After all, every physical thing may turn into the dust, but good memories will stay forever.
Namaste! Setelah berbulan-bulan kembali dari Nepal dan berulang kali tenggelam dalam romansa kerinduan akan perjalanan itu, baru kali ini akhirnya saya benar-benar bertekad untuk menuliskannya. Alasan paling tepatnya adalah, karena saya merasa takut apa yang saya lalui saat itu, akan hilang bersama waktu dan ingatan saya.
Ibarat seorang manusia, Nepal adalah sosok yang renta namun mempesona. Kulitnya tak lagi kencang karena termakan usia, namun senyumnya sehangat bara. Mungkin ia berdebu, tapi itu pupur yang melengkapi keindahannya. Sederhana, tapi memikat.
Saya menghabiskan malam dan pagi pertama di Nagarkot, dimana dingin yang merentak tulang terbayarkan dengan keramahan orang-orang lokal yang pertama kali saya kenal. Menyatu bersama bergelas-gelas teh-madu-jahe yang mereka rekomendasikan untuk tenggorokan saya.

Kemudian Bhaktapur melemparkan saya ratusan tahun ke belakang. Saya masih ingat dominasi warnanya, terpulas merah bata tua. Saya masih ingat puncak-puncaknya, yang bersembulan saling berlomba. Saya masih ingat aroma sudut-sudutnya, yang mengembangkan dupa-dupa ke udara. Saya masih ingat riuh rendahnya, dimana alunan lembut mantra berpadu di antara bicara. Saya masih ingat kelembutan Juju Dhau, yang digelari yoghurt para Raja. Saya masih merasa di sana, tiap kali terpejam mengingatnya.
Kathmandu yang lebih metropolis kemudian memandu saya pada sisa-sisa kemegahan Kerajaan Hindu terakhir di dunia. Kini, di abad dua puluh satu, Nepal adalah Republik. Namun kejayaannya sebagai kerajaan silam masih terekam jelas di Basantapur. Dimana seorang Dewi yang hidup pun, masih mereka jaga. Seorang gadis perawan, bernama Kumari.

Liukkan labirin yang bersaling-silang di Thamel, menyesatkan saya dalam gelombang manusia yang penuh. Saya rela mengikuti alirannya, dan sesekali tersangkut di sudut-sudutnya. Ia riuh, namun saya merasa aman. Dan ketika jenuh, sesekali saya melepas penat di firdaus kecil, Garden of Dreams.


Berhari-hari saya berharap cemas agar bisa menatap langsung puncak segala puncak dunia, melalui Pokhara. Tuhan berbaik hati, Ia memberikan satu dari sembilan hari saya disana untuk mengagumi ciptaan-Nya. Kemegahan Himalaya adalah tiadalah berbanding. Ibarat benteng raksasa, menjulang tinggi dan berusaha merengkuh awan.
Siapa sangka, jika dataran itu dilahirkan dari dasar samudra?
Menatap senja dan fajar yang menimpa Himalaya menjadi puncak kebahagiaan selama di sana. Waktu serasa melambat ketika gemilang matahari menimpa hamparan salju, di antara desauan angin lirih yang mengaliri penjuru lembah.

Foto di atas, adalah gambaran dari senja yang menimpa Pegunungan Himalaya pada Range Annapurna, yang saya nikmati dari Sarangkot View Point. Sebuah titik pengamatan Himalaya, pada desa Sarangkot yang terletak di Pokhara.
Itu adalah salah satu senja terbaik yang pernah saya nikmati seumur hidup. Karena sebelumnya saya sudah menikmati beribu-ribu senja di perkotaan, beratus-ratus senja di lautan, dan berpuluh-puluh senja sembari menatap horison dari tepi pantai. Namun senja yang menenggelamkan pegunungan bersalju ini adalah yang pertama kalinya. Pun, ia adalah Himalaya yang megah itu.
Mungkin saya tak akan pernah bosan, dan bisa berpanjang-panjang membahas senja itu, nanti. Karena tulisan ini hanyalah pembuka, dari seri travelogue perjalanan saya selama sembilan hari di negara yang menjadi Kerajaan Hindu terakhir di dunia. Negeri Seribu Dewa. Negeri Seribu Kuil. Nepal.
Pada 25 April 2015 desakkan anak benua India terhadap Asia, telah menghancurkan bagian-bagian negeri itu. Himalaya bergetar, mahakarya sejarah runtuh, dan ribuan manusia meregang nyawa. Meskipun ia bukan tanah kelahiran saya, namun hati saya terserpih di sana. Jauh dipisah jarak dan waktu, saya hanya bisa ikut berduka. Kenangan saya terluka.
Suatu hari nanti, saya ingin kembali lagi kesana. Menengoknya. Meskipun saat ini, saya tak bisa membayangkan wajah baru yang ia miliki nanti. Saya hanya berharap jiwa Nepal akan tetap seperti dahulu. Seperti kata guru saya suatu ketika, Nepal is Never Ending Peace And Love. (bersambung)
Nepal salah satu wish list saya dan hati ikutan bergetar ketika mendengar kabar Nepal terkena gempa bumi T___T
LikeLiked by 1 person
Ayo Lid, coba kesana. Kalau suka ke India, ke Nepal pasti lebih suka deh. Tapi belum tau juga nih, Nepal paska gempa kemarin seperti apa.
Cuma aku yakin masih banyak yang menarik, terutama alamnya. Kalau kota-kota tuanya, mungkin agak berkurang areanya.
LikeLike
Izinkan saya mengkonfirmasi, apa saat ini Nepal juga masih berbentuk kerajaan Hindu, Mas? :hehe. Keren, rangkaian postingan ini pasti akan jadi sesuatu yang keren dan sangat saya nantikan :)). Budaya, bentang alam, semua menyatu secara apik banget dengan keramahan penduduk di sana. Ah, semoga suatu hari nanti saya bisa ke sana :hehe.
LikeLike
Sayang nya sudah gak lagi Gar. Sejak tahun 2001, Kerajaan dibubarkan dan sekarang Nepal statusnya adalah Negara Republik.
Doain tetap semangat dan lancar ya aku nulis kelanjutan serialnya hehehe … Makasih Gara.
Aku doakan semoga suatu saat nanti bisa kesana.
Pasti dirimu suka dan akan membuat banyak ulasan bagus tentang arsitektur, budaya dan pemahaman agamanya.
LikeLiked by 1 person
Ooo, sudah republik… baiklah :hehe.
Amiin amiin amiin untuk semua doanya :)). Saya tak bisa memberi lain selain semangat dalam bentuk komentar, semoga itu bisa jadi penambah bahan bakar untuk semangat menulismu, Mas :hehe. Selamat menulis :)).
LikeLiked by 1 person
Meskipun republik, aset2 bekas kerajaan tetap mereka rawat kok. Banyak istana dan kota2 kuno. Bahkan waktu itu Bhaktapur merupakan salah satu kota kuno yg terawat dengan baik.
Hmmm kalau mau nyumbang dana boleh kok Gar. Lumayan buat bekal jalan-jalan lagi hahahaha
LikeLiked by 1 person
Semoga Indonesia juga bisa merawat kenangan (banyak) kerajaan masa lalunya dengan baik ya Mas :hehe.
Amin :haha.
LikeLike
Amiin amiin 🙂
LikeLiked by 1 person
akhirnya keluar juga post tentang nepal..
gimana kabar nepal sekarang ya ?
LikeLiked by 1 person
Nah itu, belum baca dan dengar lagi up-date nya. Tapi semoga mereka bisa segera recover dari gempa bumi beberapa bulan lalu itu.
LikeLike
review kulinernya juga dong mas….
LikeLiked by 1 person
Boleeeh, nanti aku review beberapa. Cuma belum secanggih dirimu ya, kalau soal review makanan hehehe.
O iya, fyi masakan Nepal enak-enak lho. Mirip dengan masakan minang. Bumbu nya kental, tapi gak sekeras India.
LikeLike
banyak model dumpli gitu katanya, n banyak menu babinya……
LikeLiked by 1 person
Nah selama disana aku malah gak nemu menu babi, kecuali di Pokhara. Ada babi guling yg wanginya enaaak banget. Sayangnya aku gak bisa makan hehehehe
LikeLike
Duuuuh…jadi pingin ke sana 🙂 Great review – looking forward to the next one!
LikeLiked by 1 person
Ayo mbak kesana kalau mereka sudah stabil recoverynya. Aku pengen naik Annapurna … Makasih mbak. Ditunggu ya lanjutannya 😊
LikeLike
waaah mau dong gabung kalau naik annapurna
LikeLiked by 1 person
Tertarik naik Annapurna jug?
LikeLike
Nepal jadi negara yg ada dalam otak gw untuk di kunjungi 🙂
LikeLiked by 1 person
Kunjungi mas, aku yakin tetap menarik paska gempa kemarin kok.
LikeLike
Wuaaa, sudah sampai Nepal aja Mas Bart ini 🙂
Nepal keren ya, puncak-puncak dunianya itu loh 🙂
LikeLike
Jadi pingin bikin teh madu jahe nich tapi kalo pake es kayak nya seger hahaha
LikeLiked by 1 person
Boleh dicoba mas … Pakai sereh juga sedap kayanya
LikeLike
A lovely introduction to your post on Nepal…hope you get to return to Nepal again. Physical landscape definitely has changed but hope the genteel and resilience soul of Nepalis remain. I have never been to Nepal but hope I get there soon enough. Thanks for sharing 🙂
LikeLiked by 1 person
Your welcome, and thanks for your comment Kat. Amiiin, I hope you get there soon …
LikeLiked by 1 person
kamu ada buku ? tutur katanya menarik sekali,terima kasih sudah menulis tentang nepal,membantu mengumpulkan data2 ketika akan berkunjung ke sana, doakan Annapurna Basecamp.
LikeLiked by 1 person
Belum ada buku, tapi berencana ingin menulis buku. Doakan. Makasih yaaa 🙂
Mau ke Annapurna juga?
LikeLike
Kak, diriku ikut terseret dalam ceritamu ini.. ^.^
LikeLiked by 1 person
Ati-ati kak, jangan lupa pake pelampung 🙂
LikeLike
Saya mau baca dari awal biar makin kangen ke Nepal… *duhlama2berangkatlaginiiiih
LikeLiked by 1 person
Ayooo berangkat lagi. Ini aja aku lagi merencanakan untuk yang ketiga kalinya 😀
LikeLiked by 1 person
Waaaaah…. keren abis deh…. heboh solo trekkingnya belum diceritain ya?
LikeLiked by 1 person
Belum mbak. Ini aku lagi bimbang, mau aku tulis di blog atau di buku aja. So far, aku sedang ngedraft untuk bukunya. Doain lancar yaaa 🙂
LikeLiked by 1 person
Hmmm… walaupun ga diminta pendapat, prefer sih tulis di buku!!!! Pasti keren kan… solo trekking di annapurna!!! 👍
LikeLiked by 1 person
Nah cocok berarti. Gak salah kalau aku akhirnya memang agak menyimpan laporan perjalanan itu, soalnya aku sudah siapkan dalam bentuk buku. Doakan lancar ya mbak. Soalnya butuh energi banyak untuk menuliskannya, harus bagi-bagi sama urusan dan alasan lain 😀
LikeLiked by 1 person
Halo,
Boleh tau itinerary selama disana beserta total budgetnya?
Sewa mobil bisa dicari dimana ya?
LikeLiked by 1 person
Bisa dibaca lengkapnya di sini mas:https://bartzap.com/2016/08/25/9-hal-yang-bisa-dilakukan-di-nepal/
Untuk budget sih, waktu itu selama di sana 9 hari saya habis Rp 3 juta, share berdua dengan teman.
Untuk sewa mobil saya kurang tau, karena saya waktu itu naik transportasi publik. Tapi bisa dicari di Thamel, di sana lengkap banget. Mau cari segala layanan ada.
LikeLike
Kak, perjalanannya dibukukan aja kak, beneran deh
Udah waktunya naik level
LikeLiked by 1 person
Pengen, tapi belum pede 😁
LikeLike
haloooooooo, tulisan yang menarik sangat…..sangat menarik……rencananya tahun depan saya , suami dan anak ada rencana ke Nepal… boleh di share ittenary nya. Karena kami emang ga mau pake travel agent atau sejenisnya….
ini alamat email saya ya santypurwaningrum1662@gmail.com
makasiiiiihhhh yaaaaa
LikeLiked by 1 person
Sama-sama mbak, terimakasih juga sudah mampir baca-baca dan tinggalkan komentar.
Untuk itinerary, bisa dibaca kok tulisan berseri tentang Nepal ini. Kalau diikuti dan dirangkum, tulisan-tulisan ini merupakan itinerary. Dan kelebihannya, mbak jadi punya gambaran lebih tentang Nepal itu sendiri.
Selamat membaca, dan jangan lupa ‘tinggalkan jejak’ yaaaa.
LikeLike