya dengan memaksimalkan sumber daya yg ada.
LikeLike
Senangnya ikutan jalan2 ke Himalaya meski cuma baca postingan dan nonton vlognya. thanks for sharing 😊
LikeLiked by 1 person
Saya juga senang kalau orang lain ikut senang. Terimakasih sudah mampir dan tinggalkan pesan yaaa 😊
LikeLike
keren bro, jadi pengen. boleh dong nanya-nanya pas riset kesana nanti sama yang udah experd.haha
LikeLiked by 1 person
Boleh. Anytime, colek aja yaaa. Nanti aku bantu 😊
LikeLike
Fotomu emang berbicara. Perjalanan yang gak mainstream. Selamat ya udah berhasil daki puncak terindah inih.
LikeLiked by 1 person
Makasih Ko 😊
LikeLiked by 1 person
Sugguh keren, disitu saya merasa Iriiiii banget. harusnya hari itu aku nggak balik ke India, tapi lanjut ikut kamu ke Annapurma, trus Najin piye ? ya Allah, aku pingin.
LikeLiked by 1 person
Ajakkin aja padahal, pasti dia suka. Paling ngeluh minta roti hahaha.
LikeLike
Mbak, aku juga pengen. Yuuk mbak, kapan kita kesana..? Udah balik ke India mbak?
LikeLiked by 1 person
Duh Bart, gara gara ceritamu jadi pengen ke Himalaya
LikeLiked by 1 person
Nah ayo dicoba Zi …
LikeLike
Pasti pengalaman yang tak terlupakan ya Mas bisa mencicipi gunung tertinggi di dunia. Mungkin ini cuma mimpi bagi saya, ebuset saya tak bisa membayangkan bagaimana kalau saya yang melakukan pendakian itu. Sendiri pula, waduh. Salut bangetlah buat dirimu.
Dari sini saya seolah mendapat pandangan bahwa “mencolek maut” buat berkenalan dan merasakan keagungannya akan membuat kita beroleh hadiah yang asyik banget. Ini betul-betul sangat keluar dari zona aman dan nyaman. Tapi kepuasannya, saya yakin, tiada tara. Sekali lagi selamat!
LikeLiked by 1 person
Mungkin bisa dicoba dengan trekking secara berkelompok Gara. Aku yakin bisa, kalau persiapannya pas.
Tapi memang iya sih, di solo trekking ini aku menantang dan mencoba keluar dari zona nyaman. Deg-degan pasti ada, tapi alhamdulillah begitu dicoba lancar dan tak semenakutkan yang aku kira.
Terimakasih sudah mampir baca dan tinggalkan komen ya Gar 😊
LikeLike
Iya mah kalau bareng-bareng pasti bisa lebih baik, haha. Paling nggak ada teman seperjalanan tempat bergantung #eh. Iya Mas, sama-sama, hehe.
LikeLiked by 1 person
Wakakaka asal jangan bawa gantungan baju buat bergantung aja Gara 😁
LikeLike
Nggak kok Mas, haha.
LikeLiked by 1 person
🙂
LikeLiked by 1 person
Mendaki gunung membutuhkan fisik yang kuat, mental juga harus siap. Aku yakin perjuangan ke sini benar-benar berat. Karena kita terlahir di iklim tropis harus menyesuaikan cuaca yang berbeda.
Oya mas, mau tanya. Kalau bawa kamera ke tempat seperti itu, persiapan yang kita butuhkan apa agar lensa tidak mengembun dan lainnya. Apakah ada alat khusus yang dipakai?
LikeLiked by 1 person
Untuk gear yg lebih menjadi concern ku kemarin sih masalah baterai. Karena dalam keadaan suhu dingin ekstrim, baterai jadi cepat drop, bahkan termasuk ketika disimpan.
Maka aku bawa tas es krim yg bisa dilipat. Karena bagian dalamnya bisa lebih stabil mempertahankan suhu.
Kalau soal mengembun? Hmmm … Kok aku lupa ya kemarin itu ngembun atau nggak. Seingatku sih gak. Mungkin karena di sana kelembaban udaranya rendah dan nyaris tidak ada perbedaan suhu di dalam dan luar ruangan.
Untuk persiapan fisik memang agak spartan. Menjelang berangkat, aku perbanyak olahraga kardio. Lumayan membantu sih, untuk membangun daya tahan. Meskipun di hari-hari awal, rasanya ampun-ampunan juga hehe 😁
LikeLike
Seronoknya Bart!
Belum pernah terfikir untuk ke sana namun lepas baca posting ini, rasa seronoknya ke sana namun harus prepare dulu kan.
AMS itu secara senyap2 ya serang pendaki? Alhamdulillah kamu okay aja gak apa2. 🙂
Aku fikir Everest itu sudah cukup mencabar tapi rupanya mau ke Puncak Annapurna lebih cabarannya ya.
LikeLiked by 1 person
Aku sengaja mencoba Annapurna dulu, supaya kuat menghadapi cabaran Everest nantinya Khai.
Iya, preparation harus. Soalnya kondisi alam di sana berbeda jauh dengan di Indonesia.
Alhamdulillah Khai, sampai kembali ke Indonesia aku aman sentosa.
Nak cuba kah?
LikeLiked by 1 person
Emang pingin tapi harus:
1. Mantapkan stamina dan fisik
2. Mantapkan uangnya 😂
LikeLiked by 1 person
Indeed. Dan aku yakin kamu bisa.
Aku doakan bisa ke Himalaya someday ya Khai. Amiiin.
LikeLiked by 1 person
Aamin Bart atas doanya
LikeLiked by 1 person
Sama-sama Khai 😊
LikeLike
Juara!
Rasanya, setelah perjalanan MEGAH ini, gunung es mana lagi yang akan ditaklukkan mas Bart? 🙂 2 momok di atas gunung itu asli bikin ngeri. Untuk aku yang AC aja gak kuat, gak bisa bayangin kemana-mana yang terlihat tumpukan salju. Well, di Kashmir ngerasain juga sih, tapi kan ya nggak sampe berhari-hari.
LikeLiked by 1 person
Hmmm jawaban atas pertanyaanmu yg pertama nanti insya Allah akan kau tahu di bulan April 2017 Yan. Doain lancar yaaaa …
Ah iya aku jadi penasaran kalau di Kashmir seperti apa musim dinginnya. Ehm tapi kalau di Kashmir, penghangat ruangan pasti ada khan yaaaa? Di Nepal by request aja, dan bayaaaaar 😂😂😂
LikeLike
Faktanya, karena selama di Kashmir kami hidup menumpang dan tinggal di house boat/hotel murah, penghangat gak ada mas. Bahkan pemanas air pun kadang nggak nyala. Dan, itulah untuk pertama kalinya aku mandi pake air es haha, asli kayak air batu es gitu. Mandinya sambil mengerang kedinginan :p itupun mandi sehari sekali doang hehehe.
April 2017…. awesome!
LikeLiked by 1 person
Setuju. Ternyata air yang terlalu dingin pas kena kulit itu justru menyakitkan yaaa. Aku sih merasa kaya sensasi ditusuk ribuan jarum.
LikeLiked by 1 person
Mas sekalian nanya lagi. Itu sepatu yang dipakai, salju nembus ke dalam gak sih?
LikeLiked by 1 person
Sepatu yang aku pakai sih anti air. Jadi salju nya gak tembus melalui permukaan sepatu, tapiii … Aku pernah terperosok ke dalam lubang yang tertutup salju, dan saljunya masuk melalui sela-sela sepatu di pergelangan kaki. Dan itu gak enak banget. Lupa pakai gaiter soalnya 😁
LikeLike
*langsung googling tentang gaiter *lalu angguk-angguk 🙂
LikeLiked by 1 person
Udah nemu ya info soal gaiter nya? 😊
LikeLike
Saya tercekat. Jemari saya ikut merasakan dingin. Walaupun belum pernah mendaki di gunung bersalju, setidaknya saya sempat merasakan ujung jemari yang nyaris beku saat muncak ke Mahameru. Syukurlah matahari segera terbit dan menghangat.
Membaca nama-nama gunung di rangkaian himalaya itu nama-nama sakral, perjalananmu bagaikan perjalanan spiritual. Saya angkat topi, dua jempol, salut! 🙂
Ah iya, apakah Mas Bart merasa agak menggigil ketika bercakap-cakap dalam video tersebut? Hehe.
LikeLiked by 1 person
Pas bikin video itu? Aku kedinginan banget. Sebenarnya video itu lebih panjang. Dan ada sesi dimana aku menggigil, mbrambang karena haru sendiri, dan juga blank harus ngomong apa saking dinginnya.
Kalau gak salah di video itu ada satu scene juga dimana aku lupa nama salah satu puncak gunung yg aku tunjuk. Ya itu, blank karena dingin hahahaha
Aku percaya kalau Mahameru itu bisa dingin juga. Soalnya pas aku ke Prau aku sempat ngalamin dingin yg lebih parah dibandingkan winter yg aku alami di Nepal tahun 2013. Sampai sendi-sendi jariku gak bisa ditekuk atau digerakkan juga Qy.
LikeLiked by 1 person
Iyaaaa, kayak ada blank gitu haha. Memang kudu persiapan bener-benerlah kalau ke gunung, manapun itu, setinggi apapun itu.
LikeLiked by 1 person
Betul Qy. Bahkan gunung yang tak seberapa tinggi pun bisa merenggut nyawa kalau kita sepelekan. Seperti kasus terbaru di Gunung Pangrango, yang menimpa salah satu grup petualang muda.
LikeLiked by 1 person
Ah iya berita itu 😦
LikeLiked by 1 person
Kalau gak salah, yang tewas itu disebabkan oleh hypothermia.
LikeLiked by 1 person
Kalau penanganannya telat, memang fatal Mas 😦
LikeLiked by 1 person
Itulah sebabnya. Tak ada gunung yang dapat disepelekan. Bahkan itu berlaku untuk semua jenis kehidupan di alam bebas ya. Aku aja pernah hanyut dan hampir tewas terbanting dari atas curug. Padahal air yang menyeret cuma setinggi dengkul 😥😥
LikeLiked by 1 person
Ah, Mas! Ngeri kali itu :O
Semoga bisa mengambil pelajaran dari kecelakaan-kecelakaan yang pernah kita alami yaaa…
LikeLiked by 1 person
Iya Qy. Dan semoga kita tetap dalam lindungan Allah selama mentadabburi alam ya. Amiiin ….
LikeLiked by 1 person
Aminnn Mas 🙂
LikeLiked by 1 person
Tahan nafas baca ceritanya. Padahal udah baca juga live updatenya. Pengalaman berharga bgt ya Bart. Aku sampe bilang ke Naufal, utk nyoba jadi traveler. Biar dia lebih tangguh. Bekal hidup banget deh buat anak laki-laki. Cool.
LikeLiked by 1 person
Makasih Ne. Dan aku setuju banget soal dorongan untuk Naufal. Traveling itu mengajarkan banyak hal bagus menurutku. Soal manajemen, mengenal diri sendiri, mengatasi keterbatasan dan halangan, sampai dengan menghargai alam dan mendekatkan diri pada Tuhan.
Makasih udah baca dan tinggalkan komen ya Ne 😊
LikeLike
Thank very much Bart sir,written about the Arnpurna base camp trek, yes Arnapurna Base camp trek is the one of the best trek in the world,….
LikeLiked by 1 person
You’re welcome Santosh. It’s my pleasure to share my experience about trekking in Annapurna region.
Indeed, Annapurna Base Camp trek is one of the best.
LikeLike
pemandangannya putih semuaaaa ya 🙂
LikeLiked by 1 person
Alhamdulillah kak, akibat badai salju sehari sebelumnya. Untungnya selanjutnya cerah ceria 😊
LikeLike
Gilak.. kereennn…
LikeLiked by 1 person
Makasiiih 😊
LikeLike
Breathtaking.. Runut, keindahannya tercerita dengan baik, bikin betah bacanya. Doaku masih sama, in shaa Allah bisa ke sana juga, someday.. Aamiinn..
LikeLiked by 1 person
Amiin amiin, insya Allah kesampaian ke sana juga ya Ai.
Makasih lho udah mampir 😊
LikeLike
entahlah aku kuat apa enggak kalau ke ABC, secara aku gak terlalu kuat sama dingin, tapi ada impian ingin ke sana juga, kalo aku bart gak berani solo trekking, kerenlah pokoknya, pengalaman yang amat berharga banget bart
LikeLiked by 1 person
Insya Allah kuat kak. Selama gak sakit yg aneh-aneh karena dingin sih. Paling nanti harus pilih pakaian dan peralatan yg cocoknya aja.
Ramean kayanya seru kak 😊
LikeLiked by 1 person
iya aku kayaknya gak berani kalau sendirian bart, secara jalannya lama banget kalo mendaki
LikeLiked by 1 person
Jadi kalau rame-ramean mau ya kak Evrina? Siapa tau kapan-kapan kita bisa nanjak bareng.
LikeLiked by 1 person
mau bart, mau banget, itu impian, tahun 2017 sepertinya belum bisa, mungkin tahun depannya, nabung dulu aku hehe
LikeLiked by 1 person
Siap. Kontak-kontak aja kalau mau, nanti aku bantuin buat susun rencananya kak 😊
LikeLiked by 1 person
InsyaaAllah Bart, aamiin yra
LikeLiked by 1 person
Cantik dan mematikan!!!
Worth the journey, pemandangannya Luarbiasa ya mas. Mudah-mudahan dikasih kesempatan kesana nanti ketemu “sang dewi”
LikeLiked by 1 person
Banget! Sebanding susahnya dengan kemegahan yang ditemui di sana.
Amiin amiin, aku bantuin doa yaaa 😊
LikeLike
aku bacanya aja terengah-engah kak, luar biasa perjuangannya…
LikeLiked by 1 person
Hehehe jangan lupa istirahat yang cukup setelah baca ini ya kak 😊
LikeLike
Dohh.. mupeng banget pengen kesana..
LikeLiked by 1 person
Semoga kesampaian bisa kesana ya. Amiiin …
LikeLike
Keren sekali Bartzap, solo trekking menaklukkan ketakutan terhadap alam dan diri sendiri.
Pemandangannya juga kece badai pisan. Perjuangan berat memang menghasilkan hasil yang setimpal.
LikeLiked by 1 person
Makasih sudah mampir dan sempatkan membaca yaaaa.
LikeLiked by 1 person
Sudah saya baca, hehehe….
LikeLiked by 1 person
Terimakasih 😊
LikeLike
Kamu luar biasa kak. Di Pegunungan melakukan perjalanan sendiri 😂. Kalau aku pasti memilih bobo cantik..
Dari dulu pengen nyobain tanjak di pegunungan luar Indo.
Semoga kapan-kapan kecapai.
LikeLiked by 1 person
Amiin amiin, semoga kesampaian yaaa 😊
LikeLike
Speechless…
Badai salju in mid April? Uuuuh… mules bacanya… Tetapi omong-omong bagaimana dengan trekker Thailand yang kena AMS apakah helikopternya datang sebelum dirimu pulang? Sepanjang trek hujan gak bulan April? katanya itu pre-monsoon ya? Gimana dengan lintah? hahaha geliiii ma lintah soalnya… wkwkwkwk
LikeLiked by 1 person
Trekker Thailand itu akhirnya dijemput turun setelah sunrise, alhamdulillah dia masih bisa bertahan.
Waktu kemarin sih sempat hujan sekali, waktu sampai Dovan. Hujannya awet dari sore sampai lewat tengah malam. Pas turunnya juga begitu, hujan lagi di Dovan.
Kalau April itu masuk musim semi mbak. Hmm sepanjang yg aku ingat, gak nemu lintah satupun. Mungkin bukan alamnya hehehe
LikeLiked by 1 person
Ih nambah lagi… April 2017 masuk EBC ya Mas? kudukung 1000000%
LikeLiked by 1 person
Insya Allaaaah. Doakan ya. Makasih dukungannya mbak 😊
LikeLiked by 1 person
Kapan mas mid april or later? Nagih beneran yaaa…
LikeLiked by 1 person
Awal April mbak, insya Allah. Hahaha iya nagih, padahal pas dijalannya ampun-ampunan dan bilang kapok.
LikeLiked by 1 person
Hahaha… kayak orang melahirkan deh hahahaha
LikeLiked by 1 person
Hahaha ya mungkin mirip. Deg-degan campur exciting gitu sih nunggunya 😁
LikeLiked by 1 person
akhirnya baca juga, awalnya semangat pengen naik gunung,pas baca 2 dari 3 pendaki yang umumnya selamat pas turun gunung,duh mengkeret semangat ku buat naik gunung Annapurna ini pan kapan. Waktu bart solo trekking apa nggak ketemu trekker lainnya di perjalanan? bawa tripod ke sana? kalo salju kan tangan kebas, kamu pake sarung tangan yg ada bolongannya di jempol biar tetap bisa ngambil foto? duh serem ya resiko hipotermia dan AMS itu kalo naik gunung #melipir aku liputan shopping ke mall aja kalo gitu pas traveling hahahaha
LikeLiked by 1 person
Hehe 2 dari 3 itu untuk yang summiting aja Na. Kalau trekking masih relatif aman lah, walaupun masih harus waspada terhadap AMS dan hypothermia.
Di jalan aku ketemu trekker lain, paling rame sih kalau udah di lodge. Di hutan seringnya sendiri. Bisa 2 – 3 jam sendirian gak ktemu orang di jalan. But, it was so much fun. I did enjoy it being alone in the wild nature hahahaha
Aku gak bawa tripod. Kebesaran. Tapi aku bawa gorilla pod. Enak. Ukuran ringkas, dan bisa disangkutin kemana aja. Jadi kalau foto sendiri, aku dibantu bebatuan, pohon, atau batang-batang kayu. Selain pakai tongsis untuk GoPro.
Itu jari udah mati rasa Na. Mencet tombol shutter nya perlu perjuangan hahahaha
LikeLiked by 1 person
Jadi dari start ampe finish total berapa kilometer perjalanan bart? btw kamu makan coklat merk apa hahaha #dibahas
LikeLiked by 1 person
Wah berapa kilometer ya? Aku belum pernah hitung. Soalnya ketinggian yang lebih aku hitung sih hehehehe.
Initialnya aja yaaa. Coklat murah meriah di Indonesia kok, merk SQ 😁
LikeLiked by 1 person
Wah sangat luar biasa sekali perjuangan mas bart bisa sampai di Himalaya, rasanya kalau membaca ini hmmm berat banget ya mas tapi memang mas Bart luar biasa ya jadi tantangan seperti ini bener-bener dipersiapkan dengan matang, kalau saya terus terang mungkin gak akan sanggup nih menghadapi trekking begini dengan iklim, dan nuansa yang totally berbeda dengan di negeri kita. Dan satu lagi mas bart sendirian lagi, kayaknya mas perlu bagi pengalaman ini ke sebuah acara talkshow atau seminar atau kelas inspirasi mungkin pasti akan sangat bermanfaat bagi orang indonesia atau generasi muda yang mungkin mempunyai potensi untuk menjadi hiker ditunggu ya mas talkshow nya heheheh Terima kasih
LikeLiked by 1 person
Makasih Fer. Hehehehe aku belum pede nih kalau sampai talkshow, masih belum seberapa soalnya perjalananku. Tapi kalau share-share berdasarkan pengalaman boleh lah.
Btw, sebenarnya ini proyek nantang diri sendiri sih Fer. Pas persiapannya juga terkadang aku mikir sanggup apa nggak. Tapi pas udah di lapangan, yaaaa nyemangatin diri sendiri. Alhamdulillah beres, meskipun ampun-ampunan juga hahaha.
Aku yakin kalau persiapannya tepat, dan pas, pasti dirimu bisa. Yuk, cobain.
LikeLike
keren bangat video nya Bart. Baca pengalaman mu membuat gue serem2 takjub. Dan lihat foto pemandangan annapurna sungguh mempesona.
LikeLiked by 1 person
Ayo Del, dicoba juga 😉
LikeLiked by 1 person
Pasti rasanya campur aduk. Seru, deg degan, dan pastinya ruar biasa nih pengalaman ya. Sop bawang putih#ngasal dan coklat ternyata sangat membantu diperjalanan gitu ya..
Aku juga pengen trekking kek gitu #hiks kapan ya aku bisa..?
LikeLiked by 1 person
Pokoknya, apapun masakannya aku minta ekstra bawang putih, biar enak aja hahahaha
LikeLike
perjalanan yang butuh persiapan ekstra ini, fisik, mental, asupan makanan, kebulatan tekad.
LikeLiked by 1 person
Asupan makanan! Paling penting itu hahahahaha
LikeLiked by 1 person
jadi ingat waktu pertama kali naik gunung, saat itu aku bawa banyak coklat buat sumber tenaga dan memang manjur sih bisa nyampai puncak. Cuma minusnya adalah meremehkan air minum hmmm merasakan gimana rasanya dehidrasi dan terpaksa nyari rerumputan yang berukuran agak besar guna dikemah2 batangnya untuk sekedar membasahi tenggorokan.
LikeLiked by 1 person
Nah itu juga gak boleh lupa diperhatikan, air minum juga penting. Karena dehidrasi parah juga berbahaya.
LikeLiked by 1 person
bodoh banget memang saat itu, maklum banget, pemula yang ceroboh huhhh
LikeLike
Aku bacanya sambil melongo nih Mas, baca kalimat demi kalimat pelan2 supaya nggak ada yang ketinggalan. Aku pengen banget ke sini juga tapi aku tuh kurang disiplin, masih blm mau keluar dari zona nyaman nampaknya, hehe. Ah seru sekali! Plus seram karena sendiri, harus selalu waspada gitu pasti lebih banyak energi yang diperlukan. Meski begitu happinessnya pasti dobel2 jg kali ya, hehe. Semoga lancar untuk trip selanjutnya 🙂
LikeLiked by 1 person
Zona nyaman yang mana Nia? Aku pikir dirimu termasuk penyuka naik gunung juga khan.
Amiin amiin, makasih doanya ya Nia 😊
LikeLike
Iya itu zona nyaman, beraninya gunung yang di sini sini aja XD
LikeLiked by 1 person
Gak papa, nanti kapan-kapan dicoba untuk keluar dari zona nyamannya 😊
LikeLiked by 1 person
Salut sama mas Bart! Menjelajah gunung es himalaya, aku mah jalan di cibodas aja kedinginan apalagi ini yg ada saljunya, di atap dunia lagi!
LikeLiked by 1 person
Makasih, sebenarnya ini juga dalam rangka menantang diri sendiri. Awal-awal sih jiper, tapi pas udah dijalani ya lancar-lancar aja.
LikeLike
Kalo udah biasa apa aja jadi lebih enak ngejalaninnya ya.
Next cartenz pyramid mas? Hehe
LikeLiked by 1 person
Mungkin, soalnya sebenarnya aku belum biasa juga hehehehe. Pas trekking nya juga ampun-ampunan, tapi ya mau gimana lagi, udah di lokasi.
Next, rencana terdekat sih balik ke Himalaya lagi hehehehe
LikeLiked by 1 person
Kebayang kok gimana beratnya medan disana. Wahh serius mas? Annapurna sudah dikalahkan, sekarang penasaran dengan Everest? Haha
LikeLiked by 1 person
Insya Allah, rencananya begitu … Doakan lancar yaaa 😊
LikeLiked by 1 person
Eh ternyata beneran 😀
Amiin..semoga lancar mas.
LikeLiked by 1 person
Hehehe kebetulan pas.
Amiin, amiin, makasih yaa doanya 🙂
LikeLiked by 1 person
Mas bartzap tulisannya menginspirasi banget,jadi gag sabar kepengen treking ke sana juga mas. baca tulisannya jadi gag khawatir buat jalan sendiri.
LikeLiked by 1 person
Siip, saya juga senang kalau bisa ikut memotivasi. Semoga kesampaian untuk trekking di Himalaya juga ya. Amiin 🙂
LikeLike
Liat foto tmn FB yg tinggal di Guwahati, darjeeling, dkk kok bikin mupeng (btw itu sebelah mananya ya?)
Liat postingan mas jadi tambah mupeng. semoga ada kesempatan
LikeLiked by 1 person
Guwahati baru dengar. Kalau Darjeeling sih setahu saya di India.
Amiin, semoga ada kesempatan ya.
LikeLike
bar kalau kesana lagi ikut dong tp aku ampe bawah 😀
LikeLiked by 1 person
Bawah mana dulu nih Win?
LikeLike
hua. baru kemarin aku baca blognya mas chocky ttg annapurna. dan skrg dirimu sudah menyelesaikan pendakiannya. keren mas. Semoga aku bisa ke sini
LikeLike
Amiin amiin, semoga secepatnya bisa ke Annapurna yaaa 🙂
LikeLike
Nyali besar lho mas, salut, soko trekking. Berapa banyak bahasa yg km temui dalam perjalanan mas? 🙂
LikeLiked by 1 person
Makasih Za. Coba aku hitung ya. Bahasa Inggris, Nepal, Korea, Jepang, Thai, Jerman, Prancis, sama China. Seingatku 8 😉
LikeLiked by 1 person
Nice trip, ketemu banyak orang beda budaya bahasa
LikeLiked by 1 person
Iya, ini salah satu hal yang menyenangkan.
LikeLike
bro,
berarti naik & turun lewat jalur yg sama ya ?
Bisa dijelasin ngga rute masing-masing hari?
Misal:
(day 1) Nayapul – Birethanti – Hille – Tikhedhunga – Ulleri
(day 2) …
LikeLiked by 1 person
Kalau dari Chhomrong sampai ke ABC, jalurnya akan sama, karena memang hanya satu.
Sedangkan dari Nayapul bisa beragam. Ada yang langsung ke Chhomrong via Ghandruk. Ada yang mampir dulu ke Poon Hill via Ulleri baru ke Chhomrong. Ada pula yang langsung ke Chhomrong tapi via Siwai.
Kalau saya kemarin menggunakan rute ini:
Day 1 –> Pokhara – Nayapul – Ghandruk.
Day 2 –> Ghandruk – Chhomrong.
Day 3 –> Chhomrong – Dovan.
Day 4 –> Dovan – MBC.
Day 5 –> MBC – ABC.
Day 6 –> ABC – Dovan.
Day 7 –> Dovan – Jhinu Danda.
Day 8 –> Jhinu Danda – Siwai – Pokhara.
Tapi ini tergantung kecepatan dan kekuatan ya. Karena di antara Chhomrong sampai dengan MBC ada Sinuwa, Bamboo, Himalaya, Deurali. Jadi bisa dipilih untuk berhentinya tergantung kekuatan masing-masing.
LikeLike
boleh tau kenapa ambil rute ini?
dan medan perjalanannya sendiri gmn?
btw ini kan murni solo-ing, bawa carrier berapa liter ya ?
thx.
LikeLiked by 1 person
Kenapa ambil rute ini? Karena lebih cepat saja sih, sesuai dengan rencana perjalanan. Tadinya mau via Poon Hill, tapi karena waktunya tidak mencukupi saya ubah arah. Improvisasi waktu cek ulang rute nya di Pokhara.
Sama seperti jawaban di postingan tentang Lukla. Saya membawa carrier 38 liter. Baik ketika naik ke Annapurna Base Camp maupun Everest Base Camp.
LikeLike
halooo….seneng banget bisa ketemu blog yang bahas soal Nepal hingga Himalaya. kebetulan Oktober nanti saya berencana solo travelling kesana dan berharap bisa ke Himalaya….oh yaa pengen nanya2 lebih detail bisa via email or another socmed?
LikeLike
Boleh, untuk konsultasi silakan kirim email ke bartzap.bartzap@gmail.com
LikeLike
Wow, mengagumkan. Salut.
LikeLiked by 1 person
Terimakasih 😊
LikeLike
Alhamdulillah sampai ABC. Keren Mas Bart. Tulisannya enak dibaca, susunan kalimatnya sangat bagus sehingga tdk bosan membacanya. Dari jawaban setiap pertanyaan jg sangat santun, mencerminkan kepribadian Mas Bart. Insya Allah November tahun ini sy ke Annapurna Base Camp semoga lancar tanpa kendala… Aamiin. Sukses terus Mas Bart, Barakallah
LikeLike
Alhamdulillah, kalau bisa memberikan bacaan yang tidak membosankan.
Terimakasih sudah mampir yaaa 🙂
Dan semoga lancar perjalanannya ke Annapurna Base Camp.
Aamiin 🙂
LikeLike
Wihhh, ini keren banget Mas. Semoga suatu saat bisa nyusul ke sana juga!
LikeLiked by 1 person
Aamiin. Semoga bisa segera ya, pastinya setelah suasana dunia lebih kondusif karena CoVid19.
LikeLike