“Rindu yang menancap di lidah bisa menjadi energi kuat bagi seseorang untuk mengunjungi kampung halaman.”
Saya memiliki banyak alasan untuk pulang ke Kudus. Karena di sana, tersimpan begitu banyak memori masa lalu yang menyenangkan. Masa kecil tanpa beban, hingga kala remaja yang manis untuk dikenang.
Dan dari sekian banyak alasan yang membuat saya ingin kembali ke sana, adalah segudang kuliner khas Kudus yang selalu menggugah selera. Yang hanya bisa saya nikmati di kota itu. Bukan hanya karena rasanya yang spesifik, melainkan juga isi penyusunnya yang mungkin agak jarang tersedia di tempat lain.
Dalam kunjungan yang sangat singkat di awal bulan Februari 2016 lalu, saya memburu kuliner-kuliner berikut demi menuntaskan rindu pada si Kota Kretek.
Lentog: Pembuka yang Gurih
Sulit mendeskripsikan padanan rasa yang tepat untuk menggambarkan kuliner satu ini. Secara penampilan mungkin mirip dengan lontong atau ketupat sayur. Namun secara rasa sangat berbeda, karena lentog sangat spesifik.
Lentog yang berarti lontong ini umumnya disantap pada pagi hingga siang hari. Terdiri atas potongan lontong yang disiram oleh kuah jangan gori atau sayur nangka muda, dilengkapi potongan telur pindang, opor tahu, kani atau santan kental gurih, serta taburan bawang goreng. Yang kesemuanya disajikan pada piring berlapis daun pisang.

Kuliner ini rasanya gurih, dan cocok sebagai pembuka hari. Pertemuannya dengan alas daun pisang menguarkan aroma khas tradisional nan sedap dan menggoda.
Bagi mereka yang menyukai citarasa pedas, maka tersedia dua jenis olahan cabai sebagai penyedap rasa. Yang pertama adalah kukusan cabai rawit utuh yang telah direndam dalam kuah santan sayur nangka muda. Dan yang kedua adalah sambal yang terbuat dari hasil tumbukan cabai rawit, bawang putih, dan terasi, yang ditumis dan kemudian disiram dengan kuah opor tahu. Mau coba yang mana? Tergantung selera. Kalau saya, lebih suka yang pertama.

Lentog yang terkenal di Kudus adalah Lentog Tanjung, karena pada awalnya kuliner ini lahir dan dipopulerkan oleh pedagang dari desa Tanjungkarang di Kecamatan Jati. Namun, saat ini lentog juga telah dijual di beberapa tempat lainnya di luar desa tersebut. Selain Lentog Tanjung yang umumnya berada pada sekitaran Wisma Haji di Jalan R. Agil Kusumadya, warung lentog yang berada di area GOR Wergu Wetan juga merupakan salah satu yang paling terkenal di seantero kota.
Bagi saya, sarapan pagi dengan lentog adalah sebuah pembuka wajib bagi kunjungan melepas rindu pada Kota Kudus.
Soto Kudus dan Filosofi Daging Kerbau
Soto merupakan salah satu signature dish Indonesia, yang secara umum merupakan sup berkuah dengan isian yang beragam. Hampir setiap daerah yang memiliki soto, menghadirkan kekhasannya masing-masing. Begitu pula dengan Kudus, yang memiliki sotonya sendiri.
Meskipun soto Kudus ada yang dijual dengan suwiran daging ayam, namun salah satu kekhasan soto Kudus asli adalah penggunaan daging kerbau sebagai sumber proteinnya. Pemanfaatan daging kerbau berakar pada anjuran Sunan Kudus kepada pengikut-pengikutnya untuk menghormati saudara-saudara mereka yang beragama Hindu. Dimana sapi merupakan hewan yang disucikan umat Hindu, sehingga sang Sunan melarang pengikutnya untuk menyembelih hewan tersebut meskipun dihalalkan dalam Islam, serta menggantikannya dengan kerbau.

Soto Kudus memiliki kuah yang bening tanpa santan, cenderung manis, dan terkadang memiliki citarasa pedas samar yang datang dari tumbukan lada dan jahe. Soto ini disajikan secara khas pada sebuah mangkuk yang berukuran relatif kecil, dicampurkan langsung bersama nasi, dengan isian kecambah, rajangan seledri, potongan daging kerbau, dan taburan bawang putih goreng yang agak masif. Tak lupa, perasan beberapa iris jeruk nipis dan sambal juga ditambahkan demi memperkaya rasa.

Citarasa kaldu kerbau yang gurih dan manis, serta bawang putih goreng adalah salah satu kekhasannya yang paling menempel di lidah. Dan karena ukuran mangkuk hidangnya yang kecil, maka biasanya saya minimal menghabiskan dua porsi soto dalam sekali kunjungan.
Oh iya, untuk menambah keseruan dalam menyantapnya, soto Kudus biasanya ditemani oleh beberapa kuliner pelengkap lainnya, seperti: sate kerang, sate telur puyuh, otak goreng tepung, jeroan goreng, dan perkedel kentang. Lezat khan? Tapi hati-hati, kolesterol bisa melonjak, jika tak pandai mengontrol diri.
Terdapat banyak warung soto Kudus yang terkenal di seantero kota, di antaranya adalah Soto Kudus Pak Ramidjan, Soto Kudus Pak Denuh, atau bisa juga memilih dari beberapa pedagang soto di Taman Bojana pada samping kantor Kabupaten.
Saran saya, kalau kalian ke Kudus dan berniat mencoba soto khas kota ini, maka pilihlah yang menggunakan daging kerbau, karena belum tentu kalian menemukannya di kota lain.
Sate Kerbau: Yang Tak Lekang oleh Waktu
Selain soto, sate khas Kudus juga menggunakan daging kerbau sebagai bahan utamanya. Dan jika pada umumnya daging yang digunakan untuk sate adalah ditusukkan mentah-mentah dan kemudian dibakar. Maka sate kerbau di Kudus melalui proses yang sedikit berbeda.
Daging kerbau memiliki tekstur dan serat otot yang lebih kasar, jika dibandingkan dengan daging sapi. Namun, pengolahan yang dilakukan dalam penyiapan sate ini membuatnya lebih lunak saat disantap. Biasanya daging kerbau yang akan dijadikan sate terlebih dahulu ditumbuk, lalu dicampurkan dengan beberapa bumbu serta bahan lainnya, sebelum ditusukkan dan dibakar di atas bara.

Sate daging kerbau khas Kudus memiliki rasa manis berempah serta lembut di lidah, yang dihidangkan bersama kuah bumbu kacang encer bercampur serundeng. Bagi mereka yang membutuhkan citarasa pedas, maka dapat ditambahkan sedikit sambal cabai rawit rebus ke dalam bumbu kacangnya sebelum disantap.
Warung sate kerbau di Jalan Menara, tepat di samping kompleks Masjid Al Aqsha dan Makam Sunan Kudus, adalah salah tempat yang paling bisa menuntaskan kerinduan saya pada kuliner ini. Tak ada yang berubah pada warung tersebut, bahkan setelah 20 tahun saya meninggalkan kota itu. Citarasa yang mereka sajikan, masih sama seperti dua dekade yang lalu.
Tahu Telur: Menu Santai bagi Makan Malam
Saya tidak tahu apakah sejatinya olahan tahu ini benar-benar asli Kudus. Karena seingat saya, tahu telur justru baru menanjak kepopulerannya pada awal tahun 90an. Kuliner ini dijajakan oleh para pedagang pada setiap malam di sepanjang Jalan Sunan Kudus, dari batas timur Kali Gelis hingga menjelang alun-alun Kota Kudus Simpang Tujuh.
Secara penampilan, tahu telur ini mirip dengan tahu gimbal yang dikenal di Semarang. Berupa potongan tahu yang disajikan bersama beberapa kerat lontong atau nasi, lalu ditambahkan telur dadar dan kecambah, untuk kemudian disiram oleh bumbu kacang. Namun, yang sangat jelas membedakan keduanya adalah dari bumbunya. Dimana tahu telur dari Kudus sangat kental dalam penggunaan bawang putih. Pedas gurih tahu bumbu yang dihasilkan oleh bawang putihnya dapat bertahan hingga beberapa saat di rongga mulut.
Warung tahu telur yang umumnya mengambil konsep lesehan, membuat kuliner satu ini cocok dijadikan pengisi makan malam yang santai. Mengobrol santai sembari makan malam selalu menyenangkan, bukan?
Nasi Pindang: Tanpanya Terasa Kurang
Jika melihat penampilannya sekilas, mungkin sego pindang atau nasi pindang ini mirip dengan rawon. Karena memang ditambahkan biji keluak (Pangium edule) ke dalam campuran kuahnya. Hanya saja, warna kuah nasi pindang tidak segelap rawon, melainkan kecoklatan. Mungkin ini terjadi karena adanya penambahan santan pada kuahnya, sehingga mengencerkan warna keluak yang kehitaman.

Nasi pindang memiliki citarasa gurih dengan aksen manis yang lembut. Disajikan pada sebuah piring yang dilapisi daun, dengan komposisi nasi yang disiram kuah pindang berlebih, berisikan potongan daging kerbau serta godong so atau daun melinjo muda, dan taburan bawang putih goreng.
Kuliner khas Kudus ini paling sedap disantap dalam keadaan panas. Dan seperti layaknya soto Kudus, nasi pindang juga umum disajikan bersama pelengkap semacam rambak atau kerupuk kulit, jeroan goreng, sate telur puyuh, dan perkedel.

Pujasera Taman Bojana di samping kantor Kabupaten Kudus menjadi sentra pedagang nasi pindang ini. Tapi saya dan keluarga memiliki warung langganan yang berada di Jalan Sunan Kudus, tak jauh dari tepi barat Kali Gelis dan salah satu rumah kembar Nitisemito yang merupakan konglomerat rokok kretek ternama di masa kolonial. Dan warung tersebut adalah favorit mendiang kakek saya.
Bagi saya pribadi, mengunjungi Kudus tanpa mencicipi nasi pindang tentu terasa kurang.
*****
Saya tak tahu apakah saya akan bosan seandainya kembali tinggal di Kudus, dan menyantap kuliner-kulinernya secara rutin. Namun pastinya, rindu yang menancap di lidah bisa menjadi energi kuat bagi seseorang untuk mengunjungi kampung halaman.
Bagaimana dengan kalian?
Lentognya memang top mas,,,, belum pernah nyoba tapi kata teman – temanku makanan ini wajib di coba ketika ke Kudus,,,, ama menara kudusnya tentunya yang paling ngehits dan wajib untuk dikunjungi…. Tapi ya soto kudus dengan sate kerbau kalau dilihat – lihat ya menarik juga dink, hehe
LikeLiked by 1 person
Nah makanya, yuk main-main ke Kudus dan cobain kuliner-kuliner ini, selain mengunjungi Menara Kudus nya yang ngehits itu.
Makasih udah mampir baca-baca dan tinggalkan komen yaaa 🙂
LikeLike
wah,bisa masuk bucket list ni buat long weekend. thanks infonya bro
LikeLiked by 1 person
Boleh bangeet, main-main ke Kudus ya. Sama-sama 😊
LikeLike
Wah, asli kudus ya mas? Perkenalan dengan kuliner kudus pertama kali waktu ada expo dr masing2 klub daerah di kampus, kami nyebutnya organda (organisasi kedaerahan), stand kudus tentu saja menampilkan soto kudus… gurih banget bawang gorengnya, kayaknya bawang goreng banyak dipake di kudus yah? unik..
satu lagi, baju adatnya juga unik.. saya masih ingat paras gadis bertopi tampah itu hahaha..
Makananan paling enak adalah makanan di rumah dan di kampung, setujuh!
LikeLike
Kakek yang asli Kudus, tapi aku sejak kecil sampai SMP tinggal di sana. Iya mas, bawang putih gorengnya itu yg khas banget. Dan kebetulan aku suka olahan yg banyak bawang putihnya juga.
Nah betul tuh, topi caping ala tampah nya itu cuma ada di Kudus, gak ada di tempat lain. Waktu aku kecil masih banyak ibu2 penjual sayur yg pakai topi itu.
Toss, masakan rumah dan kampung emang ngangenin!
LikeLiked by 1 person
Unik banget mas.. cuma di Kudus, aku pikir itu properti buat nari sama mas mbak ala kudus doang 🙂 Keren… semoga bisa main ke Kudus bareng Bartian..
LikeLiked by 1 person
Amiin amiin, semoga 🙂
LikeLiked by 1 person
🙂
LikeLiked by 1 person
untunglah saat baca postingan ini aku lagi makan soto, kalo nggak, alamat bikin ngences nih.. 😀
aku sampe sekarang masih ngidam mieso dari daerah aku tumbuh dulu.. 😦
sampe skg blom kesampean..
LikeLiked by 1 person
Hahaha untung ya, jadi naikkin nafsu juga.
Mieso? Emang dari mana asalnya mbak?
LikeLike
mieso di bengkalis riau mas..yg jual biasanya org jawa..di padang sini ga ada euy yg kaya gitu..
LikeLiked by 1 person
Ooo asli Bengkali, Kepri dong berarti. Definisi mieso nya gimana? Jelasin dong hehehe … Soalnya aku kenal juga makanan namanya mieso, tapi takutnya beda 🙂
LikeLike
bukan asli bengkalis sih mas..cuma aku gede di sana..bengkalis emang pulau tapi masuknya provinsi riau.. 🙂
mieso itu mie kuning ama bihun dikasi ayam disuwir2 mas, trus dikasi kuah kaldu kaya bakso gitu.. 🙂
LikeLiked by 1 person
Ooo kalau Bengkalis masih masuk Riau nya ya, bukan Kepri? hehehe maafkan 🙂
Ooo gitu, berarti beda sama mieso yang aku kenal. Wah jadi pengen nyobain juga. Kapan-kapan dibahas dong mbak di blogmu 🙂
LikeLike
iya mas 🙂
hahaha..ntar aku jadi tambah kebayang2 mas, kalo aku bahas di blog :))))
LikeLiked by 1 person
hahahaha bisa-bisa ngiler sepanjang hari ya? 😀
LikeLike
😀
LikeLiked by 1 person
Ternyata setelah baca tulisanmu jadi baru ngeh banyak hal” menarik ada di kota kenangan masa kecil kita itu 🙂 pas tinggal disana yg terekam banged mengajinya banyak guru hehehe
LikeLiked by 1 person
Emang kita suka gitu tante, kalau kelamaan tinggal di suatu tempat malah kita gak lihat sisi menariknya. Harus keluar sebentar baru bisa lihat 😄😄😄
Yoii, apalagi kalau ngaji di Pak Maskuri ya?
LikeLike
yawlaaaa kak Bart tega nih, aku nelene ludah berkali2 baca ini 😦
pengen lentog sama nasi pindangnyaaaa
btw aku gak terlalu doyan daging sih tapi agak penasaran sama rasa daging kerbau
LikeLiked by 1 person
Nah yuk main ke Kudus, biar bisa nelen makanan-makanan ini. Hmmm sekali-kali harus cobain makan kerbau Dit, biar gak penasaran. Ayo mas nya digeret ke Kudus.
LikeLike
Mampir ngiler, belum sarapan nekat baca postingan macam begini 😀
LikeLike
Hahahaha maafkaaaan, tadinya malah mau posting pas jam makan siang 😄😄
LikeLike
Kudus kulinernya ENAK SEMUA! dari pagi sampai malam, icip-icip tiada berkesudahan. Dulu pernah nulis juga tentang makanan Kudus disini http://fahmianhar.com/2013/07/25/wisata-kuliner-di-kudus/
BTW, warung lentong di Tanjung kan banyak banget Bart, langgananmu yang mana? atau menurutmu yang rekomen yang mana? Karena dari sekian banyak, aku selalu makan di tempat Bu Inyati timur perempatan jalan, jadi belum tahu yang lainnya.
LikeLiked by 1 person
Setuju. Unik dan spesifik juga. Wah aku harus baca nih, tulisan mas Fahmi. Testimoni orang luar Kudus tentang kuliner kami.
Kalau warung lentog aku gak ada langganan yg pasti, tapi aku selalu makan di dekat Wisma Haji, di jalan Agil Kusumadya. Itu jalanan pas baru masuk Kudus gitu mas. Terus lentog yg di GOR Wergu Wetan juga enak, tapi antri yaaaa, harus datang pagi2 biar gak kehabisan.
Bolehlah kapan2 kita janjian ke Kudus, nanti tak ajakkin basah-basahan di Rahtawu, di lereng gunung Muria. Pemandangannya keren deh!
LikeLike
Maaf bertanya, di mana sebenarnya Kudus? Mungkin kalau travel ke Indonesia nanti boleh pergi food hunt 😀
LikeLiked by 1 person
Kudus ini di Jawa Tengah. Cukup mudah untuk sampai ke sana. Cukup terbang dari KL ke Semarang dengan Air Asia (direct flight), lalu sambung naik mobil ke Kudus. Kudus Semarang hanya 1 jam dengan mobil.
Let me know if you want to visit it, maybe I can arrange my schedule so we can travel together. Selain makanannya, dirimu bisa melihat Menara Kudus yang dibangun pada abad ke 16. Itu adalah menara masjid yang arsitekturnya bergaya Hindu Budda.
LikeLiked by 1 person
udah sering ke Kudus, tapi selalu dilewati begitu saja. Ternyata banyak wisata kuliner juga ya, enak-enak banget kayanya. Tapi sayang semuanya pake daging ya? soalnya gak makan daging haha 🙂
LikeLiked by 1 person
Lentog gak pake daging kok, terus sotonya juga bisa gak pake daging, dan tahu telur jelas-jelas gak pakai daging dan telurnya bisa disingkirkan juga. Kalau satenya sih jelas-jelas gak bisa 😁😁
LikeLiked by 1 person
paling suka sama sotonya, waktu itu pernah nyobain yg versi vege tapi di jakarta, maknyuss
LikeLiked by 1 person
Memang sengaja jadi vegetarian atau gimana?
LikeLike
Sejak lahir sudah vegetarian mas. Memang keluarga besar semuanya vege 😀 sengaja biar lebih sehat & ramah lingkungan hehe
LikeLiked by 1 person
Wuih mantaaap. Nah kalian suka wisata kuliner yang vegetarian gak? Menarik tuh kalau dibahas.
Kebetulan ada temenku dari India pengen main ke Indonesia, kalau aku punya referensi wisata kuliner vegetarian khan enak. Soalnya rata-rata mereka vegetarian 🙂
LikeLike
Wah suka sekali mas, setiap pergi ke kota yg baru pasti nyari tempat makan vege.
hahaha awalnya sih pengen membahas tentang kuliner, tapi masih belajar bagaimana buat pembahasannya. Iya ya bagus itu kalau punya referensinya, tapi sayang belum bisa buat 😦 Mudah-mudahan bisa dibuat sebelum dateng kesini *amin
LikeLiked by 1 person
Amiiin 🙂
LikeLiked by 1 person
Aduh menyesal baca postinganmu ini malem2. Udah makan sih, tapi tetep bikin laper. Btw lentog aku baru denger, duh jadi pengen ke Kudus. Oiya, Pindang Kudus itu salah satu masakan yang mamaku suka masak. Aku suka sama sensasi godong so-nya.
LikeLiked by 1 person
Hahahaha maaf ya Bam. O iya, kalau ke Kudus bareng, bolehlah dirimu bayar sendiri ,,, biar bebas kalau mau nambah 😀
LikeLike
Hahahaha… iya, aku cuma mau nambah kalo bayar sendiri 😀
LikeLiked by 1 person
Besok-besok kalau aku yang bayarin, bakal aku sodorin nambah deh tanpa diminta. Kasiaan ada yang kentang sama Mie Kocok 😀
LikeLike
Iya, Om! Sama kaya lagu, rasa makanan (apalagi kalo dimakan di tempat tertentu) bisa semacam ngebuka kotak memori yang bahkan kita lupa pernah ngalamin kenangan tertentu. *Halah. Ngomong apa to, Yos…? 😂
Dari semua makanan yang dijembreng di atas, percayalah, cuma soto kudus yang udah pernah saya cobain. Itu pun saya ga yakin beneran pake daging kerbau bukan. Haha. Btw, itu lentognya kok menggoda ya. Saya malah bayangin itu buat makan malem tambahan 😂
LikeLiked by 1 person
Daleeem hahaha, tapi emang iya sih.
Aku rasa kalau soto Kudus yang di luar Kudus kemungkinan besar pakainya daging sapi atau ayam, soalnya memang daging sapi lebih umum di bagian lain Indonesia.
Nah kalau gitu cobain dong kang Iyos, sekalian main ke Kudus. Tapi kalau mau cari makan malam lentog agak susah ya, soalnya memang warung ini jamaknya buka pagi sampai siang aja di seluruh bagian kota.
LikeLiked by 1 person
Iya, Om. Nanti kalo ke Kudus pasti jajal makanan-makanan ini. Kok cuti orang dibatasin ya? Padahal kan… Bahahaha.
O iya ya? Saya mah liat foto lentog jadi bayangin sate padang. Makanya bayanginnya makan malem.
LikeLiked by 1 person
Hahahaha bukannya sekilas mirip gudeg ya. Soalnya waktu mau posting aku mikir, ini kok tampangnya lentog malah jadi mirip gudeg 😀
LikeLike
Ini bikin kelaparan namanya 🙂
LikeLiked by 1 person
Hehehe maafkan mbak. Pas jam makan ya di situ?
LikeLike
Aku penasaran sekali sama rasa daging kerbau, manis ya mas? Nanti kalau main ke kudus lah nyicipin lentognya juga. Foto-fotonya sukses bikin ngiler, sedap 🙂
LikeLiked by 1 person
Hehehe di lidahku sih gitu, manis gurihnya beda sama daging sapi. Siip siip, monggo main ke Kudus 🙂
LikeLike
Masa remaja mu manis macam dodol garut kah ??? hahaha
Btw gw baru tau ttg lentog, rasa nya mirip2 gudeg basah yaaa 🙂
LikeLiked by 1 person
Nggak doong, rasanya manis lengket kaya jenang Kudus hahahaha
Hmmm beda mas, rasanya spesifik, harus nyobain, baru tau bedanya dimana. Gak mirip masakan lain soalnya 🙂
LikeLike
Yo wes ajak aku ke kotamu dan kenalkan pada kedua orang tua mu #SiapDilamar hahaha
Biar aku tau beda nya 🙂
LikeLiked by 1 person
Ayolah main-main ke Kudus, tak guide wis …
LikeLike
lentog paduan lontong dan gudeg gitu yach bart, semuanya menggiurkan apalagi kalau ada cemilan sate kerangnya nelan ludah dech lihat foto makanannya.
LikeLiked by 1 person
Hahaha yuk cobain dong Lin, main ke Kudus 🙂
LikeLiked by 1 person
Hi Bart. Kebetulan nih nemu blog kamu. Dan liat postingan pertama tentang kuliner di Kudus. Sumpah, saya mendadak lapar.
Btw, salam kenal ya.
Cheers,
Nurul
LikeLiked by 1 person
Hai juga mbak Nurul, terimakasih sudah mampir-mampir dan tinggalkan komen yaaa. Hehehe maafkan kalau jadi bikin lapar. Salam kenal juga 🙂
LikeLike
Kuliner Kudus memang favorit semua! Paling suka sih sate kebo yang saus kacangnya spesial banget itu hehehe. Btw aku juga punya draft tentang kuliner Kudus, tapi belom kepublish aja malah keduluan dirimu hahaha
LikeLiked by 1 person
Mantap ya Lim sate kebo nya? Naaah, posting dong Lim ulasanmu. Pasti sudut pandangmu menarik 🙂
LikeLike
Soto kudus pakai daging kerbau? Gimana rasanya ya mas? Saya sudah rasakan yang pakai daging sapi ma ayam. Hemm…. perlu di coba nih
LikeLiked by 1 person
Nah harus dicoba mas Sandi, yang pasti beda dengan daging sapi. Enak kok rasa daging kerbau itu … 🙂
LikeLike
Hem… mantap siap mas. Kayaknya yang pakai daging kerbau cuma di kudus doang
LikeLiked by 1 person
Iya mas, soalnya memang daging kerbau tidak umum dipakai di tempat lain. Sementara di Kudus, jarang terdapat daging sapi.
LikeLike
saya baru tahu makanan2 khas kudus … selama ini hanya lewat2 doang di kota kudus ..
belum pernah makan daging kerbau … penasaran .. 🙂
LikeLiked by 1 person
Cobain besok-besok mampir ya mas, jangan lewat aja hehehe 🙂
LikeLike
Hahahaha..Asem jadi laper pas siang-siang buka ini. :p
LikeLiked by 1 person
Hahahaha monggo jajan mas Chan 😀
LikeLike
masakannya kesukaan saya semua..maklum saya juga orang pantura mas..apalagi nasi pindah itu loh, bohemier banget pokoknya..
LikeLiked by 1 person
Emang aslinya dari mana mas?
LikeLike
Kendal mas..
LikeLiked by 1 person
Ooo gak jauh-jauh rupanya 🙂
LikeLike
They look delicious… started following on Instagram my friend 🙂
LikeLiked by 1 person
Thank you Sree. Btw if you have a chance to visit Indonesia, you must come to this city. It has a beautiful mosque tower from 16th century, which is influenced by Hinduism art.
LikeLiked by 1 person
Will definitely visit Indonesia. Absolutely respect your attitude towards Hinduism
LikeLiked by 1 person
Sekilas, Lentog mirip gudeg, mas. Kuah gori-nya berwarna kecoklatan, lalu ada isian telur dan (kalau nggak salah lihat) krecek.
Penasaran sama Soto Kudus dan Sate Kerbau, seumur-umur belum pernah makan daging kerbau! Sama kayak di Jogja ya, kuahnya juga bening dan nasi biasa disajikan di dalam kuah soto.
LikeLiked by 1 person
Lentog gak ada krecek nya Gie, itu sebenarnya tahu, tapi mirip krecek ya jadinya. Ayo dong main ke Kudus, biar bisa cobain Soto dan Sate Kerbau nya 🙂
LikeLike
Oh iya tahu. Iya mirip krecek 😀
LikeLiked by 1 person
🙂
LikeLike
Iya, ini mah bikin kelaparan banget kalau makannya Mas :haha. Jadi menyesal banget dulu pas ke Kudus dalam perjalanan ke Pati tidak sempat makan soto kerbau–apalagi sate kerbau, tapi ya sudahlah ya, mungkin ini jadi alasan buat ke Kudus lagi :hehe.
Ngomong-ngomong soal kerbau, di Lombok daging kerbau juga jadi substitusi persembahan sebagai pengganti daging babi–karena umat Hindu di Lombok menghormati saudara Muslim yang mengharamkan daging babi–maka di beberapa pura di Lombok, daging babi haram sebagai persembahan. Berhubung sapi pun tak boleh jadilah kerbau sebagai penggantinya. Toleransi itu indah, ya :)).
LikeLiked by 1 person
Hahaha maafkan ya Gara, jadi bikin lapar. Dan mungkin ada benarnya, itu bisa jadi alasan untuk dirimu main ke Kudus lagi.
Gara, makasih banget ya untuk info soal persembahan di Lombok itu. Aku baru tau nih. Setujuuuu … Toleransi itu indah, membuat hidup lebih menyenangkan bagi siapapun.
LikeLiked by 1 person
Amin, mudah-mudahan bisa segera main ke Kudus :hehe.
LikeLiked by 1 person
Amiiin
LikeLiked by 1 person
Liat Lentog kok mirip-mirip gudeg ya Mas, btw saya suka jangan gorinya..hehehe, salam kenal Mas..
LikeLike
Sekilas mirip, kalau di dalam foto ini, tapi aslinya beda banget mas. Harus cobain deh.
Salam kenal juga mas 🙂
LikeLike
huaaaaa ada lentog tanjung di sana, kangen banget, aku pernah 1 bulan magang di Kudus, sering banget makan lentog tanjug karena enakkkk, yang deket sunan muria tuh dulu langganannya
LikeLiked by 1 person
Oalaaaah pernah di Kudus juga. Magang dimana kak?
LikeLiked by 1 person
di perusahaan pestisida, dulu daerahnya lupa dimana tapi dekat dengan kampus sunan muria, di sawah2
LikeLiked by 1 person
Oooo Gondang Manis itu kalau gak salah. Emang profesi mu apa sih kak?
LikeLike
Kesalahanku pas ke Kudus adalah nggak kulineran. Numpang lewat saja 😦
LikeLiked by 1 person
Nah berarti harus balik lagi ke Kudus dan nyobain kulinernya mas 😊
LikeLike
Langsung ngiler dan laper baca postingan iniii..Dan jadi pengen wisata kuliner Jateng :9
LikeLiked by 1 person
Naaah ayo main-main ke Kudus Nia … Harus cobain kulinernya, dijamin gak nyesel.
LikeLike
yummy ….
aku ga pernah makan sate kerbau 😀
LikeLiked by 1 person
Nah, berarti harus coba nih ,,, sekalian main ke Kudus yaaa 🙂
LikeLike
Glek. Kenapa enak2 semua gitu kenapaaa
Gw suka banget ama soto kudus, sering banget makan tapi yang soto ayam sih. Belum pernah ke Kudus dan makan soto ini di tempat asalnya…kayaknya musti ke sana. Penasaran ama lentog…
LikeLike
Nah, berarti harus ke Kudus secepatnya. Aku jamin pasti suka deh sama kulinernya, rasanya cukup bersahabat di lidah kita. Harus cobain makan Soto Kudus yang pakai daging kerbau ya, unik banget soalnya. Lentog juga wajib, terutama pas sarapan 🙂
LikeLike
wah kak bartz aku lama gak makan daging kerbau, dulu waktu di pantura sering 🙂 fotomu itu kok bisa indah indah gitu..bikin ngiler badai 😀
LikeLiked by 1 person
Berarti ini waktunya mas Dhanang buat main ke Kudus hehehehe … makasih mas 🙂
LikeLike
Otak gorengnya sekilas mirip perkedel atau pempek kulit kalo di Palembang 😀
Seumur hidup aku belum pernah makan makanan olahan daging kerbau. Katanya kalau masaknya gak bener bisa alot (sama jika masak kambing tapi gak bener jadinya tengik). Dan sambal Lentognya sekilas mirip tauco.
Salah banget aku buka ini di Senin pagi, jadi ngeces kan tuh hahaha
LikeLiked by 1 person
Iya betul, awalnya aku juga sempat ngira gitu. Cuma kok samar warnanya agak beda, pas aku tanya ternyata ada perkedel dan juga ada otak goreng.
Hmmm memang daging kerbau agak alot, tapi gak terlalu kok, masih gampang dikunyahnya. Dan menurutku aromanya agak beda, sedikit ‘wangi’ kalau kataku hahaha. Dan kaldunya juga beda Yan. Harus cobain deh, makan soto Kudus tapi yang pakai daging kerbau, jangan yang ayam.
Dan lentog ini harus banget dicoba, gak ada yang nyamain di kota lain. Sedap deh pokoknya.
Eh gak lagi puasa senin kamis khaaaan? 😉
LikeLike