Tanjakan itu masih panjang. Lintasan curamnya seolah berusaha menarik apapun yang melewatinya untuk meluncur ke bawah. Gravitasi adalah masalah bagi apapun yang berusaha mendakinya. Mobil yang kami tumpangi menggeram dalam, sementara aroma kampas kopling mulai merangsek ke dalam kabin demi usaha membawa kami ke atas. Kami semua menahan napas.
Akhirnya kami tiba di ujung atas. Namun tepat setelah mobil menikung pada dataran sempit, sekali lagi tanjakkan lain menanti. Tanpa ampun, tanpa istirahat. Kami harus bergegas, karena bersimpangan dengan kendaraan lain akan menjadi masalah baru. Sekali lagi kami dibawa menanjak, sambil menahan mual akibat lintasan dan aroma tak menyenangkan yang memenuhi ruangan.
Entah berapa lama itu berlangsung, tiba-tiba semua hening. Deraman mobil kami memelan dan jalanan mendatar, seiring munculnya pemandangan luas peradaban di antara hijaunya tanah Jawa yang penuh, hingga ke ujung cakrawala. Semua pandangan mengarah ke kanan. Jauh, melintasi tebing yang kami lalui.
“Kita sudah sampai di Sukuh!”, suara David memecah keheningan, diikuti keluh napas lega kami berenam.
Akhirnyaaaaa ….
Tri Mandala Candi Sukuh
Candi Sukuh berada pada ketinggian kurang lebih 1.100 meter di atas permukaan laut. Terletak pada bagian barat lereng Gunung Lawu, di Dukuh Berjo, Desa Sukuh, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar.
Bersama dengan Candi Cetho yang juga terletak pada lereng gunung yang sama, kedua candi ini terkenal karena memiliki ornamen lingga yoni dan arca yang provokatif serta arsitekturnya yang sangat berbeda dari tata bangun candi-candi tanah Jawa pada umumnya. Jika dilihat sekilas, bentuk bangunan utama candi Sukuh akan mengingatkan kita pada kuil-kuil Indian di Amerika Selatan. Yaitu punden berundak -mirip piramida- dengan puncak terpancung.
Meski terletak pada puncak lerengan tinggi, kompleks candi yang tidak terlalu luas ini terlihat cukup terawat dan rapi. Dikelilingi oleh pepohonan rindang pada area utamanya, membuat saya dan teman-teman merasa nyaman ketika mengeksplornya. Belum lagi letaknya yang langsung lepas menghadap lembah, membuat angin sepoi-sepoi bebas mengaliri kompleks tersebut. Kami sempat membeli tiket, sebelum masuk ke dalam kompleks Candi Sukuh. Retribusinya cukup murah, dan sangat sebanding dengan keterawatan kompleksnya.

Hal pertama yang saya datangi di kompleks ini adalah gapura utamanya. Karena seperti bangunan-bangunan lain pada umumnya, biasanya pada tempat penyambut tamu inilah tersimpan informasi tahun pembuatan bangunan.
Gapura utama Candi Sukuh memiliki bentuk trapesium, dengan sisi luar yang miring ke arah tengah. Dan pada bagian tengahnya terdapat celah dengan tangga mengarah ke dalam. Terdapat dua relief yang sangat mencolok pada gapura utamanya. Di bagian kiri terdapat relief raksasa yang sedang memakan manusia, dengan kakinya yang terentang lebar membentuk gapura. Jika diterjemahkan menggunakan ilmu sengkalan jawa, maka relief tersebut membentuk candrasengkala Gapura Butha Anguntal Jalma.

Gapura mewakili angka 9, butha mewakili angka 5, anguntal mewakili angka 3 dan jalma mewakili angka 1. Sehingga jika dibalik akan membentuk angka 1359 tahun Saka, atau menjadi 1437 tahun Masehi. Yang berarti candi ini dibangun pada abad ke 15 M, di sekitar kejayaan Kerajaan Majapahit di Nusantara.
Sedangkan pada bagian kanan gapura terdapat relief raksasa yang sedang menggigit buntut seekor ular. Atau diterjemahkan sebagai candrasengkala Gapura Butha Anahut Buntut, yang juga akan menghasilkan angka tahun yang sama seperti relief sebelumnya.
Selain itu terdapat juga relief buta Kala sebagai penolak bala pada atap lorong candinya, dengan janggut panjangnya yang diukir pada langit-langit lorong gapura. Dan pada dinding utara serta selatan gapura terdapat relief Garuda dengan sayap terentang yang sedang mencengkeram dua ekor naga. Mungkin ini adalah penggambaran Garuda putra Dewi Winata dan naga-naga anak Dewi Kadru dalam kisah pencarian Tirta Amerta (air kehidupan).

Setelah mendaki undakan tangganya ke arah atas, langkah saya terhenti karena terdapat pintu pagar kayu yang membatasi saya untuk bisa masuk ke dalam lorong gapura yang panjangnya kurang lebih sekitar dua meter. Dan kondisinya terkunci, dengan rantai bergembok yang menjuntai. Pintu pagar kayu tersebut dipasang pada kedua ujung lorong gapura, sehingga tak satupun orang yang bisa melaluinya.
Awalnya saya tak mengerti, mengapa lorong gapura tersebut harus ditutup. Sampai kemudian saya melihat relief yang terletak pada lantai lorong yang terbuat dari batu hitam tersebut. Ah pantas saja!

Dan inilah dia, salah satu ciri khas Candi Sukuh yang terkenal itu! Pahatan lingga dan yoni dalam bentuk yang provokatif. Sebuah relief yang eksplisit dari penis (lingga) dan vagina (yoni) yang berhadapan dan bersiap untuk ‘penyatuan’, dikelilingi sulur rantai bermata sebelas.
Sebenarnya lingga yoni sebagai lambang kesuburan adalah sesuatu yang lazim berada pada candi-candi beraliran Hindu maupun Siwa-Buda Tantrayana -seperti Candi Sukuh ini-. Namun, pada umumnya penggambaran lingga yoni pada candi atau kuil lainnya akan lebih ‘halus’. Sementara, pada candi Sukuh -dan juga Cetho-, alat kelamin yang merepresentasikan perlambangan itu ditampilkan lebih ‘vulgar’. Sehingga, secara serampangan terkadang Sukuh dan Cetho seringkali disebut sebagai candi porno.

Secara arsitektural, kompleks Candi Sukuh dibagi menjadi tiga bagian, berupa tiga teras yang dipisahkan oleh tiga gapura, dan seringkali disebut sebagai Tri Mandala. Yaitu Nista Mandala di bagian pertama, Madya Mandala di tengah dan Utama Mandala yang merupakan areal utamanya. Pada filosofi Hindu, ketiga mandala ini melambangkan konsep perjalanan manusia, yaitu lahir, hidup dan mati atau Satria, Raja dan Brhmana.
Kondisi gapura kedua yang merupakan pintu masuk Madya Mandala tidaklah selengkap gapura utama. Dinding gapuranya hanya tersisa setengah, meskipun tangganya masih utuh. Saya juga melihat sepasang patung penjaga gapura di situ, mungkin Dwarapala, namun posturnya sudah tidak terlalu jelas.

Justru area Utama Mandala pada teras ketiga nya yang merupakan bagian terkaya dari kompleks Candi Sukuh. Selain keberadaan candi utamanya, pada area ini terdapat juga candi perwara, panel-panel relief dan arca-arca yang tersebar.
Pada bagian kanan candi terdapat dua buah patung Garuda bertaji dengan sayap terentang, namun tanpa kepala. Dimana pada bagian ekornya terdapat prasasti, -yang setelah saya cari dari beberapa sumber- berbunyi:
Lawase rajeg wesi duk pinerep kapeteg dene wong Medang ki hempu rama karubuh alabuh geni harbut bumi kacaritane babajang mara mari setra hanang tang bango.
Yang kurang lebihnya bermakna adanya perang saudara pada masa pemerintahan Majapahit yang dilakukan oleh orang -keturunan- Medang pada hari Pager Wesi, yaitu hari Rabu Kliwon Wuku Sinta. Dimana salah satu pemimpin atau pejabat kerajaan tewas membela tumpah darahnya. Sampai kemudian perang berakhir ketika ada kehadiran seorang anak kecil yang merupakan keturunan keraton.

Prasasti ini bisa jadi merupakan penggambaran kondisi politik yang terjadi pada saat pembangunan Candi Sukuh ini.
Pura Desa yang Menyimpan Makna
Penulis berkebangsaan Belanda Dr. W. F. Stutterheim bahkan berteori, bahwa kemungkinan Candi Sukuh dibangun bukan oleh undagi Istana, melainkan hanya pemahat kayu dari desa, demi memenuhi kebutuhan mendesak akan adanya pura pemujaan di daerah tersebut. Sementara kondisi geopolitik saat itu tidak memungkinkan membangun candi yang lebih monumental.
Candi Sukuh termasuk sederhana dalam bentuknya, tanpa ukiran yang rumit pada bangunan utamanya. Lebih menyerupai punden berundak dari masa megalitikum. Pada bagian depan terdapat lorong sempit yang dilengkapi tangga, mengarah masuk ke dalam badan candi dan akan tembus keluar pada bagian lantai tertingginya. Sementara di bagian depannya terdapat sebuah meja datar berbentuk kura-kura yang dipercaya sebagai altar, tempat meletakkan sesaji persembahan.


Kesederhanaan Candi Sukuh juga terlihat dari bentuk candi perwaranya yang hanya berupa bangunan persegi yang dihiasi ornamen relief cerita pada dindingnya. Di dalam rongga candi perwaranya terdapat satu patung yang disucikan dan diberi sesaji pada hari-hari tertentu. Mungkin ini adalah pepunden desa, yang menunggu Candi Sukuh yang dinamakan Ki Ageng Sukuh.
Di area Utama Mandala ini, juga terdapat lima panel relief yang jika ditelaah merupakan penggambaran cerita dari Kidung Sudamala. Kisah ini pada intinya menggambarkan tentang sifat ksatria yang ditunjukkan oleh Sadewa -salah satu putra Pandawa- dalam menjalankan takdirnya, yang juga menggambarkan peruwatan Btari Durga olehnya. Sehingga, dengan adanya relief ini dapat diambil kesimpulan, bahwa Candi Sukuh juga merupakan candi ruwatan, atau ditujukan untuk menolak bala.

Panel relief yang menarik lainnya adalah adanya penggambaran rahim raksasa yang dibentuk dari dua naga tanpa ekor, dimana di dalamnya terdapat cerita dan tokoh yang berseberangan, kanan dan kiri, yang merupakan penggambaran dari karma baik (Subakarma) dan karma buruk (Asubakarma). Relief ini dianggap pula sebagai penggambaran Sangkan Paraning Dumadi atau Asal Tujuan Penciptaan.




Sungguh tak dinyana, di balik bangunan candi yang secara bentuk dan skala dianggap sederhana ini tersimpan banyak filosofi yang menarik untuk digali. Selain memang sampai saat ini, masih banyak sisi misteri di balik kisah pembangunan candi desa ini.
Dengan segala keunikan dan kekayaan materi penyusunnya, candi satu ini wajib dikunjungi terutama oleh para penggemar sejarah dan arsitektur kuno. Tapi sebelum mengunjunginya, pastikan kesehatan kendaraan Anda dalam kondisi yang cukup prima. Sungguh, tanjakannya kejam!
Mirip chichen itza yang di meksiko itu yaa…
LikeLike
Iya, ada kemiripannya. Mungkin memang itu desain yg mengglobal pada masanya …
LikeLike
Candi nya keren ya!!… mirip sama chichen itza yg di meksiko itu…
LikeLiked by 1 person
Iya betul, ada kemiripan. Mungkin mereka saling menginspirasi 😁😁
LikeLiked by 1 person
Mirip banget dah! Kecuali kayaknya candi ini adalah candi agak “mesum” di Indonesia 😀
LikeLiked by 1 person
Hehe walaupun mungkin artinya bukan untuk tujuan “mesum” 😊
LikeLike
Candi favoritku secara dekat ditempuh dari Solo hehe. Nggak pernah bosan bolak-balik ke sana, meski kadang kalang kabut berlarian saat hujan datang, bingung mo berteduh di pohon yang mana. 🙂
Dari dulu masih belum bisa menebak apa maksud kehadiran sosok berhelm di reliefnya, rasanya candi ini menyimpan sejuta misteri yang takutnya saat terkuak mungkinkah sejarah akan berubah dari yang telah diceritakan turun-temurun? 🙂
LikeLiked by 1 person
Asiik, berarti kalau ke Solo lagi, kita kesini ya Lim. Sosok berhelm di relief yang mana ya Lim? Kok aku kelewatan? Waaah, jadi seru nih … Dapat info tambahan 😊😊
LikeLike
Dari salah satu sumber yang aku baca alasan mengapa bentuk Candi Sukuh lebih mirip punden berundak dari masa megalitikum dibandingkan dengan candi-candi Jawa pada umumnya karena pada masa itu Hindu mulai pudar pengaruhnya di Jawa. Banyak bangsawan Hindu yang lari ke Bali sambil membawa pemahat-pemahat terbaiknya. Sehingga, seperti yang kamu tulis, karena masyarakat di kaki Gunung Lawu pada masa itu membutuhkan bangunan pemujaan tapi pemahat-pemahat terbaik Hindu kala itu banyak yang sudah meninggalkan Jawa, akhirnya masyarakat setempat mengambil bentuk pra-Hindu untuk candi mereka. Dari sumber lain yang aku baca salah satu pola yang sering terjadi di dunia adalah ketika suatu kebudayaan berada pada masa penurunan, masyarakatnya cenderung untuk kembali ke identitas mereka yang ada sebelum kebudayaan tersebut berkembang.
By the way, perjalananku ke Candi Sukuh tiga tahun yang lalu itu kalo dipikir-pikir panjang juga. Berangkat habis subuh bawa mobil dari Semarang, parkir mobil di bandara Adi Sumarmo, lalu naik Damri ke terminal X (lupa namanya), lalu ganti bis yang menuju suatu pasar di suatu desa, lalu ganti ke angkutan pedesaan, akhirnya naik ojek. Dan aku sempet ketiduran di salah satu bis. 😀
LikeLiked by 1 person
Terimakasih banget Bama, tambahan informasimu soal kenapa bangunan Candi Sukuh itu sederhana, keterkaitan dengan eksodus kaum Hindu dan senimannya ke Bali plus pola kembalinya masyarakat ke kebudayaan asal mereka ketika terjadi penurunan benar-benar menambah wawasanku juga.
Hahaha benar-benar panjang itu jalanmu menuju Sukuh ya? Pakai acara sempat ketiduran pula 😊
By the way, dengan kesederhanaannya itu justru Sukuh malah tampil beda dan ‘eye-catching’ yaaa … Aku pernah posting soal Sukuh ini di trover.com … Ada bule yg liat dan dia kaget karena selama 10 tahun dia tinggal di Jawa dia sama sekali gak ngeh dengan keberadaan Sukuh. Akhirnya dia berniat untuk balik lagi ke Jawa secepatnya, untuk mengunjungi candi satu ini 😊😊
LikeLiked by 1 person
Yes, saking eksotisnya sampe-sampe postinganku soal Candi Sukuh sempet banyak banget viewnya selama beberapa lama. Mungkin karena aku pake kata ‘naked’ di judulnya sih, hehe.. 🙂
LikeLiked by 1 person
Hahahaha emang kalau ada naked-naked nya orang aja langsung pada nyamper.
Aku juga sempat galau mau kasih judul apa ke postingan yg udah aku draft sejak bulan lalu ini. Tadinya mau aku kasih judul Candi Porno or apa gitu. Tapi kok ya gak tega, karena emang maksudnya bukan begitu … Akhirnya jadinya ini deh 😁😁
O iya, aku sempat juga baca postinganmu soal candi ini beberapa waktu yg lalu Bam 😊😊
LikeLiked by 1 person
Iya, karena tujuan candi ini dibangun kan gak ada porno-pornonya, mirip sama beberapa candi di India sana.
Hayooo, kamu tertarik baca karena ada ‘naked’nya juga atau enggak? Hehe.. becanda
LikeLiked by 1 person
Hahahaha Bama ih nanyanyaaa ,,, khan jadi malu 😄😄
Tapi waktu itu aku emang random baca2 di blog mu, kebetulan yg itu menarik! Hahahahaha …
LikeLike
Beberapa kali ke Solo tapi belum pernah mampir, kayaknya misterius ya candinya bikin penasaran.
LikeLiked by 1 person
Sempetin mampir Dit kalau ke Solo lagi, sekalian main ke Tawangmangu. Jangan lupakan juga candi Cetho, yg hampir mirip Sukuh.
Misterius dan unik. Eh tapi bukannya semua candi itu misterius dan unik ya? 😊
LikeLike
Berarti next time kesini mendingan bawa driver yang sudah pengalaman ya #noted
Arca Garuda-nya mengingatkan pada sosok makhluk luar angkasa gak sih? *sok berspekulasi*
LikeLiked by 1 person
Dirimu khan pengalaman kak Badai? *langsung serahin kunci mobil*
Sosok apa kak? Alien ya?
LikeLike
candi walau nyentrik tp salah satu yang aku suka
LikeLiked by 1 person
Wah Candi Sukuh banyak penggemarnya 😊
LikeLike
yoi hahha
LikeLiked by 1 person
Jadi disinilah lingga dan yoni jadian yaaaa #SuitSuit
LikeLike
Kayaknya sih gitu mas Cum 😁
LikeLike
Hahaha bias aja mas Cumi 🙂
LikeLike
Arca ‘porno’ memegang penis itu kabarnya pemberian dari seorang seniman ya? Bukan dari peninggalan Candi SUkuh? Atau entahlah hehehe…
Saya pengen banget ke sini sebenarnya, tapi pertama ke Lawu cuma buat naik gunung, lalu pulang ke Malang dari Solo lewat Tawangmangu juga lewat aja karena tebruru-buru… 😦
LikeLiked by 1 person
Nah info tentang arca ‘porno’ satu itu aku juga masih cari-cari Qy. Info darimu bisa dijadikan bahan untuk cross-check nih. Tapi memang kalau melihat dan membaca info-info tentang candi Sukuh, arca satu ini kurang sekali penjelasannya. Dan seperti yang kita semua pikirkan, memang masih banyak misteri yang dikandung oleh bangunan satu ini, baik sejarah dan catatannya.
Aku malah belum pernah naik ke Lawu, baru sempat lewat pintu masuk pendakiannya. Dan penasaran sama warung yang ada di puncaknya itu. Trip bareng mungkin kita Qy? 🙂
LikeLike
Iya mas, saya juga penasaran, apalgi belum ke sana hahaha.
Iya ada dua warung, Mbok Panut yang di Sendang Drajat; lalu Mbok Yem di Hargo Dalem. Aminin aja deh 😀
LikeLiked by 1 person
Bangunannya emang beda ya, gak kayak candi borobudur atau prambanan gitu hehe, bersih banget kawasan candinya 🙂
LikeLike
Yup, beda banget, bahkan jika dibandingkan dengan hampir seluruh candi di tanah Jawa 🙂
LikeLiked by 1 person
Wah, Candi Sukuh dan Cetho adalah candi yang ingin banget saya datangi Mas :hehe, lumayan bisa sembahyang di sana soalnya kan Candi Cetho sudah jadi pura, ya. Mudah-mudahan bisa datang ke sana :amin. Kalau soal teori, Candi Sukuh memang banyak banget teorinya, sejauh kepala saya bisa mengingat.
Dari mulai aliran Tantra yang masif banget berkembang di senjakalanya Majapahit (figur bertopi yang dibahas Mas Halim di atas kayaknya berhubungan dengan ini) terus bentuk urutan candi yang menurut konsep tri mandala yang sekarang jadi pakem pura-pura di Bali :hehe. Banyak yang harus saya pastikan kalau saya jadi berkunjung kemari, tapi pertama-tama kita mesti sembuh dulu :hihi.
LikeLike
Nah itu, harus sembuh dulu. Lalu ambil trip ke Solo, culik Halim ke Lawu.
O iya benar juga, aku lihat waktu di Cetho banyak banget umat Hindu yang bersembahyang. Mereka pakai baju tradisional Bali gitu. Dan banyak sesaji di candi utamanya,. Aku pengen juga sih nulis soal Cetho, cuma sayang koleksi fotoku agak berceceran nih soal Candi satu ini.
terimakasih juga info tambahannya soal Tri Mandala ya Gara 🙂
LikeLiked by 1 person
Yep, Candi Cetho memang sudah jadi pura kahyangan jagad, satu lagi tambahan di pulau Jawa :)).
Sip, sama-sama :)). Konsep lengkapnya sih Sapta Mandala, ada di Besakih :hehe.
LikeLiked by 1 person
Kapan-kapan kita harus ketemu dan ngobrol-ngobrol deh soal yang kaya begini. Pasti bakal seru dan rame 🙂
LikeLiked by 1 person
I’m looking forward for that time to come :)).
LikeLiked by 1 person
Kayanya udah sejak kapan ngerencanain ke sini, tapi masih cuma jadi wacana xD
penasaran euy!! itung2 ke sini dulu lah ya sebelum ke Itza,, hehehe
LikeLiked by 1 person
Nah iya bener tuh Cok. Kabar-kabarin aja kalau mau kesitu, siapa tahu bisa jalan bareng. Sekalian ke Candi Cetho juga, yg hampir mirip temanya, dan saat ini diaktifkan sebagai pura.
LikeLike
orang tua saya tinggal di karanganyar, jadi lumayan lah kalau dari rumah ini mas. pertama kali kesini sama istri. apa lagi saat itu baru aja nikah, liat relief dan patung patungnya yang radha porno malah kita jadi ngakak ngakak sendiri 😀
wah mas tulisan kamu lumayan detail, kayaknya saya harus banyak belajar dan mungkin bawa buku catatan kecil dan rewrite kembali ke blog ya..
LikeLiked by 1 person
Wah enak dong kalau mau main ke Tawangmangu, Sukuh atau Cetho gampang. Hahaha ngakak tandanya ngerti :-p
Sama-sama mas, saya juga masih belajar, biasanya saya bawa catatan atau menulis di hape untuk bahan, nanti pas mau nulis dikembangkan lagi dengan riset kecil-kecilan 🙂
LikeLike
Hahaa..tau aja klo ngakak tandanya ngerti..iya mas deket msh 1 kabupaten soalnya hehee
LikeLiked by 1 person
Boleh dong mas lebih banyak dibahas potensi wisata dan kuliner di Karanganyar … Btw waktu itu saya lihat jalan menuju Candi Cetho itu menarik banget alamnya
LikeLike
Ya, hampir di seluruh candi di Indonesia, kuil di India selalu menampilkan lambang kesuburan lingga yoni. di India lingga nya lebih banyak, bahkan secara khusus ada kuil untuk lingga ini. Biasanya perempuan ketika memuja disiram sama susu.
LikeLike