Hanoi: Vietnam Pada Pandangan Pertama

hanoi-vietnam-pada-pandangan-pertama-bartzap-dotcom

Setelah penerbangan red-eye selama 7 jam dari Jakarta dan mampir di Kuala Lumpur, akhirnya saya bersiap untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Vietnam. Dari balik jendela pesawat, terlihat bagian utara tanah negeri itu yang didominasi oleh persawahan, perbukitan, serta danau. Hijau dan subur. Bahkan hingga area sekitar bandara yang hanya berjarak 27 kilometer saja dari pusat kota Hanoi.

Bandara Internasional Noi Bai seketika langsung menghapus segala memori lama saya akan Vietnam. Tentang kota-kota usang, yang tengah berbenah diri selepas perang. Meskipun bangunannya tak sebesar Soekarno-Hatta di Tangerang, namun bandara ibukota negeri itu tetap mampu menunjukkan kesan mengikuti jaman. Fasilitas pendukungnya cukup modern dan lengkap. Termasuk bus bandaranya yang murah, dan mudah untuk digunakan.

Maka, dalam waktu tak sampai dua jam sejak ketibaan, saya telah berada di area Hanoi Old QuarterXin chao!

vietnam-airlines-di-bandara-noi-bai-hanoi-vietnam-pada-pandangan-pertama-bartzap-dotcom

Hanoi Old Quarter: Paris of The Orient

Karena ini hanyalah sebuah kunjungan singkat selama empat hari, maka saya mengambil segala saran praktis. Termasuk memilih hostel di Hanoi Old Quarter sebagai lokasi menginap, yang ternyata sangat strategis. Beberapa destinasi menarik andalan Hanoi dapat dijangkau cukup mudah dari penginapan. Termasuk dengan berjalan kaki. Sempurna, saya sangat suka jalan kaki!

Hanoi Old Quarter sejatinya merupakan sebutan bagi area yang telah ada sejak jaman kekaisaran, dan berada di luar Benteng Thăng Long. Yang di dalamnya terdapat ribuan tempat tinggal serta fasilitas komersial. Secara resmi area ini termasuk dalam distrik Hoàn Kiếm, dengan luas kurang lebih 100 hektar, dan terdiri dari sekurang-kurangnya 76 ruas jalan.

Saya langsung menyukai area itu ketika pertama kali melihatnya. Sebuah kota tua yang hidup dan meriah. Eksotis, serta menguarkan semangat perjalanan. Dipenuhi oleh jalanan yang bersaling silang membentuk labirin. Dengan bangunan-bangunan kolonial yang langsing dan meninggi. Mirip tipikal orang-orang Hanoi yang dominan bertubuh ramping.

jalanan-di-hanoi-vietnam-pada-pandangan-pertama-bartzap-dotcomold-quarter-di-hanoi-vietnam-pada-pandangan-pertama-bartzap-dotcomkondisi-jalanan-di-old-quarter-hanoi-vietnam-pada-pandangan-pertama-bartzap-dotcom

Karena pernah berada lama di bawah cengkeraman Tiongkok dan Perancis, maka kemudian kebudayaan dua negara besar tersebut banyak mempengaruhi Vietnam. Hal itu dapat terekam jelas melalui banyak hal, salah satunya dari langgam arsitektur yang membentuk wajah Hanoi.

Bangunan-bangunan kolonialnya sangat kental bernuansa Perancis. Digabungkan dengan detail serta warna Asia yang cerah dan mencolok. Beberapa di antaranya memang telah usang dimakan usia, namun mereka tetap menghadirkan romantisme masa lalu yang fotogenik.

Jujur, Hanoi jauh lebih cantik dari bayangan saya sebelumnya. Jalanan utama serta area pejalan kakinya lebar dan bersih. Dipenuhi gedung-gedung yang tak terlalu tinggi. Berselang-seling antara yang lama dan yang telah diperbaharui. Pepohonan peneduh serta bebungaan juga menjadi bagian dari wajah kota. Bukan sekedar pemanis tanpa arti, yang kemudian mati.

bangunan-asia-di-old-quarter-hanoi-vietnam-pada-pandangan-pertama-bartzap-dotcomkatedral-saint-joseph-hanoi-vietnam-pada-pandangan-pertama-bartzap-dotcomjalanan-cantik-di-hanoi-vietnam-pada-pandangan-pertama-bartzap-dotcomjalan-raya-di-hanoi-vietnam-pada-pandangan-pertama-bartzap-dotcombangunan-perancis-dan-butik-prada-di-old-quarter-hanoi-vietnam-pada-pandangan-pertama-bartzap-dotcomsuasana-di-old-quarter-hanoi-vietnam-pada-pandangan-pertama-bartzap-dotcomopera-house-di-hanoi-vietnam-pada-pandangan-pertama-bartzap-dotcom

Menjelang senja saya menghabiskan waktu dengan menyusuri bulevar Tràng Tiền yang bernuansa Eropa, dan dipenuhi oleh restoran serta butik-butik mewah. Sebelum kemudian berakhir di depan Hanoi Opera House, yang meskipun telah berusia lebih dari satu abad, namun tetap megah dan difungsikan.

Danau Hoàn Kiếm: Legenda dan Taman Kota Hanoi

Menurut legenda, ketika Kaisar Lê Lợi sedang berperahu di danau Luc Thuy, munculah Kim Qui sang dewa kura-kura emas yang bermaksud meminta pedangnya untuk dikembalikan. Sang kaisar berpikir jika dewa kura-kura emas sedang meminta pedang yang pernah diberikan kepadanya oleh Raja Naga, sebelum ia berperang melawan dinasti Ming dari Tiongkok.

Di kemudian hari, setelah memenangkan perang melawan Tiongkok, sang kaisar mengembalikan pedang itu kepada dewa kura-kura emas. Demi memperingati peristiwa tersebut, Kaisar Lê Lợi mengubah nama danau yang sebelumnya bernama Luc Thuy yang berarti berair hijau, menjadi Hoàn Kiếm yang berarti pedang yang kembali.

kuil-ngoc-son-di-danau-hoan-kiem-hanoi-vietnam-pada-pandangan-pertama-bartzap-dotcomjembatan-huc-di-danau-hoan-kiem-hanoi-vietnam-pada-pandangan-pertama-bartzap-dotcom

Terlepas dari legenda tersebut, pada akhirnya Hoàn Kiem tumbuh menjadi salah satu titik penting di dalam kehidupan Hanoi. Danau yang airnya selalu berwarna hijau tua itu seolah tak pernah sepi dari kegiatan sepanjang hari.

Pada tepiannya, saya sempat duduk-duduk menyesap teh Vietnam yang getirnya menyengat hingga ke langit-langit mulut, bersama Vince seorang teman dari Saigon. Dengan riang ia menceritakan banyak hal tentang negerinya, mulai dari kisah kehidupan sehari-hari hingga masalah politik dalam negeri.

selfie-wefie-di-danau-hoan-kiem-hanoi-vietnam-pada-pandangan-pertama-bartzap-dotcomkegiatan-di-tepi-danau-hoan-kiem-hanoi-vietnam-pada-pandangan-pertama-bartzap-dotcomtaman-taman-di-sekitar-danau-hoan-kiem-hanoi-vietnam-pada-pandangan-pertama-bartzap-dotcom

Saya tak tahu apakah Hanoi memiliki mal-mal besar yang sanggup menyedot penduduk kota untuk menghabiskan waktu di sana. Namun yang pasti, taman-taman dan area sekitar danau Hoàn Kiem selalu padat dan menjadi tempat favorit untuk menghabiskan waktu.

Kala itu saya berpikir, jika saja sebuah kota dapat menyediakan banyak taman yang menyenangkan seperti di Hanoi. Mungkin, keberadaan mal-mal yang meningkatkan pola konsumtif dan menyita lahan hijau dapat dikurangi.

Masjid Al-Noor dan Masakan Halal di Hanoi

Vietnam adalah sebuah negara komunis, dimana pemerintah mengontrol masyarakatnya dengan ketat. Sementara agama menjadi sesuatu yang tidak terlalu diperhatikan, kecuali jika terkait dengan masalah politik. Pun menurut sensus, hanya sekitar 20 persen saja penduduk Vietnam yang beragama. Namun begitu, Vietnam tetap memberikan kebebasan bagi agama yang ada untuk hidup, meskipun dalam takaran tertentu. Termasuk agama Islam.

Secara statistik, umat muslim di Vietnam adalah minoritas dari minoritas. Jumlahnya hanya berkisar antara 0.2 persen saja. Maka tak aneh, jika di kota besar semacam Hanoi, hanya terdapat satu masjid saja yang beroperasi, yaitu Masjid Al-Noor. Untungnya, masjid yang pembangunannya diprakarsai oleh pedagang muslim dari India dan Pakistan ini berada di dalam kawasan Old Quarter. Sehingga mudah bagi saya untuk mencapainya dari penginapan.

masjid-al-noor-di-hanoi-vietnam-pada-pandangan-pertama-bartzap-dotcominterior-masjid-al-noor-di-hanoi-vietnam-pada-pandangan-pertama-bartzap-dotcomhalal-food-dan-masjid-al-noor-di-hanoi-vietnam-pada-pandangan-pertama-bartzap-dotcom

Ketika traveling saya selalu berpatokan, dimana ada masjid, maka di sekitarnya pasti ada masakan halal. Atau setidaknya, informasi tentang masakan halal di kota tersebut. Dan benar saja, saya menemukan restoran Zaynab tepat di samping masjid Al-Noor. Letaknya memang agak tersembunyi, karena tak mungkin terlihat dari area pejalan kaki. Dan di sanalah saya menyantap makan siang pertama di kota Hanoi.

Mencari masakan halal di Hanoi memang susah-susah gampang. Dan kesulitan mencari masakan halal  akan semakin meningkat, ketika kita berkeinginan mencicipi kuliner lokal. Kendala utamanya adalah bahasa.

penjual-street-food-di-hanoi-vietnam-pada-pandangan-pertama-bartzap-dotcom

Meskipun begitu, selama di sana saya sempat mencicipi beberapa street food. Rasanya penasaran jika melewatkan kesempatan satu ini. Karena memang Hanoi dikenal sebagai surganya street food. Namun saya berusaha untuk tetap berhati-hati dalam memilih kuliner. Sebisa mungkin yang pasti halal, atau setidaknya tak mengandung maupun tercemar unsur babi juga alkohol.

Di antaranya saya mencicipi Miến Lươn (dibaca ming lu’eung) alias bihun belut. Sebuah sajian mirip soto mi berkuah encer namun kaya rasa, yang diberi taburan belut (Monopterus albus) goreng renyah, sayuran, serta daun ketumbar (Coriandrum sativum) yang harum. Karena penjualnya tak bisa berbahasa Inggris, Vince membantu saya untuk memastikan jika kaldu yang dipersiapkan untuk kuliner ini tak menggunakan babi.

mien-luon-di-hanoi-vietnam-pada-pandangan-pertama-bartzap-dotcom
Mien Luon alias Bihun Belut.

keong-rebus-di-hanoi-vietnam-pada-pandangan-pertama-bartzap-dotcom

Di malam berikutnya, saya memilih untuk mencicipi keong sawah (Pila ampullacea) yang diolah dengan bumbu khusus demi menghilangkan amisnya. Semangkuk saus encer asam pedas disiapkan untuk menyantap hewan satu ini. Dan sebagai pelengkap, terdapat jeruk nipis, jahe parut, serutan daun jeruk, sereh, serta cacahan cabai rawit. Rasanya sedap dan segar!

Lalu di malam terakhir, saya menyantap Pho Bo (dibaca fe be, dengan e seperti pada kata kera) di warung legendaris Pho Thin Bo Ho yang terletak di sebelah timur danau Hoàn Kiem, dan telah beroperasi sejak tahun 1955. Dari beberapa teman lokal Vietnam, akhirnya saya tahu jika kaldu pho umumnya disiapkan dengan menggunakan tulang sapi atau ayam. Bukan babi. Meskipun begitu, untuk memastikannya saya selalu bertanya ulang.

Di sela-sela waktu makan, saya seringkali menyantap hoa qua dam dan sajian yoghurt jelly yang dijual pada kios-kios kaki lima khas Vietnam. Sembari duduk pada bangku kecil di pinggir jalan, dan mengamati riuhnya Old Quarter yang eksotis.

pho-bo-di-hanoi-vietnam-pada-pandangan-pertama-bartzap-dotcom
Pho Bo, pho berbahan dasar daging sapi.
pho-ga-di-hanoi-vietnam-pada-pandangan-pertama-bartzap-dotcom
Pho Ga, pho berbahan dasar daging ayam.
hoa-qua-dam-dan-jelly-yoghurt-di-hanoi-vietnam-pada-pandangan-pertama-bartzap-dotcom
(kiri) Hoa Qua Dam ~semacam es campur~ dan (kanan) Jelly Yoghurt.

*****

Kunjungan singkat di Hanoi ini tak hanya mengubah pandangan saya tentang Vietnam. Tapi juga kembali menghidupkan keinginan untuk melakukan overland trip di negara tersebut. Berkelana melalui jalan darat dari utara ke selatan, atau sebaliknya. Menjelajah kota-kota yang penuh sejarah, menyelami budayanya, berpetualang di alamnya, hingga mencicipi kulinernya.

Ada yang berminat juga? Siapa tahu kita bisa berpetualang bersama.

Protected by Copyscape Online Plagiarism Software

Posted by

a Globetrotter | a Certified Diver: PADI Advance Diver and AIDA** Pool Freediver | a Photography Enthusiast | a Laboratory Technician.

71 thoughts on “Hanoi: Vietnam Pada Pandangan Pertama

  1. Vietnam ini mungkin satu-satunya negara yang pas kunjungan pertama aku kurang menikmati, tapi pas kedua kalinya ke sana malah suka banget. Entah apa karena waktu pertama kali ke sana aku ke Saigon dan sekitarnya yang jauh lebih sibuk dan padat dibandingkan dengan Danang, Hue dan sekitarnya yang menjadi destinasiku di kedatangan kedua. Next time ke sana pengen banget ke Hanoi sih karena dari beberapa artikel dan postingan blog yang pernah aku baca kayaknya kotanya masih kental nuansa jadulnya, dan dari ceritamu dan foto-fotomu ternyata memang betul. Btw Opera Housenya cakep banget ya meskipun cuaca mendung.

    Liked by 1 person

    1. Aku belum bisa komen dan bandingin Hanoi dengan yang lain. Tapi dari beberapa teman lokal yang aku kenal di sana sih mereka bilang kalau Hanoi jauh lebih menyenangkan dibandingkan Saigon.

      Dan secara pribadi aku juga suka banget kota itu, terlepas dari pas aku ke sana jatuhnya di peralihan musim gugur ke musim dingin ya. Kotanya menarik, nuansa jadulnya emang kerasa banget Bam. Meskipun juga kerasa modernisasi yang mereka lakukan.

      Aku masih pengen ke Hanoi lagi, kemarin kurang lama, kurang puas. Masih banyak tempat yang belum aku eksplor. Mungkin kalau ke sana lagi, aku pengen sekalian ke Sapa. Atau ke beberapa tempat yang belum terlalu rame sama turis. Kemarin aku awalnya mau ke Halong Bay, trus di hari-hari terakhir aku merubah itinerary dan menukarnya jadi ke Ninh Binh. Dan aku gak nyesel. Karena ternyata menarik, dan gak terlalu rame 🙂

      Iya Bam. Opera House nya cakep dan terawat. O iya, ada satu distrik namanya Ba Dinh di dekat mausoleum Ho Chi Minh. Itu bangunannya bergaya Perancis campur Asia gitu. Keren deh. Rata-rata adalah bangunan kedutaan dan kantor pemerintahan. Dirimu pasti betah kalau eksplor daerah itu.

      Liked by 1 person

      1. Beneran jadi mupeng nih. Semoga kesampaian balik ke Hanoi, Bart, dan semoga bisa ke Sapa juga soalnya dari foto-foto yang pernah aku lihat Sapa itu bagus banget pemandangannya.

        Nanti kalau kamu udah ‘bosen’ sama Hanoi boleh lah dicoba Vietnam bagian tengah. Banyak candi-candi peninggalan Kerajaan Champa di sana, dan ada bekas istana kekaisaran Vietnam juga.

        Liked by 1 person

      2. Aamiin aamiin. Bareng aja apa kita? 😀

        Aku sebenarnya malah pengen overland trip gitu Bam -asal dapat ijin hahaaha-. Dari utara ke selatan atau sebaliknya. Termasuk mengunjungi beberapa tempat yang pernah dirimu tulis. Aku sempat baca di blog mu, beberapa candi yang masih jarang dikunjungi orang itu. Menarik!

        Like

      3. Overland trip memang kayaknya salah satu cara paling seru buat eksplor satu negara/daerah sih. Tapi saat ini sih aku belum ada rencana untuk balik ke Vietnam. Lagi melirik kawasan lain yang belum pernah aku kunjungi nih. 🙂

        Liked by 1 person

      4. Iya Bam, apalagi kalau misalnya bentuk negaranya itu satu daratan gitu aja, dan infrastruktur transportasinya bagus. Aku perhatikan sih di Vietnam lumayan. Meskipun aku belum cek keretanya ya.

        Tenang aja, Vietnam bisa menunggu. Mungkin nanti pas ke sana, kondisinya udah jauh-jauh lebih kece.

        Hmmm masih di Asia kah, atau benua lain?

        Like

  2. Merhatiin nggak pengendara motor di Vietnam, terutama cewek? Dari ujung kaki, tangan, ampe muka ditutupi kain. Bahkan dijual masker khusus pengendara motor. Takut item byuuhh. Dia aja yang putih gitu takut item, gimana aku hahaha.

    Nggak icip kopi telur di Giang Kafe? Legendaris padahal di sana. Konon dulu susu itu mahal bagi rakyat, makanya diciptakan kopi telur. Enaaaaaaaaaaakkk.

    Ah jadi ngiler Pho-nya. Jadi pengen balik ke sana huhu.

    Betewe aku menemukan beberapa kata “dimana” yang seharusnya di-nya dipisah jadi “di mana”

    Liked by 1 person

    1. Putih itu modal mereka soalnya hahaha. Gak kebayang aja kalau orang Vietnam tapi item hahaha.

      Aku gak sempat icip minuman satu itu. Pada dasarnya sih aku gak suka kopi, cuma memang pas di sana kepikiran sih. Mumpung di sana khan, bisa nyobain kopi Vietnam bebas Sianida hahahaha. Masalah waktu aja sih kemarin itu, jadi gak sempat.

      Hanoi emang ngangenin ya Lid? 😀

      Makasih Lid, untuk koreksinya. Nanti aku cek dan ganti kata-kata yang salahnya.

      Like

  3. Ini mungkin satu-satunya negara dengan rintangan ter-awkward bagiku. Tiket penerbangan ke Saigon hangus karena kerjaan mendadak, flight ke Hanoi juga batal karena masuk rumah sakit. Walaupun akhirnya tahun kemarin bisa sampai ke Ho Chi Minh lewat jalur laut, tapi tetap belum bisa dikatakan puas. Cuma sehari di sana dan full kegiatan di hotel, sehingga hanya kelihatan Saigon seperti Phnom Penh. Tahun depan sudah bulatkan tekad untuk harus kembali ke Vietnam.

    Liked by 1 person

    1. Wah, benar-benar banyak rintangan untuk menikmati Vietnam bagi dirimu ya? Mungkin, memang sudah diatur supaya kalau ke sana nanti dirimu bisa lebih lama dan lebih puas. Harus ke Hanoi yaaaa, dan kalau bisa musim gugur, dingin, atau awal musim semi. Pas cuacanya lagi enak-enaknya.

      Semoga lancar ya nanti ke Vietnam nya. Aamiin …

      Btw, dirimu kok bisa ke HCMC nya via laut? Dalam rangka apa?

      Like

      1. Hahaha kirain 🙂

        Tapi iya sih, kalau di Hanoi ini kita bisa cari spot-spot yang seolah-olah lagi ada di Eropa. Apalagi kalau misalnya musim nya pas mendukung 🙂

        Like

  4. Ah, tulisanmu menguatkan tekadku untuk ke Vietnam lagi. Nggak apa-apa deh nggak ke Jepang dulu, puas-puasin dulu aja di Vietnam. Pas pertama kali ke Vietnam tahun 2015, aku cuma mampir ke HCMC, itu pun cuma 2 malam 1 hari. Singkat, tapi berkesan karena dapet banyak temen lokal.

    Menurutmu gimana citarasa kuliner Hanoi? Kalo di HCMC sih agak hambar dan ada sensasi mint.

    Liked by 1 person

    1. Kalau menurutku sih citarasa kuliner Hanoi gak hambar. Ada rasa-rasa gurih yang mild. Meskipun untuk kita yang terbiasa makan masakan Indonesia atau asia lainnya, masakan Vietnam akan terasa kurang nendang.

      O iya, kalau mau makan pho dan sejenisnya, aturannya adalah cicipi dulu kaldunya sebelum kita menambahkan perasa lainnya. Karena kaldunya sudah dipersiapkan melalui proses yang panjang. Pho yang asli bahkan bisa dimasak semalaman untuk mendapatkan citarasa yang sedap dan otentik.

      Pho yang aku coba di Pho Thin adalah salah satu yang terenak. Gak perlu ditambahin macam-macam, cuma aku tambahin sambel sedikit aja biar ada pedasnya.

      Like

      1. Dijamin bakal lebih suka Hanoi deh. Jangankan kita, orang-orang Vietnam nya sendiri banyak yang bilang kalau Hanoi itu jauh lebih menyenangkan.

        O iya, untuk dirimu yang gak ada ‘pantangan’ makan apapun di Hanoi bakal kaya nemuin surga banget, kalau menyoal makanan. Dan yang pastinya lebih murah makan-makanan street food nya. Selain lebih seru karena kita berbaur dengan banyak orang juga.

        Semoga bisa segera ke Hanoi ya Gi.

        Like

      2. Yang penting tiketnya aja sih untuk ke sana. Kalau udah di Hanoi nya apa-apa murah. Makan murah, dan akomodasi 100an pun ada yang kece. Insya Allah nanti aku tulis tentang akomodasinya.

        Like

  5. Kebanyakan Makanan khas Vietnam ini bihun, berkuah trus dikasih penyegar seperti kecambah, daun minth, daun ketumbar, daun bawang. Rasa bumbu yang minim dan segar mendominasi. Lebih sehat. Mungkin inilah alasan mereka langsing langsing. Apa sebaiknya aku pindah ke Vietnam? Hehehe

    Liked by 1 person

    1. Bisa jadi juga seperti itu, dan kuahnya banyaaak, jadi kenyang sama air duluan. Makanya kalorinya gak seberapa. Ditambah lagi, mereka sepertinya aktif banget. Rajin jalan kaki, olahraga, bahkan kalau sore-sore banyak ibu-ibunya yang pada latihan dansa di taman, trus bapak-bapaknya pada latihan badminton atau jogging di taman.

      Selain itu mereka juga cara memasaknya khas. Bumbu-bumbunya (bawang bombai, jahe, kapulaga, bawang putih, bawang merah, cengkeh dsb) dibakar dulu di atas api, lalu direbus bersama kaldu. Tapi merebusnya pakai saringan atau kain, jadi nanti setelah hampir matang bumbu-bumbunya diangkat. Sehingga, supnya bening.

      Like

    2. Nyerah dengan makanan yang apa-apa dikasih daun ketumbar. Di India, aku sampai cari gambar dan info namanya di internet dalam bahasa setempat dan tiap kali masuk restoran selalu kasih lihat hape dan bilang, “aku gak mau dicampur sama daun ini ya.”

      *nyamber komennya si emakmbolang

      Mas Bart, seperti biasa fotonya “menggairahkan” btw ini tonenya seragam jadi sebelum posting diedit satu-satu ya?

      Soal makanan halal, gimana itu mastiin tanpa kandungan kaldu babi di kuahnya? Aku baca tapi masih belum nemu poinnya 😀 apa pakai caraku dulu pas ke Bangkok, cetak tulisan “Saya nggak makan babi” pakai bahasa setempat? hehe.

      Aku baru numpang lewat di HCM city, pengen ke Hanoi ini. Lebih fotogenic kayaknya 😀

      Liked by 1 person

      1. Wah, kita kebalikan. Aku malah suka banget sama daun ketumbar. The more the merrier 😀

        Tapi tenang Yan, bisa kok request untuk gak dikasih daun ketumbar kalau misalnya kita pas pesan. Karena aku gak masalah dengan daun itu, aku malah lupa nyari dalam bahasa Vietnam disebutnya apa.

        Iya Yan, ini setiap gambar aku edit satu persatu. Gak cuma tone nya aja, tapi juga gelap terang dan saturasi warnanya kalau perlu. Karena kadang lighting nya gak seragam. Makanya, aku kalau nyiapin postingan itu seringkali lama. Soalnya aku kerjain gambarnya satu per satu 😀

        Untuk mastiinnya sih aku pas kemarin di sana kebetulan selalu ketemu orang lokal yang bisa bahasa Inggris, jadi aku bilang ke dia kalau aku gak bisa makan babi, termasuk gak mau kalau kaldunya dipersiapkan dengan babi. “Did they use pork meat to prepare the broth?”

        Beberapa masakan yang aku bahas di sini. Jawabannya adalah tidak. Dan mereka jualannya spesifik. Seperti bihun belut, dia cuma jual olahan belut dan ikan. Lalu Pho Bo yang di Pho Thin juga gitu, mereka cuma jual pho bo aja.

        Dan dari sana aku juga akhirnya tau, kalau umumnya kuah pho itu dibuat dari ekstrak tulang sapi atau ayam. Ada sih yang pakai babi, tapi gak umum, katanya. Dan info ini juga dibenarkan sama staff di hostel tempat aku menginap.

        Aku belum tau HCMC, tapi iya sepengalamanku Hanoi menarik dan fotogenik. Banyak spot-spot menarik untuk street photoraphy nya juga.

        Liked by 1 person

  6. Kalau Kak Bart menganggap seperti soto, aku malah berpikir itu seperti sayur bayam. Haha.
    Mungkin kalau bisa dibilang, Hanoi itu ramainya kota tua yang justru membuat kita tenang dan rindu, bukan berisik. Begitu nggak toh?
    Hmm gimana ya njelasinnya.

    Liked by 1 person

    1. Hahaha itu efek sayuran hijaunya masih segar di atas. Aku suka daun ketumbar soalnya, makanya aku minta agak banyak. Aslinya lebih dominan mie dan belutnya kok 🙂

      Sebenarnya di beberapa tempat Hanoi itu berisik. Banget malah. Tapi berisiknya itu seru dan meriah. Agak susah juga aku ungkapinnya. Cuma anehnya ya, kadang geser sedikit aja, kita bisa menemukan tempat-tempat yang tenang dan santai. Terutama di taman-tamannya.

      Liked by 1 person

  7. Belum pernah ke Vietnam, tapi dari liputan ini hati jadi tergerak ingin ke sana. Kotanya tampak romantis, ada paduan nuansa masa lalu dan modern. Kalau soal suhu udara, apakah sama panasnya sama Jakarta mas?

    Liked by 1 person

    1. Iya, Hanoi memang romantis di beberapa sisi. Terutama dengan sisi-sisi percampuran Eropa dan Asia nya.

      Kalau suhu udaranya tergantung musim. Di Hanoi, musim panasnya akan sangat panas dan lembab. Sedangkan di musim gugur, dan semi sejuk. Dan di musim dingin bisa sangat dingin. Katanya sih Hanoi kalau di musim dingin bisa sampai 4 derajat Celsius.

      Like

  8. Saya belum pernah ke Hanoi, tapi 2014 silam menyempatkan ke Kota Saigon, wisata perang dan ke Padang Pasir Muine di bagian selatan dari Vietnam. Hanoi mirip-mirip terkesan begitu old city ya, seperti lagi lihat Jakarta tahun 1970/1980-an mungkin?? (Belum lahir)..
    kulinernya kelihatan asik, selain pho yang sudah terkenal dan saya juga cobain di Saigon.. saya sih favorit bgt sama Bahn Mi roti lapis ala Prancis itu 🙂

    Liked by 1 person

      1. Ada Bahn Mi yang halal tapi yg jual orang Malaysia di Vietnam 😂.. cari aja di seputaran HCMC ada, isinya ayam bukan pork. Tapi tetep enak bangey, garing gurih roti baguet ala Prancis, bahkan dicemilin buat sarapan gak jadi Bahn Mi pun enak.

        Kalau tidak salah dari Saigon ke Muine hampir 6 jam ya, menggunakan sleeper bus (malam) waktu itu, lumayan 13-15 dollar tahun 2014 harganya seingetku

        Liked by 1 person

      2. Siap! Semoga segera ada kesempatan buat ke HCMC. Penasaran, pengen lihat kota yang lebih besar dari ibukotanya. Dan pengen nyobain wisata perangnya (mainstream banget, tapi okelah).

        Noted. Kirain bisa one day trip gitu ke Muine, ternyata jauh juga ya.

        Liked by 1 person

      3. Soal yg ke Muine itu jadi kita malem jam7 berangkat dari HCMC ke Muine naik sleeper bus. Sampai Muine sekitar jam 3-4 pagi. Nah sampai sana harus sewa jeep. Jadi memang ke Muine agak mahal sih harus sharing sama temen biaya jeep. Lalu di Muine ada banyak spot buat wisatanya selain Padang Pasir. Pulangnya sore sekitar jam4, waktu itu sewa mobil gitu harganya hampir Rp 1 jutaan lebih tahun 2014 tapi kita tanggung ber-6 buat balik ke HCMC. Sampai di HCMC jam 8an malam terus tidur buat flight pulangnya besok pagi jam 10. Bisa dibilang seharian penuh dihitungnya. Efektif pokoknya ngatur waktunya dgn adanya sleeper bus jg jd bisa tidur di bus kita ga ada biaya sewa dorm.

        Like

  9. Waktu di Hanoi lihat orang makan keong sawah ini. Suamiku ikut makan tapi aku gak berani..

    Nah selama di sana puas deh makan Pho Ga dan Pho Bo, secara suka rasanya. Gurih-gurih segar gitu.
    Ah membaca post ini benaran jadi kangen Hanoi lagi, tak semoderen Jakarta, tapi berkarakter kuat. Bikin kangen

    Liked by 1 person

    1. Kenapa gak berani ni? Rasanya enak juga sih, gak ada amis-amisnya, mungkin karena bumbunya juga ‘berani’.

      Iya nih, aku juga kangen Hanoi lagi. Belum puasss 😀

      Like

  10. Aduduh, Bart. Ini perjalanan kamu yang bikin saya iri & pengen cepet-cepet ke Vietnam. Bagus banget bangunan tua di sana. Fotonya keren-keren euy. Tonenya bagus. Ngelihat fotonya doang, kayaknya saya bakal jatuh cinta sama makanan Vietnam ahahaha. Keong sawah, belut! Aduh enak banget itu…

    Vietnam kalo yg saya lihat tivi2 mah kayaknya kota yang berisik banget. Heuu. Motor seliweran gak jelas & gak teratur. Iya emang, Bart?

    Liked by 1 person

    1. Menurutku sih Hanoi memang agak berisik, tapi itu cuma di jalanannya aja. Begitu melipir sedikit ke dalam gangnya, malah beda. Sepi. Padahal bangunannya padat. Beda dengan kota-kota di Jawa (Barat, terutama) yang kadang sampai ke dalam gangnya aja masih berisik juga.

      Soal motor memang di Hanoi ruaaaar biasa. Kudu ekstra hati-hati buat nyeberang. Karena mereka hampir gak akan pelan atau berhenti kalau melihat orang menyeberang. Tapi istimewanya, mereka akan sedikit menghindar saja. Jadi kadang kalau mau nyeberang jalan, ya pede aja maju, nanti biar pengendara motornya yang menyesuaikan.

      Hmmm jujur aku masih pengen ke sana lagi, mengunjungi kota-kota lainnya 🙂

      Like

  11. Makanan disana kelihatan segar-segar dan sehat yach apalagi ada banyak pilihan bumbu pelengkap seperti daun-daunan. tapi pilihan makanan selain daging bisa juga ikan kan Bart? dan pastinya kalau ikan lebih halal.

    lihat situasi kota nya masih asri dan kolonial nya masih berasa dan jadinya kotanya cantik, efek unsur bangunan tua yang tertata rapi.

    Liked by 1 person

    1. Betul Lin. Dan karena kebanyakan orang Vietnam langsing-langsing, aku sampai kepikiran (dan beberapa temanku juga mikir yang sama), bahwa bisa jadi karena disebabkan oleh jenis masakan mereka yang sehat dan berkuah banyak.

      Betul Lin. Ikan, belut, dan beberapa seafood lainnya adalah masakan yang insya Allah halal dan bisa jadi pilihan kalau lagi jalan-jalan di sana.

      Yup, aku suka banget suasana kotanya. Relatif bersih, bangunan kolonial dan tua lainnya cukup terawat. Nyenengin deh 🙂

      Liked by 1 person

  12. Aku pikir Vietnam kurang recommend untuk wisata sambil menjaga ibadah, ternyata di Sana ada masjid dan halal food juga, soalnya di agent travel wisata halal jarang memasukkan Negara ini ke dalam list

    Liked by 1 person

  13. Akhir tahun lalu aku ke Kamboja, langsung suka sekali dengan masakannya karena rasanya unik. Mereka banyak menggunakan daun serai, juga ditambah daun ketumbar. Konon makanannya mirip sama Vietnam.

    Kalau aku lihat, kesamaannya adalah orang Kamboja dan Vietnam sama-sama suka kuah ya. Makanannya kebanyakan banjir air gitu. Cocolan/saus pelengkap juga encer-encer. Aku penasaran banget mau coba makanan Vietnam!

    Kalau Mas Bart mau ke Vietnam lagi dan mau rame-rame, ajak-ajak yah!

    Liked by 1 person

    1. Ooo jadi masakan Kamboja hampir mirip-mirip dengan Vietnam juga ya? Yang banyak kuahnya. Mungkin biar hemat kali ya, kenyangnya sama air. Pantesan rata-rata warga sana pada langsing-langsing hahahaha.

      Siaap, pokoknya stay tune yaaa. Supaya kalau ada rencana jalan ke sana rame-rame bisa barengan 🙂

      Like

  14. Vietnam ‘ngangenin ya. Salah satu tulisan yang meyakinkan diriku mengambil keputusan melakukan perjalanan darat di Vietnam bulan lalu dengan memulainya dari Hanoi. Bahkan sempat mencari kamar kosong di penginapan yang diulas tapi kamarnya sedang penuh jadi mencari penginapan lain, haha. Terima kasih kk Bart.

    Liked by 1 person

    1. Iya kak, asal musimnya pas aja. Waktu aku ke sana khan akhir musim gugur dan awal musim dingin, jadi adem, dan cenderung dingin di malam. Jadi enak. Gak tau juga deh kalau pas musim panas. Cuma aku rasa tetap eksotis dan menyenangkan sih 🙂

      Liked by 1 person

  15. hi, salam kenal bart,
    kl boleh tau dari bandara ke old quater naik bus ya?
    sebelah mana nya bandara dan harga nya berapa?
    terima kasih

    Liked by 1 person

    1. Hallo salam kenal juga. Untuk naik bus ke Old Quarter, ada semacam shelter nya gitu setelah keluar pintu terminal bandara. Nyebrang jalan di depan terminal situ, ada tandanya kok, dipasang di pilarnya. Kalau gak salah harganya sekitar Rp 35.000,-

      Like

Leave a comment