Saya jatuh cinta pada Ubud, sejak pandangan pertama. Sehingga setiap kali ada kesempatan mengunjungi Bali, saya kerap memasukkannya ke dalam itinerary. Bagi saya, Ubud selalu dapat menghadirkan romansa pulau dewata yang sesungguhnya. Sehingga, tak peduli apapun agenda utama saya di Bali, Ubud tetap saya singgahi.
Di awal 2019 lalu, saya kembali mengunjungi Ubud. Sebenarnya hanya untuk bersantai saja, sembari berburu beberapa air terjun di sekitarnya. Namun, karena saya tinggal lebih lama dari biasanya, maka saya berusaha mencari satu kegiatan baru yang bisa saya lakukan di sana. Dan saya memilih kelas memasak. Alasannya sederhana, karena (sesekali) saya suka menghabiskan waktu di dapur. Setidaknya memasak untuk diri sendiri, keluarga, atau teman-teman terdekat.
Meskipun jenis masakan lokal Bali yang dapat saya cicipi jumlahnya terbatas. Namun, harus saya akui jika beberapa di antaranya termasuk ke dalam daftar favorit. Dan rasanya, akan sangat menyenangkan jika saya dapat menguasai teknik pembuatannya. Sehingga, jika suatu saat saya dilanda rindu, maka dendamnya dapat dituntaskan segera.
Paon Bali: Dapur Pulau Dewata yang Ceria
Saya memutuskan untuk bergabung pada sesi kelas memasak yang diadakan oleh Paon Bali Cooking Class, karena alasan yang sederhana. Yaitu ulasan yang cukup bagus dari mantan murid-muridnya, serta keyakinan jika menu-menu mereka cukup aman bagi keyakinan saya.
Sistem pendaftaran mereka pun simple, dengan kursi kelas yang langsung terjamin bagi saya dan teman seperjalanan. Sehingga kami terbebas dari rasa kecewa, akibat kelas yang dibatalkan secara tiba-tiba. Seperti yang pernah saya alami, pada sebuah kelas memasak di Bangkok.
Di hari yang telah ditentukan, seorang supir menjemput kami dan beberapa peserta lainnya. Dan sebagai pembuka, kami dibawa ke pasar tradisional Ubud, untuk memahami beberapa bahan serta bumbu yang umum digunakan dalam masakan-masakan khas Bali. Tidak terlalu banyak yang aneh dan baru bagi saya. Karena secara umum bumbu-bumbu masakan Bali, tak berbeda jauh dari masakan Nusantara lainnya yang sudah saya kuasai.
Ibu Puspa, yang menjadi guru kami di hari itu, adalah sosok yang jenaka. Sejak awal kemunculannya, ia membuat kelas kami terasa ceria, dengan celotehannya yang riang dan sedikit blak-blakan. Meskipun tak terlalu canggih, namun bahasa Inggris yang digunakannya cukup informatif. Sehingga dapat mengakomodir kami, para peserta, yang terdiri dari beberapa bangsa.
Kelas memasak yang kami gunakan hari itu adalah miliknya, yang dikelola bersama sang suami. Menempati sebuah kompleks rumah khas Bali, dengan pura keluarga yang megah di bagian depannya. Sementara dapurnya sendiri bergaya semi terbuka dan berada di bagian belakang rumah, yang menghadap ke persawahan dan dibatasi oleh dinding tak seberapa tinggi.
Basé Genep: Rahasia Kelezatan Masakan Bali
Hal pertama yang harus dipelajari dalam memasak masakan Bali adalah penyiapan bumbu dasar mereka yang disebut sebagai basé genep. Karena ini merupakan kunci rahasia yang digunakan pada semua masakan Bali, terkecuali pada hidangan penutup dan jajanan pasarnya.
Basé genep sendiri adalah sebuah set bumbu dasar yang diracik dari belasan jenis bahan dan rempah-rempah, seperti: bawang merah (Allium cepa L. var. aggregatum), bawang putih (Allium sativum L.), jahe (Zingiber officinale), kunyit (Curcuma longa), lengkuas (Alpinia galanga), kencur (Kaempferia galanga), cabai merah besar (Capsicum annuum L.), cabai rawit (Capsicum frutescens L.), daun salam (Syzygium polyanthum), batang serai (Cymbopogon citratus), biji kemiri (Alleurites moluccanus), daun jeruk purut (Citrus hystrix), merica (Piper nigrum), dan ketumbar (Coriandrum sativum).
Yang terkadang juga ditambahkan beberapa bahan khas lainnya sebagai penyedap khusus, misalnya: bangle (Zingiber montanum), kecombrang (Etlingera elatior), jangu (Acorus calamus), bahkan kemenyan (Styrax spp.). Konon, bahan terakhir ini merupakan rahasia utama dari kelezatan Ayam Betutu khas Bali.
Karena basé genep ini dapat digunakan pada hampir semua jenis masakan Bali, maka biasanya cukup disiapkan sekali dalam jumlah yang agak banyak. Dan kemudian disimpan, untuk digunakan manakala dibutuhkan. Jadi, lebih praktis, khan?
Dari Merajang di Talenan hingga Menumbuk di Lesung
Setelah penjelasan singkat tentang basé genep, seluruh peserta dibagi ke dalam beberapa kelompok yang berpasangan. Dan sebagai pembuka, kami harus menyiapkan segala bahan yang dibutuhkan. Mulai dari membersihkan, memotong, merajang, hingga menghaluskan beberapa bumbu dengan menumbuknya pada lesung.
Setiap beberapa saat, kesibukan per kelompok akan dihentikan, untuk selanjutnya meneruskan pekerjaan kelompok yang lain. Sehingga masing-masing dari kami merasakan seluruh kegiatan yang ada. Tak terkecuali.
Tentunya keseruan tak terhindarkan. Karena banyak dari peserta yang menemukan pengalaman baru di kelas ini. Seperti menumbuk bumbu di lesung, misalnya. Di mana mereka mungkin lebih sering menghaluskan bumbu dengan food-processor. Atau mungkin memasak dengan teknik bumbu yang tak pernah dihaluskan. Terutama bagi mereka yang berasal dari luar Indonesia.
Dan, dalam beberapa saat saja, basé genep yang dibutuhkan untuk kelas memasak hari itu, telah siap sedia.
Lezat Dalam Sekejap
Keseruan kelas memasak berlanjut dengan mengolah bahan-bahan yang ada menjadi beragam masakan khas Bali yang lezat. Dan saya mencatat, ada beberapa jenis masakan yang sebenarnya mirip dengan masakan yang sering saya temui dalam kehidupan sehari-hari, yaitu gado-gado.
Namun yang unik adalah, gado-gado di kelas memasak ini menggunakan basé genep sebagai bahan dasarnya. Menarik, meskipun awalnya agak aneh bagi saya.
Tapi dari semua jenis masakan yang kami praktikkan, saya paling bersemangat ketika kami mencoba untuk membuat sate lilit. Karena ini adalah favorit saya.
Ternyata, meskipun cara pengolahannya tak sederhana, namun juga tak sesulit yang saya bayangkan selama ini. Mungkin, dengan berlatih berulang kali saya akan bisa menyiapkannya semudah apa yang kami praktikkan hari itu.
Entahlah, di bawah bimbingan dan tangan bu Puspa, semua masakan-masakan tadi tampak praktis dan cepat disiapkan. Bahkan, beliau bisa membuat kolak pisang dan ketela yang jadi dalam hitungan 15 menit saja. Sehingga, kami yakin dapat mengulanginya kembali di rumah.
Siapa yang tak bersemangat coba, jika dapat menyiapkan beragam masakan lezat dalam sekejap?
Suka banget liat senyum bu Puspa haha. Tipe-tipe orang dengan aura yang menyenangkan. Trus di salah satu foto itu manggis ya mas? udah bertahun-tahun aku gak makan itu. Kangen juga.
Dan, wah, udah lama banget gak mampir ke sini. Baru ngeh logonya udah ganti. Makin fresh.
LikeLiked by 1 person
Iya betul, auranya ibu Puspa memang menyenangkan. Kelas itu seru karena beliau, memang seru dan rame. Banyak ketawanya deh.
O ya, apa susah nyari manggis di Palembang Yan? Kalau di sekitaran tempat tinggalku sih masih banyak. Cuma ya memang musiman munculnya.
Hahaha makasih Yayan, memang ini logo baru aku ganti. Hmmm gantinya udah beberapa bulan lalu sih, cuma aku baru sempat posting lagi sekarang.
LikeLike
Mungkin kalau blusukan di pasar akan nemu yang jual pas musimnya. Cuma, kalo di tempat penjual buah/kios buah gitu aku rasanya gak pernah lihat.
LikeLiked by 1 person
Ah iya memang, kalau di kios biasa agak susah. Di sini juga paling aku nemunya kalau gak di pasar (yang mana sejak pandemi Covid-19 aku hindari) ya di kios buah modern semacam Total atau All Fresh.
Eh tapi sesekali aku juga sering dibawain teman atau saudara yang panen sih.
LikeLike
Ngabsen dulu usai melepas rindu menikmati tuturan Bart. Iyaa karena membaca tulisannya, selalu seperti merasakan Bart sedang bertutur dihadapan.
LikeLike
Saya lebih suka makannya kak Bart hahahaha. Ubud tidak memberikan sesuatu hal yang baik ke saya. Ke sana dua kali motoran selalu kehujanan basah kuyup hahaha.
Nggak pernah kepikiran dalam benak saya untuk ikutan cooking class saat ngetrip. Mungkin sesekali saya mau nyoba ikutan ah. Tapi saya mending wisata makan saja haha.
LikeLiked by 1 person
Wah, mungkin butuh tiga kali ke Ubud, baru dapat hal menyenangkan. Ngomong-ngomong kalau ke Ubud, cuma lewat aja atau nginep juga?
Cobain deh sesekali ikutan cooking class, tapi pilih dulu yang reviewnya oke ya. Sebenarnya menurutku ini kaya wisata kuliner juga sih, cuma kita ikutan waktu mempersiapkan makanannya. Kelasnya sendiri gak berat. Seru malah. Dan seingatku, semua makanan di cooking class manapun selalu bisa dipersiapkan dengan cepat. Gak tau deh kalau misalnya cooking class nya ngajarin masak rendang yaaaa. Berapa jam beresnya? Hahahahaha.
LikeLiked by 1 person
Berhubung klo ke Bali hanya weekend getaway, jadi hanya nginep deket-deket Kuta aja. Ke Ubud juga numpang lewat doang.
LikeLiked by 1 person
Kalau nyaman dengan yang sepi-sepi dan menghindari malam yang hingar bingar dengan pesta, mungkin boleh juga sesekali nyobain nginep di Ubud Lid. Yang penting jangan telat keluar malam buat cari makan aja.
LikeLike
Kangen Bali, apapun ceritanya pokoknya kangen Bali.
Dan sate lilitnya…..
LikeLiked by 1 person
Kalau udah kondusif ke Bali ya Na.
Atau kita coba aja bikin sate lilitnya?
LikeLike
KANGEN UBUD PAKE BANGET.
Ibu Puspa looks cheerful and fun to be with.
Btw kirain bakal ada bocoran sedikit cara bikin sate lilit, lanjutkan!
LikeLiked by 1 person
Hahahaha pokoknya seru dan happy deh masak bareng Ibu Puspa. Setiap kita mau nyalain kompor dia akan teriak, “Okay, start your engine!” 😀
Hahahaha karena kalau mau masak Sate Lilit, harus bikin base genep dulu. Itu udah kaya bumbu satu kebun dipakai semua. Kesannya ribet, tapi asal base genepnya udah jadi. Mau masak masakan Bali apapun, tinggal nyendok dan campurin aja.
LikeLike
kayaknya saya salah buka nih, pas siang-siang panas panas malah baca beginian…wkwkwkw
Kalau saya kangen bali dengan Ayam yang pedes itu apa namanya mas lupa…
Sama makan makanan khas bali warung deretannya depan joger lupa jg namanya
pokoke enak hahah
LikeLiked by 1 person
Hahahaha maaf ya mas postingannya menggoda 😀
Hmmm Ayam Betutu bukan sih yang dimaksud? Atau Nasi Ayam? Ada satu yang legendaris dan enak di Ubud. Nasi Ayam Kadewatan Ibu Mangku. Kalau ke Ubud, harus coba!
LikeLike
Iya bener ayam betutu, nasi anget dan kuah pedas, huh hah menggida pokoknya
wah kalau Nasi Kadewatan belumm pernah nyoba mas…
LikeLiked by 1 person
Haduuh enak banget itu. Aku bisa bayangin kelezatannya haha
LikeLike
Sama, aku pun terlanjur kesengsem sama Ubud, dan tiap kali ke Bali selalu berusaha setidaknya mampir sini (kalau bisa sih selalu nginep di sini malah). Tapi aku terakhir ke Bali itu tahun 2015, padahal ada masanya setiap tahun aku ke Bali (bahkan bisa setahun lebih dari sekali). Postinganmu ini bikin aku amat sangat kangen Bali, Bart.
Dulu pas aku ikut kelas masak di daerah Selemadeg, Tabanan aku juga diajari soal base genep ini. Dan di situ aku ada aha moment, enak juga ya nyiapin bumbu banyak di awal jadi suatu ketika pas mau masak tinggal ambil aja dan gak perlu ulek-ulek lagi. Tapi aku baru tau lho ternyata kemenyan itu bisa jadi salah satu bahan untuk masak.
Bu Puspa sepertinya guru memasak yang menyenangkan. Semoga beliau dan keluarga dapat melalui masa berat ini seperti halnya banyak warga Bali lainnya yang selama ini sangat bergantung kepada pariwisata.
LikeLiked by 1 person
Wah, ternyata udah lama juga ya dirimu gak ke Bali. 6 tahunan berarti. Dan kayanya sama kita, sejak kenal Ubud, kalau ke Bali pasti aku usahain mampir. Dan seringnya memang nginep sih.
Mungkin base genep ini juga yang menginspirasi dibuatnya bumbu-bumbu dasar nusantara yang sachetan itu. Khan ada itu yang bumbu dasar A dan B. Nanti tinggal dikombinasikan dan ditambahkan beberapa rempah khusus untuk masakan yang lebih spesifik. Karena memang pada dasarnya khan masakan Indonesia rempahnya hampir sama. Kecuali masakan Kalimantan ya, yang menurutku lebih plain.
Haha iya, aku juga baru tau kalau kemenyan bisa dijadikan bumbu masakan. Gak kebayang, tapi jangan-jangan aku juga udah pernah makan, waktu nyobain masakan di Bali.
Iya Bam, Bu Pupsa seru banget aslinya. Foto yang ada di postingan ini pun, aslinya aku mau candid dia yang lagi perkenalan. Eh tiba-tiba dia bergaya hahahaha.
Aku juga berharap beliau dan keluarganya bisa melalui masa pandemi yang berat ini. Karena setahuku penghasilan utamanya adalah dari kelas memasak ini.
LikeLiked by 1 person
Iya nih. Karena cuti terbatas, jadi selama ini fokusnya lebih ke tempat-tempat yang belum pernah didatangi. Tapi beneran sih kangen denger gamelan Bali, liat canang sari di mana-mana, dll.
Bumbu dasar itu yang menemukan awalnya siapa ya? Bisa kepikiran dibikin sachet jadi lebih praktis.
Aku makanan Kalimantan selain Kalsel belum terlalu banyak tau sih. Cuma kalo Kalsel masih belum terlalu aneh karena cita rasanya familiar setidaknya untuk orang Jawa menurutku.
LikeLiked by 1 person
Mungkin harusnya -dulu atau nanti- dibagi kaya gini Bam. Dalam setahun, pergi ke 2 destinasi baru, dan 1 destinasi favorit tahunan, seperti Bali misalnya. Biar absen nya gak lama hehe.
Iya ya, aku juga penasaran. Seperti di warung-warung Chinese Food itu, mereka khan juga punya bumbu dasar, tinggal disendok aja dan tambahkan bumbu spesifik untuk masakan yang berbeda. Aku juga pertanyaan yang sama kok selama ini. Siapa yang menemukan bumbu dasar ini?
Nah, mungkin ya. Soalnya pas aku nyobain Soto Banjar dan masakan Kalsel lainnya, masih cocok-cocok aja. Tapi pas aku cobain yang lainnya, terasa lebih plain. Aku taunya, pas ikutan festival masakan nusantara di Hotel Kempinski, dan kebetulan pas aku datang, hidangan yang mereka gelar adalah aneka rupa masakan Kalimantan.
Jadi penasaran apakah budaya rempah mereka berbeda ya?
LikeLiked by 1 person
Harusnya ya. Nah cuma waktu itu pas mikir hmm ke Bali gak ya? Eh ujung-ujungnya melipir ke tempat lain. Mojokerto lah, Malang lah, Jogja lah. Susah 😀
Oh iya aku inget pernah baca soal festival makanan Kalimantan itu. Waktu itu penasaran sih, tapi gak datang. Kalau yang pernah aku baca, di Kalimantan itu mereka memang masih lebih banyak menggunakan bahan-bahan dari hutan. Misalnya di Kalimantan Barat itu ada daun sengkubak yang katanya bisa memberikan rasa umami.
LikeLiked by 1 person
Wah, aku malah baru dengar nih soal daun Sengkubak. Hmm kalau umaminya bisa nyaingin MSG, bisa juga nih dijadikan alternatif, siapa tau lebih sehat.
Ternyata banyak bumbu-bumbu khas daerah yang menarik ya. Aku lho sampai sekarang masih penasaran sama sambal yang dikasih andaliman.
LikeLike
O iya, pernah aku ulas di sini nih Bam, tentang kuliner Kalimantan nya:
LikeLiked by 1 person
Aku ternyata udah pernah baca postinganmu yang itu, Bart. Tapi karena udah 6 tahun yang lalu jadi agak lupa. Barusan baca lagi dan duh berharap pandemi ini segera mereda supaya bisa traveling lagi. Pengen ke Kalimantan.
LikeLiked by 1 person
Aamiin.
Aku juga Bam, soalnya belum pernah ke Kalimantan sama sekali. Waktu itu khan sempat baca postinganmu soal Banjarmasin dan aku nanya-nanya ya. Tadinya aku rencanain tahun 2020 mau ke sana. Eh keburu pandemi 😦
LikeLiked by 1 person
aku belum pernah ke ubud ka bart. tapi udah ada ancang-ancang mau ke sana. baca ini aku jadi ada ide kalo pas ke ubud mau ngapain selain cuma nginep dan jalan jalan hahaha
LikeLiked by 1 person
Semoga kesampaian segera ya Gallant. Cuma kabarnya kalau sekarang sih Ubud masih sepi, kaya kota mati. Barusan ngobrol sama temen yang masih di sana. Jadi kemungkinan kaya kelas memasak ini juga belum beroperasi. Tapi kalau untuk nginep dan menikmati alamnya aja sih kayanya gak ada masalah.
O iya, kalau ke Ubud harus coba Nasi Ayam Kadewatan Ibu Mangku ya. Ini enak bangeeeeettttttttt, dan harganya sepadan. Murah malah. O iya, pilih yang nasi dan kuahnya dipisan, karena porsinya lebih besar 😀
LikeLiked by 1 person
wahh nice info, kak bart. rencana awalnya ke ubud emang mau sepedaan di sekitar desa-desanya itu.
LikeLiked by 1 person
Seru banget Mas Bart, aku belom pernah kepikiran ikut kelas masak pas travelling. Padahal bakal bermanfaat banget buatku, kepake di rumah gitu, Mana diajak ke Pasar Ubud juga buat bei bahannya, pasti seru di guide pas belanja di pasar lokal gitu. Defintly will try this idea if the situation had been better 🙂
LikeLiked by 1 person
Betul buat yang suka masak, apalagi ibu rumah tangga ya, ini kegiatan yang bakal bermanfaat banget. Sejauh ini aku sudah pernah ikut dua kali, di Ubud ini dan di Bangkok. Dan selalu seru. Terus kepikiran juga kapan-kapan buat nyobain di tempat lainnya.
Semoga suasana dunia segera kondusif dan bisa nyobain cooking class waktu liburan ya Nia.
LikeLike
Aku pun ingin tinggal di Ubud selama beberapa minggu, mas. Atau minimal stay di homestay/guesthouse dengan agenda yang santai. Apalagi aku juga lebih suka suasana gunung yang sejuk dan tenang daripada pantai.
Seru kelas memasaknya! Jadi dibuat secara berkelompok gitu ya, nggak satu orang satu menu full?
LikeLiked by 1 person
Kayanya saat ini waktu-waktu yang pas deh buat tinggal di sana Gi. Lebih sepi sih memang, tapi juga tenang jatuhnya.
Per menu kita kerjakan berdua. Cuma pas persiapannya kita muter gantian, kaya misalnya ngupas bumbu, menumbuk atau ‘nguleg’. Waktu bumbu dan semua bahan udah siap, baru deh dikerjakan dalam kelompok kecil.
LikeLike
wahhh sama banget ih, aku jg pernah join kelas masaknya bu Puspa di Ubud, sebenarnya aku nemenin suami tapi ya sudahlah ya ikutan juga seru2annya, menunya masih sama yg dulu kita bikin hihi
LikeLike