Donggala mengingatkan saya pada permainan masa lalu. Monopoli. Namun jujur saja, sampai dengan medio tahun 2000 an, saya sama sekali tak pernah mencari letak pasti daerah ini di atas peta dunia. Hingga di kemudian hari, saya membaca sebuah liputan tentang destinasi wisata selam di Sulawesi Tengah, yang menjadikan Pantai Tanjung Karang Donggala sebagai rekomendasi titik awal penyelamannya.
Sebenarnya adalah runtuhan kapal Gili Raja yang menuntun saya untuk mengenal perairan Tanjung Karang Donggala lebih jauh. Menurut info, Gili Raja karam pada kedalaman sekitar 50 meter. Cukup dalam untuk ukuran penyelaman rekreasional. Sehingga untuk mengamati kemegahan kapal sepanjang 80 meter itu, seorang scuba diver yang minimal memiliki sertifikat Advanced Open Water Diver pun hanya diperbolehkan berada pada kedalaman tersebut maksimal sekitar 7-10 menit saja. Bagi saya deskripsi tentang keberadaan runtuhan kapal ini sangat membangkitkan minat petualangan.
Memang kegiatan wreck dive di runtuhan kapal yang tenggelam pada tahun 1958 tersebut, merupakan salah satu hal yang ditawarkan perairan Tanjung Karang Donggala. Walau tak semua penyelam dapat menikmatinya, dikarenakan tingkat kesulitan teknis yang ada.
Namun begitu, Tanjung Karang Donggala memiliki pesona lain yang dapat dinikmati oleh semua kalangan. Baik penyuka olahraga air, maupun mereka yang hanya lebih suka menghabiskan waktu di pinggir pantai berpasir putih, bertemankan hamparan air kebiruan yang bergelombang tenang.
Kota Palu: Selayang Pandang Gerbang Sulawesi Tengah
Tak mungkin saya membicarakan Donggala tanpa menyertakan nama Palu. Kota yang menjadi pusat pemerintahan Propinsi Sulawesi Tengah saat ini.
Untuk mencapai Palu, saya bertolak dengan penerbangan paling pagi dari Jakarta. Dan setelah transit yang cukup singkat di Makassar, serta terbang melintasi kelebatan hutan Sulawesi yang pekat, akhirnya saya dapat melihat kota tersebut untuk pertamakalinya dari balik jendela pesawat. Kelelahan akibat tiga jam penerbangan serta merta hilang, ketika pesawat bersiap mendarat di balik cuaca cerah yang memberikan jarak pandang tak berbatas.

Untuk ukuran ibukota propinsi, Palu sangatlah sederhana. Terletak pada sebuah lembah yang menghampar dari tepi pantai Teluk Palu, hingga daerah perbukitan yang menjadi kaki-kaki gunung yang mengepungnya. Meskipun kota tersebut tampak padat, namun terlihat jika bangunan-bangunan yang mengisinya tidaklah semetropolis Makassar yang menjadi tetangganya di sebelah selatan.

Jika dibandingkan dengan perjalanan saya ke tempat-tempat lain sebelumnya, maka dapat dikatakan jika kali ini saya melakukannya di luar kebiasaan. Karena saya sama sekali tidak merisetnya dengan baik. Semua serba dadakan. Sehingga ada perasaan tak karuan, akibat gambaran yang masih remang-remang tentang Palu, Donggala, dan Sulawesi Tengah pada umumnya. Sebentuk kekhawatiran seketika meremang, ketika pesawat berputar di langit Kota Palu.
Namun semua itu segera sirna, begitu saya berjalan melalui lorong garbarata yang terhubung ke dalam tubuh terminal Bandara Mutiara SIS Al Jufri. Meskipun tak semegah Bandara Sultan Hasanuddin di Makassar, bangunan bandara kebanggaan masyarakat Sulawesi Tengah tersebut cukup memberikan impresi yang baik di mata saya.
Rancang bangunnya cukup modern, dengan atap-atap tinggi yang ditunjang oleh kolom-kolom gagah. Jalur aliran kedatangan dan keberangkatan penumpang pun terasa jelas. Selain itu suasana di dalam bandara terlihat bersih dan rapi, bahkan terasa jauh lebih menyenangkan dibandingkan dengan bandara tetangganya yang sibuk di Makassar. Namun, karena conveyor belt station yang dimilikinya tak banyak, tumpukan penumpang segera terasa setiap kali setelah sebuah penerbangan mendarat.

Dalam sejarahnya, pada awalnya bandara ini bernama Tana Masowu yang artinya berdebu. Namun kemudian atas saran Presiden Soekarno namanya diganti menjadi Mutiara. Dan pada tahun 2014 ditambahkan satu nama lagi pada bagian belakangnya, yaitu SIS (Sayid Idrus Salim) Al Jufri. Beliau adalah seorang tokoh ulama yang terkenal sebagai penyebar ajaran Islam di Indonesia Timur, yang oleh masyarakat sekitar lebih dikenal sebagai Guru Tua.

Saya sendiri sudah bersiap dengan kemungkinan tawaran angkutan ke tengah kota yang agak agresif begitu keluar dari dalam terminal bandara. Namun kenyataan yang saya temui justru berbeda. Penunggu penumpang (termasuk supir-supir taksi bandara) di Palu, sangatlah tertib. Tak ada keriuhan yang merusak mood kunjungan. Kondusif! Tanpa kesulitan, saya dapat menemui Pak Nur, yang menjadi supir jemputan yang telah dipesankan oleh staff Hotel Kampoeng Nelayan di Pantai Talise, tempat saya menginap.

Hotel Kampoeng Nelayan: Akomodasi di Pantai Talise
Hotel yang saya pesan sebagai tempat menginap selama tinggal di Palu terletak pada tepi Pantai Talise, tak jauh dari Kampung Nelayan. Meskipun dipisahkan oleh dua ruas jalan raya, hotel ini berhadapan langsung dengan Teluk Palu. Sehingga dari aula makannya yang terletak pada lantai dua, saya bisa menikmati pemandangan laut dan gemunung yang mengurung kota dan aliran semilir angin yang melintasinya.
Hotel ini hanya terdiri dari 16 kamar, yang berada pada sebuah kompleks kecil dengan tatanan taman yang lebih mirip suasana villa-villa privat di Bali. Kamarnya cukup bersih, berlantai kayu parket, dengan interior kontemporer berdesain minimalis dan masih terasa baru. Kebetulan jendela yang saya miliki menghadap ke arah lautan yang melintasi area parkir.



Meskipun agak jauh ke pusat kota, namun bagi saya hotel ini sangat strategis, karena letaknya dekat dengan pusat wisata warga. Setiap pagi, sore, dan malam, terutama pada hari libur, ratusan warga kota banyak yang menghabiskan waktu di tepi pantai Teluk Palu. Dan Pantai Talise termasuk salah satu yang teramai, dengan Anjungan Nusantara sebagai pusatnya. Jembatan McD (yang memiliki lengkung berbentuk huruf M dan berwarna kuning) serta masjid apung Arqam Baburrachman yang fenomenal itupun hanya berjarak sekitar lima menit berkendara dari hotel.
Saya sendiri selalu menikmati waktu-waktu yang saya habiskan setiap malam di tepi Pantai Talise. Memandang kerlap-kerlip lampu yang memenuhi bibir teluk, ditemani deburan ombak, sembari memakan jagung bakar atau jagung rebus.

Trans Palu Donggala: Jalur Tepi Teluk dan Badai Silika
Pantai Tanjung Karang, terletak di Kecamatan Banawa, yang merupakan ibukota Kabupaten Donggala. Pantai ini terletak pada pintu masuk Teluk Palu yang menyerupai tabung, sementara Pantai Talise daerah saya menginap berada pada dasar tabungnya. Keduanya berjarak kurang lebih 38.7 km dan dihubungkan oleh Jalan Trans Palu Donggala.
Dengan mengendarai motor yang saya sewa dari hotel, saya segera mengunjungi Pantai Tanjung Karang Donggala di hari pertama. Tak ada ekspektasi berlebihan yang saya simpan selama di perjalanan, selain berusaha menikmati apa adanya segala sesuatu yang ditawarkan oleh propinsi yang baru saya jejaki pertamakalinya itu.

Jalur yang menghubungkan Palu dengan Pantai Tanjung Karang Donggala terletak di sepanjang bibir Teluk Palu. Jalanannya lebar, dengan aspal yang relatif mulus -meskipun di beberapa tempat ada kerusakan minor-, dan cukup lengang. Kondisi jalanan ini membuat hampir semua kendaraan berpacu kencang di atasnya.
Pusat penambangan dan pengumpulan pasir terdapat pada beberapa titik di sepanjang jalur tersebut. Dan truk-truk pengangkut pasir merupakan kendaraan besar paling banyak yang terlihat melintasi daerah ini. Bagi saya, berpapasan dengan truk-truk tersebut dalam kecepatan tinggi adalah salah satu tantangan terberat selama bermotor di jalur tersebut. Karena setiap kali itu terjadi, maka ribuan butir pasir tajam melaju menghempas kulit. Terpaannya ibarat badai silika yang meninggalkan sensasi ratusan luka gigitan mikro dalam seketika.

Demi keselamatan, adalah suatu keharusan bagi pengendara motor untuk mengenakan pakaian yang tertutup, serta dilengkapi oleh masker dan pelindung mata selama melintasi jalur tersebut.
Hutan-hutan bakau eksotis juga menghiasi perjalanan dari Palu menuju Donggala. Pada pagi hingga tengah hari biasanya area ini mengalami surut, sehingga beberapa kapal kayu dapat teronggok layu di atas permukaan basah yang dihiasi oleh ratusan tunas-tunas bakau yang menyembul. Sedangkan pada lewat tengah hari, laut akan pasang dan melahirkan rawa-rawa bakau yang berair tenang.

Pantai Tanjung Karang Donggala: Snorkeling vs Freediving
Di Sulawesi Tengah, Tanjung Karang Donggala adalah nama yang hampir selalu direkomendasikan bagi siapapun untuk menikmati pantai. Begitupun bagi wisatawan yang datang dari luar propinsi. Sehingga tak aneh, meskipun hari telah merangkak sore pantai tersebut tetap riuh oleh pengunjung. Apalagi saat itu adalah hari pertama dari long weekend yang berlangsung selama empat hari.
Pada kunjungan pertama, saya hanya melakukan survey tentang jalur tempuhnya tadi dan spot-spot ideal yang mungkin bisa saya eksplor di keesokan hari, serta menikmati sore yang bergulir di atas pantai berpasir putih itu.

Ada beberapa pilihan kegiatan yang bisa dilakukan di Tanjung Karang Donggala. Mulai dari scuba diving yang dikelola oleh Prince John Dive Resort, snorkeling atau freediving di sekitar pantai, hingga menyewa kapal untuk mengeksplor sebuah atol yang berjarak sekitar 1 jam dari situ.
“Kalau cuma mau snorkeling saja, spot paling bagus ada di depan Prince John bang!”, ujar Midun, seorang pemuda pemilik kapal wisata yang saya kenal di pantai tersebut.
“Tapi kalau abang mau, besok bisa pergi ke atol dengan kapal saya. Sebaiknya pagi, karena kalau sore begini pulau pasirnya sudah tenggelam.”
Sebenarnya kami bersepakat untuk mengunjungi atol di keesokan hari. Namun karena saya bangun terlambat, akhirnya ia berangkat bersama wisatawan lain. Dan saya memilih untuk melakukan snorkeling dan freediving tepat di depan dive resort yang disarankan.
Pagi itu adalah hari keberuntungan saya. Karena Pantai Tanjung Karang Donggala lebih lengang dari hari sebelumnya. Air pun lebih surut, yang membuat pasir putih pantai terkupas lebih luas. Sebuah tenda yang berada di depan Prince John Dive Resort saya pilih sebagai shelter untuk menaruh barang-barang bawaan. Saya suka suasananya yang tenang tanpa gangguan.

Melihat pelabuhan yang tak jauh darinya, saya berpikir jika pemandangan bawah laut Tanjung Karang Donggala akan biasa-biasa saja. Hanya tipikal pantai tepi kota dengan gugusan karang yang tak sehat dan dihuni oleh banyak bulu babi penanda polusi. Dan ternyata saya salah besar!


Pantai Tanjung Karang Donggala memiliki air yang cukup jernih, dan tenang. Dasarnya landai hingga 10 meter lepas dari bibir pantai, dan kemudian sudut kecuramannya mulai bertambah setelahnya. Tak sampai 5 meter dari bibir pantai, gugusan karang-karang sehat sudah mulai terlihat. Bentuk dan warnanya bermacam-macam, baik soft coral maupun hard coral. Beberapa gugusan karang buatan juga saya temukan di area ini. Sementara puluhan jenis ikan, yang berenang tunggal maupun dalam kelompok juga terlihat sibuk di antaranya.


Gugusan karang tadi membatasi area pantai yang dangkal dengan lautan yang lebih dalam. Sampai pada titik ini, dasar laut yang berpasir putih masih terlihat dengan jelas. Saya perkirakan visibility kala itu mencapai 10 hingga 15 meter.
Selintas saya berpikir, jika tempat ini juga ideal untuk dijadikan wilayah penanaman biorock.


Air yang tenang, tak jauh dari bibir pantai, visibility yang bagus, dan pemandangan bawah laut yang indah menjadikan area ini sebagai tempat berlatih freediving yang ideal bagi saya. Dan tentu saja, saya tak melewatkan kesempatan ini, untuk sesekali mengasah kembali kemampuan tersebut. Sementara travelmate saya lebih memilih untuk menikmati keindahan Tanjung Karang Donggala dengan cara bersnorkeling.


Secara pribadi, saya merasa belum puas dengan kunjungan selama dua hari ke Tanjung Karang Donggala pada waktu itu. Suatu hari nanti, saya ingin kembali ke sana. Mengeksplornya lebih lama dan lebih dalam.
Dan tentu saja, saya masih menyimpan impian saya untuk menyaksikan kemegahan Gili Raja.
Video ini menggambarkan lebih lengkap tentang keseruan yang bisa dilakukan di Tanjung Karang Donggala:
bener2 keren pemandangan bawah lautnya ya mas…
LikeLiked by 1 person
Banget mbak, tinggal berenang dikit udah bisa lihat yang kaya gini.
LikeLike
Mantap sekali nih mas Bart, videonya juga keren, Indonesia Timur juga luar biasa
LikeLiked by 1 person
Makasih Fer udah sempetin baca dan tinggalkan komentar 🙂
Iya, aku rasa Indonesia bagian manapun juara. Cuma kadang letaknya keselip-selip aja jadi susah nyarinya hehehehe
LikeLike
Indonesia Timur sudah, kapan mas bart berkunjung ke Indoesia Barat?
LikeLiked by 1 person
Iya nih, Sumatra aku baru ke Sumbar aja pas pulang kampong. Sekali-kalinya itu juga 😀
LikeLike
Saya tahu Donggala dan daerah-daerah Sulawesi dari bapakku. Beliau sering cerita waktu masih jadi nelayan Bugis 🙂
Tapi sampai sekarang aku belum pernah menginjakkan kaki ke sana.
LikeLiked by 1 person
O iya ya, dirimu keturunan Bugis Mandar. Nah udah pernah pulang kampung belum?
LikeLike
Melihat bawah laut pantai Tanjung Karang Donggala ini, bikin kaki gatel, Pengen menjelajah ke sana. Sepulang dari Derawan Aku jatuh cinta pada laut. Melihat foto-foto bawah laut jadi tambah semangat belajar freediving 😂😂
LikeLiked by 1 person
Memang pantas kalau kita jatuh cinta pada laut di Indonesia Uni, banyak yang indah.
Uni tertarik belajar freedive juga?
LikeLike
Tertarik. Sekalian OR. Dokter sudah gak kasih aerobic..Jadi mesti cari OR yang menarik biar tetap sehat 🙂
LikeLiked by 1 person
OR itu olahraga maksudnya? Kok gak boleh aerobic lagi, ada masalah kah?
LikeLike
Ajib bisa freediving! hal paling susah menurutku…
LikeLiked by 1 person
Kalau tau tekniknya, dirimu pasti bisa juga kok. Bisa dipelajari 🙂
LikeLike
Bart, foto
Mesjid itu keceee
LikeLiked by 1 person
Makasih mbak. Kalau malam masjid nya lebih kece, karena kubahnya bisa berubah sebanyak 7 warna. Cuma aku gak sempat motretnya pas malam. Keenakan duduk di pinggir pantai 😀
LikeLike
Kayaknya kalau dipakai melihat sunset oke juga ya Mas pantainya :)). Yah galau-galau saat senja bolehlah, apalagi kalau kebetulan pantainya agak sepi :hihi.
Kapal yang tenggelam itu rupanya seperti apa ya. Kenapa bisa tenggelam, dan bagaimana proses tenggelamnya pasti sangat menarik buat diselidiki. Jangan-jangan ada harta karunnya juga :hoho.
LikeLiked by 1 person
Banget Gara. Sunsetnya di sini bagus. Sayangnya aku bawa kamera yang wide lens, jadi terlalu jauh dan kecil untuk capture sunsetnya.
Waduh pertanyaannya 🙂
Yang aku dengar sih itu kapal pengangkut barang logistic gitu, dan tenggelam pada jaman Pemberontakan PERMESTA sedang meletus di Sulawesi. Detail ceritanya nanti kita cari bareng yaaa 🙂
LikeLiked by 1 person
Hoo… kapal logistik… ah semoga Mas, bisa bareng ke Bumi Celebes :)).
LikeLiked by 1 person
Amiiiin 😊
LikeLiked by 1 person
cakep benar bar Masjid Arqam Baburrachman
LikeLiked by 1 person
Banget. Masjid itu keramik-keramik penghiasnya diimpor dari India. Dan kalau malam hari kubahnya berubah warna 7 warna (pakai lampu).
LikeLike
sukanya karena mengapung
LikeLiked by 1 person
Gile masjidnya keren banget, but wait. Ada jembatan McD ? Hahaha bisa pesen burger gak ya?.
Gokill, keren banget pemandangan awah airnya mas!
LikeLiked by 1 person
Hahaha awalnya aku juga ketawa pas dikasih tau orang soal jembatan McD, sampai aku lupa nama aslinya apa gitu 😀
Yoiii, Tanjung Karang Donggala ini keren banget pemandangan bawah lautnya. Lumayan lah.
LikeLike
Kirain beneran nama aslinya jembatan McD, tapi serius itu mirip banget *lol
LikeLiked by 1 person
Hahaha nggak lah, kalau itu namanya berarti McD jadi sponsornya.
Iya sih mirip dari segi bentuk dan warnanya ya 😀
LikeLike
Donggala ini salah daerah yang punya potensi wisata besar tapi sepertinya masih relatif sedikit yang tau. Lagi-lagi semoga pemerintah setempat bisa mengelola aset seperti ini dengan profesional dan memikirkan keberlanjutannya. Foto-fotomu bikin mupeng, Bart.
LikeLiked by 2 people
Amiin amiin. Kalau yang aku lihat sih pemerintah sadar akan potensi yang mereka miliki, tapi memang pengelolaannya masih tipikal pengelolaan daerah-daerah di Indonesia. Dengan juga memberdayakan masyarakat sekitar.
Yuk atuh Bam belajar freedive sini …
LikeLike
Aku belom pernah ke Donggala 😦
LikeLiked by 1 person
Harus deh kak cobain. Aku rekomendasiin Prince John Dive Resort untuk dirimu dan abang honeymoon lagi di situ 🙂
LikeLike
wah kerennnn …
saya belum pernah snorkeling apalagi freediving ……. kebayang sensasinya seru banget dan lihat langsung karang dan ikan2 laut yang berseliweran … woww
LikeLiked by 1 person
nah harus cobain mas, tapi saya gak tanggung ya kalau nanti malah sepedanya ditinggal dan lebih milih beli peralatan buat main air hehehehe
LikeLike
Aaaaah aku baru tau Tanjung Karang Donggala malah, Mas :’ dan gilaaak parah. Bener-bener epic gila ini mah :’ Masjid Arqam Baburrachman-Nya sama pemandangan bawah lautnya. PECAAAAH 😀
LikeLiked by 1 person
Setelah tau, harus nyobain main ke sana Feb. Dijamin suka 🙂
LikeLike
Baru liat foto-fotomu aja aku udah suka banget, Mas :’
LikeLiked by 1 person
Terimakasih Feb 🙂
LikeLike
Sama-sama, Mas 😀
LikeLiked by 1 person
Awesome! What great photos and also a great adventure ~
LikeLiked by 1 person
Thank you Randall 🙂
LikeLike
sumpah ini anak keren banget deh, enak banget diving dan snorkelingnya berasa pantai sendiri bart, kalau terumbu karang memang warnanya kecoklatan gitu ya? ku pikir ada yg hijaunya juga untuk yg paling atas terkena matahari
LikeLiked by 1 person
Hehehe kebetulan sepi kak kalau di bawah airnya, di atasnya sih lumayan sesekali ada rombongan turis yang naik glass bottom boat.
Sebenarnya terumbu karang itu bermacam-macam warnanya, tergantung jenis dan tempatnya juga sepertinya. Terkadang ada yang merah, ungu, kuning cerah dan lain-lain. Kebetulan memang yang kemarin aku temui di Tanjung Karang ini warnanya agak gelap.
LikeLiked by 1 person
Waw ungu dan merah pasti cantik banget. Tempat hidupnya ikan ya kan?
LikeLiked by 1 person
Iya, rata-rata ikan karang juga secantik rumahnya kak 🙂
LikeLike
Itu beneran lokasi snorkelingnya cuma di dekat pantainya? Wah asyik sekali! Airnya juga jernih banget. Keren mas!
LikeLiked by 1 person
Dekat banget mas, gak nyampe 10 meteren dari bibir pantai udah bisa lihat pemandangan indah macam ini 🙂
Terimakasih sudah mampir yaaa …
LikeLike
jujur mampir sini saya gak baca tulisannya, tapi liat foto foto sama bengong liat pideo nya aja mas..seger banget dah didalam laut, indonesia memang serpihan surga ..dan mas Bart udah ngicipi surganya Allah SWT..asek bener dah setelah dari ketinggian nepal langsung nyemplung laut 🙂
LikeLiked by 1 person
Hehehe apapun itu, terimakasih lho mas sudah mampir lihat-lihat, nonton, dan tinggalkan pesan. I still appreciate it sooo much 🙂
Alhamdulillah mas, dan makin terasa kalau kita ini bukan siapa-siapa setiap kali menikmati keindahan ciptaan Allah yang Maha Kuasa dan Mencipta.
LikeLike
iya soalnya udah dibacakan narasinya kayak liputan MTMA saja mas hahaha…jadi tinggal duduk masnis, untung koneksi dikantorku gak ada buffering 😀 hehe
LikeLiked by 1 person
Alhamdulillah, makasih masukannya mas, aku jadi semangat bikin video lainnya juga. O iya, mampir ke Youtube Channel ku juga boleh, di sana aku sudah posting dua video baru Solo Trekking ke Annapurna Himalaya 🙂
LikeLike
siap mas bro mumumpung lagi santai nih, nih aku buka videonya chikastuff about kuliner dan jenengan tentang petualangan. jadi pengen bikin video log..:D btw itu edit pake pro pro apa yang di end kredit…
LikeLiked by 1 person
Iya mas, bikin vlog dong. Untuk video yang ini, aku ngeditnya pakai Power Director Pro di hapeku. Video lainnya sih aku edit di laptop.
O iya, Power Director Pro oke banget untuk ngedit di hape dan membuat vlog yang singkat-singkat mas 🙂
LikeLike
motoran, snorkeling dan freediving, perpaduan yang ok banget.
pasti banyak hal menyenangkan yang bisa didapat.
LikeLiked by 1 person
Banget oom, dan momen-momen macam itu ngangenin untuk diulang 🙂
LikeLike
Entah kenapa kalau diajak snorkeling saya selalu takut, karna saya yang suka kaki keram kalau lama-lama dalam air. Tapi tetap pengen, mungkin di liburan berikutnya deh. hehe
LikeLiked by 1 person
Mungkin keramnya karena gerakannya yg kurang tepat. Iya harus dicoba, karena Indonesia keren pemandangan bawah lautnya.
LikeLike
Keren, Bart. Trips yang tidak direncanakan dengan matang juga bisa menyenangkan jika dinikmati. Foto2 bawah lautnya keren abis 👍👍👍
LikeLiked by 1 person
Iya, kadang spontanitas memang menyenangkan. Makasih dah berkunjung yaaa 🙂
LikeLiked by 1 person
bah! jauh kali lah kakak ini mainnya, sampai donggala segala. tapi underwaternya cakep juga ya, visibilitynya juga oke.
LikeLiked by 1 person
Abis kemarin itu, yg jauh ini yg tiketnya paling murah. Eh mas, kapan-kapan kita dive trip bareng yok! Karimunjawa juga gak papa 🙂
LikeLike
Ayok! udah lama bangetttt nggak nyemplung aer laut. Malahan, diving license nya belum dipakai lagi sejak dapat dulu | *kebangetan*
Masalahnya sekarang semakin ribet atur waktu kantor, keluarga dan ngetrip hehe.
LikeLiked by 1 person
Aku terakhir scubaan tahun lalu di Pemuteran. Sejak itu belum ada kesempatan lagi.
Nah tuh, sayang license nya kalau gak dipakai.
Hehehe iya sih yaaa, jadi family man mah harus atur waktu ekstra kalau mau jalan.
LikeLike
Eksterior bandaranya mirip sama bandara SMB II di Palembang. Kalo gak percaya lihat aja langsung? #eh hahahaha.
Videonyaaaaaa. Duh kalo jalan ke wilayah timur Indonesia dan gak bisa berenang KAYAK AKU rugi banget ya mas Bart. >.<
LikeLiked by 1 person
Seriusss? Tapi iya sih, infonya emang bandara-bandara di Indonesia memang sedang bersaing dalam hal desain dan fasilitasnya. Bagus sih, kita sebagai penumpang jadi senang. Hehehe modus banget! Tapi emang pengen kok main ke Palembang.
Ayo Yan, belajar renang. Gampang kok. Sini aku ajarin deh.
LikeLike
aku selalu sirik deh sama yang pada jago freedive gitu.
LikeLiked by 1 person
Gak jago kok Qied, cuma bisa dikit2 aja. Aqied juga bisa belajar kalau mau.
LikeLike
Itulah, masih bingung mau belajarnya dimana dan gimana. Takut air 🙈
LikeLiked by 1 person
Emang domisili Aqied dimana?
LikeLike
Jogjaaa
LikeLiked by 1 person
selain pemandangan bawah lautnya, saya terpana dengan masjidnya. Ngebayangin kayaknya adem beribadah di sana
LikeLiked by 1 person
Banget, setelahnya bisa melihat pemandangan lepas teluk Palu dan benteng gunungnya 😉
LikeLike
Keluarrr juga akhirnya.
sukaak banget ma tempat ini
LikeLiked by 1 person
Mas Wahyu udah sampai kesini juga atau kemarin langsung ke Luwuk?
LikeLike
kemarin gag sempet mas, insyaallah tahun ini kalo kesana lagi mau mampir 🙂
LikeLiked by 1 person
Siiip, semoga kesampaian ya mas Wahyu.
LikeLiked by 1 person
Pemandangan bawah airnya mantab mas…Semoga bisa mampir kesini suatu saat nanti…
LikeLiked by 1 person
Iya betul, dan relatif masih kurang terjamah industri pariwisata dalam skala besar. Amiin amiin, semoga bisa kesana ya suatu saat nanti.
Terimakasih sudah mampir yaaa.
LikeLike
Eid Mubarak 🙂
LikeLiked by 1 person
Thank you my friend 😊
LikeLiked by 1 person
Foto mesjid nya juara banget aku suka
LikeLiked by 1 person
Makasih mas Cum 🙂
LikeLike