Seorang rekan blogger dari Filipina pernah menyatakan betapa beruntungnya saya yang tinggal di Jawa Barat -khususnya kota Bogor-, karena dikelilingi oleh lima Taman Nasional, yaitu: TN Gunung Gede Pangrango, TN Gunung Salak Halimun, TN Gunung Ciremai, TN Kepulauan Seribu dan TN Ujung Kulon. Yang beberapa di antaranya termasuk ke dalam Situs Warisan Dunia (TN Ujung Kulon), dan Cagar Biosfer (TN Gunung Gede Pangrango) yang diakui oleh UNESCO.
Intinya, dengan sedikit usaha, saya sudah bisa sampai dan menikmati alam bebas yang berada di dalam perlindungan nasional dan dunia. Terutama untuk melakukan kegiatan alam yang murah meriah seperti trekking di pegunungan, dan hutan belantara. Seperti yang saya lakukan dalam dua minggu terakhir ini, sebagai persiapan sebelum keberangkatan saya kembali ke Himalaya, untuk mencapai Everest Base Camp (EBC) pada bulan April 2017 mendatang.

Namun, trekking pada musim penghujan yang panjang -seperti tahun ini- memerlukan beberapa perhatian khusus. Yang pada dasarnya harus diterapkan demi kenyamanan dan keselamatan trekker itu sendiri.
Pakaian: Bagaimana dan Harus Pakai Apa?
Pakaian yang nyaman adalah modal dasar untuk menjalani trekking yang menyenangkan. Karena itu merupakan material yang melekat langsung pada tubuh trekker, dan akan dibawa kemanapun diri melangkah.
Pada dasarnya, hal terpenting yang harus diingat dalam pemilihan pakaian untuk trekking adalah: hindari penggunaan katun atau bahan yang porsi katunnya dominan!
Karena secara material, katun bersifat menyerap air, lambat kering, dan merupakan insulator yang buruk pada kondisi basah. Bahkan ketika basah, katun justru menjadi material yang dapat menyerap panas tubuh, sehingga dapat menaikkan risiko terjadinya hypothermia.

Pakaian dengan bahan dasar sintetik semacam polar fleece, ataupun wool alami, jauh lebih cocok bagi kegiatan trekking. Serta penggunaan teknik layering atau pelapisan dalam berpakaian akan membantu dalam menjaga kestabilan suhu trekker di kala hujan.
- Lapisan Dasar: Dry Fit Underwear merupakan investasi yang bagus bagi seorang trekker baik di musim panas maupun musim penghujan/dingin. Begitupun bagi mereka yang sering bepergian dalam jangka panjang. Karena, dry fit underwear umumnya ringkas, nyaman digunakan, cepat kering, dan mampu menjaga suhu tubuh lebih stabil. Pada kondisi suhu udara yang lebih ekstrim, penggunaan long-john mungkin juga diperlukan.
- Lapisan Luar: Prinsip yang sama juga diterapkan untuk pemilihan baju dan celana bagian luar. Yang ketika hujan tetap mampu menjaga kestabilan suhu tubuh trekker, mudah kering jika basah, dan tetap sejuk ketika cuaca panas kembali.
- Lapisan Penyekat/Penghangat: Sweater berbahan merino wool, ataupun ultralight down jacket dengan isian bulu angsa, cocok bagi pelapis selanjutnya, yang dapat menjaga suhu tubuh tetap hangat ketika udara menjadi dingin. Penambahan windbreaker jacket juga bisa dilakukan seandainya diperlukan. Sedangkan kaus kaki berbahan merino wool, dapat dipakai untuk menjaga kehangatan pada area kaki.
- Lapisan Anti Air: Jas hujan khusus kegiatan luar, baik yang berbetuk poncho maupun two pieces (atasan dan bawahan terpisah) adalah hal wajib selanjutnya, demi menjaga lapisan-lapisan sebelumnya tetap sekering mungkin. Hindari penggunaan jas hujan biasa, yang pada umumnya tidak dirancang untuk penggunaan yang lebih berat (heavy duty), dimana materialnya tipis dan mudah robek.
Alas Kaki: Sepatu atau Sandal?
Sepatu yang sesuai adalah hal terpenting selanjutnya yang harus diperhatikan. Apalagi jika ada kemungkinan kegiatan tersebut dilakukan pada kondisi basah dan hujan. Berikut ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihannya:
- Jenis: Gunakan sepatu yang memang didesain khusus untuk trekking. Yang cukup kuat dalam menanggung beban tubuh dan bawaan, serta sesuai dengan medan yang dilalui. Pastikan sol nya mempunyai daya cengkeram yang baik, dan stabil pada medan-medan licin.
- Pelapis: Carilah sepatu yang tahan air namun tetap memiliki sirkulasi udara yang baik. Misalnya yang memiliki bahan pelapis luar dari Gore-Tex.
- Ukuran: Pastikan tidak kekecilan, terutama setelah penggunaan kaus kaki. Dan untuk menghindari terjadinya lecet serta ketidaknyamanan, pilihlah sepatu yang lebih besar satu ukuran. Misal, jika biasa menggunakan sepatu ukuran 40-41, maka pilihlah ukuran 42-43 untuk sepatu trekking.

Sepatu trekking yang tepat, biasanya didesain untuk melindungi otot kaki, termasuk dari kemungkinan terkilir ketika berada pada permukaan yang tidak rata. Serta menjaga area persendian dari tekanan yang berlebihan. Penggunaan gaiter juga dapat ditambahkan untuk melindungi masuknya air ke dalam sepatu, ataupun dari serangan lintah.
Selain itu, meskipun lebih terbuka, sandal gunung juga bisa dijadikan sebagai alternatif alas kaki untuk trekking di musim hujan. Namun, sandal gunung tidak sesuai untuk trekking dalam jangka waktu yang panjang dan bermalam.
Tas: Antara Dry Bag, Backpack, dan Carrier
Tas yang digunakan ketika trekking di musim hujan tentu harus disesuaikan dengan beban yang dibawa, baik dari segi ukuran maupun jenisnya. Namun, poin penting yang harus diperhatikan adalah tas tersebut memiliki mekanisme perlindungan terhadap air.
Untuk trekking singkat yang tidak lebih dari satu hari, dry bag ukuran 5 hingga 10 liter bisa digunakan. Sedangkan untuk trekking yang memakan waktu lebih lama, dan pada kondisi hujan yang lebih sering, maka backpack ataupun carrier yang dilengkapi dengan cover anti air jauh lebih cocok.
Serta jangan lupa untuk menyimpan gawai dan alat dokumentasi digital pada tas khusus yang memiliki perlindungan serupa.
Perhatikan Detail Lokasi dan Info Cuaca
Umumnya belantara yang tua dan rimbun, jauh lebih aman dijadikan sebagai jalur trekking di musim hujan, dibandingkan dengan lereng-lereng terbuka, terlebih yang banyak diisi oleh bebatuan yang tak stabil.
Namun, untuk lebih detailnya sebaiknya trekker bertanya pada pos-pos jagawana lokal yang lebih menguasai medan setempat. Begitupun dengan info prakiraan cuaca dan hal-hal khusus yang berlaku di lokasi tersebut. Misalnya seperti: daerah yang boleh dilalui, binatang buas yang mungkin ada, ataupun wilayah terlarang yang sama sekali tak boleh dimasuki.
Tips: Trekking Ketika atau Setelah Hujan
Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan ketika trekking di tengah hujan maupun setelahnya:
- Pastikan agar tubuh tetap sekering mungkin dan suhu selalu terjaga, terutama ketika hujan berlangsung di area trekking yang jauh dari tempat berlindung. Penggunaan jas hujan dan lapisan penghangat yang tepat, menjadi kunci utama poin ini.
- Selalu waspada pada area pijakan, ketika hujan sedang berlangsung ataupun sesudahnya. Karena terkadang bagian licin tidak selalu tampak kasat mata.
- Jika tak mungkin dihindari, lalui secepat mungkin, area yang berada di atas atau di bawah lerengan terbuka. Apalagi jika area tersebut memang dikenal sebagai daerah rawan longsor.
- Berhati-hati ketika akan menyeberang atau beristirahat di aliran sungai, karena banjir bandang bisa saja tiba-tiba muncul akibat hujan lokal yang terjadi di bagian hulu.
- Jika hujan disertai oleh angin kencang, waspadai pepohonan tinggi yang terlihat rapuh dan mungkin saja roboh.

***
Meskipun tampak agak berbahaya, sesungguhnya trekking di musim hujan tetap bisa menjadi kegiatan yang aman dan menyenangkan. Selama trekker benar-benar disiplin, memperhatikan peralatan yang dibawa, serta aturan-aturan yang ada.
Sepengalaman saya, selain menantang, trekking di kala hujan juga menghadirkan sensasi yang berbeda. Terutama ketika tanah dan pepohonan menguarkan aroma alaminya yang terekstrak oleh guyuran hujan seketika.
Tak percaya?
Kalau begitu, kalian harus coba!
Warbiyasak tipsnya Om Bart. Aku sudah lama nggak nanjak hehe. Memang benar aroma tanah dan tumbuhan ketika hujan akan mengeluarkan aroma yang berbeda. Iya saya pernah kehujanan dua jam di Gunung Penanggungan. Banyak keplesetnya, pulang-pulang pijet wkwkw
LikeLiked by 1 person
Ayolah nanjak lagi. Apa perlu aku samperin ke Jatim buat nanjak bareng?
Iya, dan entah kenapa aroma alami akibat guyuran hujan pertama itu selalu enak buat disesap. Menenangkan. Asal gak hujan angin aja sih hehehehe 🙂
Gunung Penanggungan itu dua jam naik turun apa gimana?
Btw, di kotamu ada gunung atau daerah yang asik buat dipakai trekking gak? Share dong 🙂
LikeLike
Yah klo pp sih bisa 8 jam wakakaka. Pendek tapi melelahkan. Di tempatku ada Arjuno tp gapaham ada jalurnya atau tidak. Beberapa kali sempet nemu foto di sosmed ada yg nanjak tp begitu ditanyain kayak rahasia-rahasia gitu. Huvt. Bukan jalurnya pendikian umum jadi gak berani uji nyali 😖
LikeLiked by 1 person
Wah, kaya nya seru tuh. Asal ada jalur yang relatif aman sih aku pengen coba juga.
Hahaha suka gitu ya, dirahasiain tapi sekaligus dipamerin. Hmm kadang ada bagusnya juga sih, biar gak cepat rusak diserbu trekker dadakan 😀
Coba, nanti kita tanyain sama Rifqy Papan Pelangi. Siapa tau dia punya info yang lebih valid.
LikeLike
Mas Alid, mau naik Penanggungan lagi nggak? Kalau mau saya ikutan dong, hehe. #nimbrung
LikeLiked by 2 people
Ini kalau Gara udah shouting gini, pasti ada ‘sesuatu’.
Ada sejarah yang menarik kah di sana Bli Gara?
LikeLike
Iya Mas, ada puluhan situs candi di gunung itu. Memang gunungnya sendiri sudah unik karena merupakan bentuk mandala alami, hehe.
LikeLiked by 1 person
Wah, menarik nih. Mandala alami. Kayanya masih sedikit yang bahas soal naik gunung untuk ngulik situs-situs purbakalanya.
Gara, kamu bisa jadi blogger spesialis di bidang ini deh.
LikeLike
Amin…
LikeLike
Ayuk haha, tapi aku gak jago bikin tenda dll wkwk, suka numpang sama temen bhuahaha. Btw pasti ngincer yg jalur Jolotundo? Duh mayan panjang itu 😣
LikeLiked by 1 person
Iya tentu saja yang diincar adalah jalur Jolotundo. Aaak. Di Jolotundo saja ada banyak, apalagi di atas kan, hehe.
LikeLiked by 1 person
Terus kamu kedingingan butuh kehangatan?
LikeLiked by 1 person
aku butuh belaian
LikeLiked by 2 people
Curcooool hahahaha
LikeLike
Kamu mau dibelai siapa sih…
LikeLiked by 1 person
Pakaianku udah cukup hangat ko.
Lagian yang penting khan hati tetap hangat hahahaha.
LikeLiked by 1 person
Kalau musim ujan biasanya di puncak juga orangnya tidak terlalu banyak dan nyaman. Walau jalannya lebih sulit karena licin dan lainnya 🙂
LikeLiked by 1 person
Low season lah ya di atas sana 🙂
Yang pasti gak kalah menyenangkan juga untuk trekking di ‘wayah rendeng’ begini. Selama gak ada larangan atau penutupan jalur sih, harus dicoba.
LikeLike
Foto-foto mu selalu mempesona. Apalagi yang embun pagi itu. Tips trackingnya bermanfaat.
LikeLiked by 1 person
Terimakasih ko 🙂
Eh jadi inget nih, mumpung duta Sumsel nya lagi di sini. Mau nanya. Kaya’nya Pagaralam cocok ya buat trekking-trekking gitu?
LikeLiked by 1 person
Cocok kok untuk naik ke Gunung Dempo. Udah banyak yang coba. Tapi kalau aku belum :p
LikeLiked by 1 person
Ok, aku catat. Gunung Dempo yaaaa.
Belum coba, karena gak minat atau gimana ko?
LikeLiked by 1 person
Gak ada temen trekkingnya, sama alat prepare kayak tulisanmu ini 😀 baru pernah trekking setengah aja itu pun di bibir gunungnya.
LikeLiked by 1 person
Ooo gitu. Ya siapa tau nanti kalau aku ke Sumsel kita bisa lah trekking bareng. Mumpung banyak kenalan blogger lainnya juga di sana. Asal pada suka aja jalan-jalan di alam gitu.
Tapi seru deh pasti kalau rame-rame 🙂
LikeLiked by 1 person
Akses dari palembang ke pagar alamnya ampun. 8 jam dgn jalan rusak dan jurang 😀 tapi bisa pake pesawat dr jkt.
LikeLiked by 1 person
Kok kedengarannya malah seru ya? Hahaha.
O iya ya, sekarang khan Garuda udah buka penerbangan langsung dari Jakarta ke Pagaralam.
LikeLike
Kemarin selasa baru saja pergi lagi ke curug-curug dan hampir saja celaka mirip pengalamanmu Bartz,,,,
LikeLiked by 1 person
Waduuh. Kok bisa Hen?
Tapi gak kenapa-kenapa khan?
LikeLiked by 1 person
Pikiran saat itu sih berakibat fatal namun Allah masih memberikan mukjizatnya, selamat tanpa luka satu pun
LikeLiked by 1 person
Alhamdulillah. Semoga ada hikmah yang bisa diambil ya Hen.
Kapan-kapan mau dengar cerita detailmu yaaaa.
LikeLiked by 1 person
aamiin, siapp..
LikeLiked by 1 person
aku sik sering gawe sandal jepit asal nggak pas musim hujan. lebih santai dan relax meski sering putus, hahaha. klo pilihan sandal atau sepatu trekking? lebih suka sepatu, kaki ketutup dan nggak gatel gatel.
LikeLiked by 1 person
Hahaha aku jadi inget, pertama kali naik Gunung Gede di tahun 96, salah satu temanku trekking nya pakai sandal jepit. Alhasil, yaaaa putus di tengah jalan.
Karena gak ada yang bawa sandal dan sepatu serep, serta kasian liat dia nyeker. Akhirnya, kami kasih dia kaos kaki.
Turun via Gunung Putri pakai kaos kaki. Begitu nyampe Cipanas, kaos kakinya udah hancur berantakan hahaha.
Pokoknya, jangaaaan sekali-kali naik gunung pakai sandal jepit. Bukannya asik, malah jadi sengsara.
LikeLike
Jangan lupa, dengan minim perbekalan om Bart..
Plus hadiah dari alam, diantup tawon di Suryakencana..
Hadeuh….
BTW, siapa yg masih simpen foto yg waktu itu ya?!
LikeLiked by 1 person
Yoiii. Diantup tawon di Suryakencana itu momen yang tak terlupakan.
Foto-fotonya aku masih simpan semua di rumah mas. Boleh juga deh, kapan-kapan aku share di blog 😀
LikeLike
Jadi malu tadi langsung mengajak Mas Alid buat langsung menanjak Penanggungan, padahal mendaki itu butuh persiapan dan peralatan yang mumpuni juga. Sepertinya nilai investasi yang dibutuhkan tidak sedikit ya, tapi namanya demi keselamatan, ketimbang kenapa-napa di atas gunung kan jadi berabe juga yah, hehe. Tapi fotonya keren-keren banget Mas.
Eh apa kapan-kapan kita cari situs di Bogor saja kali ya? Saya pernah lihat tengara menuju sebuah punden berundak tapi buat mencapainya mesti trekking 4km…
LikeLiked by 1 person
Hahaha gak papa Gara. Awalnya khan ajakan dulu, kalau diseriusin, baru deh dipikirin peralatan dan persiapan lainnya.
Yuuuuk, justru itu yang aku tunggu. Gak sekedar trekking, tapi juga sekaligus ‘mencari jejak’. Sesuai dengan nama blogmu khan? Hehehe.
LikeLike
Belom pernah trekking di gunung beneran, lemah pisik saya mah takut nyusahin orang haha
Aku pernah hiking/walking singkat pas hujan salju, treknya gak keliatan jadi bingung mau ke mana, tapi seru
LikeLiked by 1 person
Harus coba kalau gitu kapan-kapan, gak usah yang terlalu tinggi. Seperti jalur trekking ke Curug Cibeurem di TNGGP ini, gak terlalu sulit. Nanjak di awal aja, selebihnya santai.
O iya ya, di salju begitu kalau kita trekking di depan. Kalau di belakang khan tinggal ngikutin jejaknya aja 🙂
LikeLike
Di Sumsel ada Pagaralam dengan gunung Dempo dan bukit Serelo (bukit berbentuk jempol tangan). Btw aku penasaran sih sm underwear dry fit itu ada gak buat cewek, kayaknya kalo ke mall belum nemu deh. Sepatu trekking kayaknya susah dicari ya, apa belinya di toko khusus peralatan trekking? Soalnya klo mampir ke toko Eiger gak lihat sepatu trekking klo sendal banyak. Kalo trekking musim hujan yg jadi pikiranku dimana pipisnya soalnya klo udara dingin bawaanya bakal sering ekskresi
LikeLiked by 1 person
kak jadi mupeng ingin ikut tapi aku tidak suka naik gunung piyee 😦
LikeLiked by 2 people
Mungkin kita cari gunung yg mudah untuk pemula winny kayak gunung di Garut aku lupa namanya kalo gak salah Papandayan
LikeLiked by 1 person
aku udah kalau papandayan kak
LikeLiked by 1 person
Katanya Papandayan termasuk jalur favorit, buat yang pengen nyobain naik gunung ya? Soalnya gak susah-susah banget.
LikeLike
Tapi tetap ngos2an bar
LikeLike
Ini artinya, kamu harus coba! Baru nanti tentukan, suka naik gunung atau nggak hehehe.
Tapi trekking gak harus selalu naik gunung sih.
LikeLike
Sip, aku catat ya tambahannya, bukit Serelo.
Dry fit underwear buat cewek? Ada kok, banyaaak. Malah jangan-jangan lebih banyak buat cewek, variasinya. Kalau misalnya agak sulit nemu di mall, coba di olshop-olshop besar di internet Na. Banyak kok, hampir setiap brand menyediakan. Mulai dari Nike, Under Armour dan sebagainya. Mungkin, namanya bukan dry fit. Tapi kalau bingung, bisa dilihat juga dari deksripsi material penyusunnya.
Untuk sepatu trekking di E*ger aku rasa tergantung stock di tokonya. Kalau di Bogor sih ada. Cuma aku belinya di toko peralatan outdoor lain, soalnya aku beli brand lain.
Nah! Kalau lagi kegiatan di alam, ya urusan kaya gitu juga di alam. Cuma, harus Tanya dulu sama jagawana setempat, kebiasaan di situ bagaimana. Jangan sampai nanti kita ‘nandain’ di wilayah kekuasaan harimau, terus terendus sama mereka, eh malah dikejar-kejar. Amit-amiiit 😀
Tapi aku pernah liat ya, alat khusus untuk penampung urin bagi trekker wanita kalau mau naik gunung gitu. Baca aja sih sekilas, pas lagi nyiapin itinerary Himalaya.
LikeLiked by 1 person
Makasih Bart lengkap amat penjelasannya kayak wikipedia berjalan, kalo traveling bareng Virgo bakalan aman plus santai udah diatur semuanya hahaha
LikeLiked by 1 person
Sama-sama Na.
Hahaha … Tapi aku juga gak se-Virgo itu. Kebetulan aja aku punya datanya berdasarkan pengalaman 😀
LikeLiked by 1 person
Mas Bart, nambahin lagi…
yang buat nampung pipis ada yang buat pria dan buat perempuan juga, kemarin liat di cent*ry, terus juga dijual tissue sekali pakai buat mandi yang berbentuk sarung tangan (udah ada yang pake parfum atau ga pake) kan lumayan biar ga bau dan seger (tapi bawa balik sampahnya ya!)
LikeLiked by 1 person
Wah makasih tambahan infonya mbak. Dan itu dia yg harus digarisbawahi: bawa balik sampahnya.
Ini masalah banget.
Sampai-sampai mulai sekarang TN Gunung Gede Pangrango melarang orang untuk membawa botol air minum dalam kemasan dan juga tissue basah ke atas. Karena sering dipakai untuk nampung urin dan ‘bebersih hajat’ tapi abis itu ditinggalkan begitu saja. Akhirnya para ranger deh yg kena getahnya buat bawa turun lagi.
LikeLiked by 1 person
petualangan yang sangat seru, apalagi musim akhir tahun gini, kalau gak salju ya hujan..pokoknya mantol itu kebutuhan wajib yang harus dibawa ya mas broh..
LikeLiked by 1 person
Iya mas betul, mantel hujan itu wajib, tapi juga harus diperhatikan jenisnya. Harus tepat jenis, supaya tepat guna 🙂
LikeLike
trekking di musim kering aja perjuangan, apalagi musim hujan ya hiks hiks…..aku mupeng Ultra Light Down Jacket-nya…nungguin kok gak diskon2 yaaa
LikeLiked by 1 person
Tips ini bisa dipakai juga untuk daerah bersalju lho kak.
Nah, waktu itu aku beli Ultralight Down Jacket nya menjelang spring, dapat diskon lumayan. Sampai 300 ribu kortingannya. Aku sih rekomendasiin UNIQLO, karena ultralight down jacket nya benar-benar ultralight. Setelah dilipat, besarnya cuma dua kali kepalan tangan, dan benar-benar ringan. Plus udah dicoba di atas Himalaya, tetap hangat meskipun di bawah nol 🙂
Bukan buzzernya, tapi pengakuan customer yang puas 🙂
LikeLike
huaaaaaa aku jadi makin pengen beliiiiikkk T_T
LikeLiked by 1 person
Buruan beliii ,,, aku lihat UNIQLO lagi banyak diskon nih, tapi kalau misalnya masih kemahalan coba tunggu sampai menjelang spring. Tapi biasanya pilihan warnanya tinggal sedikit.
Bisalaaah Dita beli, bujukkin aja mamasnya buat beliin 😀 #kompor
LikeLike
Sejak pengalaman mendaki Gunung Merbabu saat musim hujan, aku sebisa mungkin menghindari kegiatan pendakian saat musim hujan,tapi juga nggak di tengah puncak kemarau hehe. Selain supaya bisa dapat pemandangan kece tanpa terhalang awan mendung (meskipun ternyata pemandangan di Merbabu saat sampai puncak masih cukup cerah), aku agak males dengan medan tanah basah atau lumpur yang menanjak / menurun. Selain itu, pakai ponco itu juga menghambat pergerakan.
Sepatuku nggak khusus sepatu gunung, tapi syukurnya daya cengkeramnya baik sehingga tetap aman digunakan untuk memanjat batu sekalipun. Baju-baju di dalam backpack 60L, selain aku lapisi rain cover, juga aku masukkan ke dalam kantung plastik untuk mencegah air rembes 😀
LikeLiked by 1 person
Ya memang trekking atau pendakian di musim hujan itu pilihan sih Gi. Yang penting, dilakukan selama jalur trekkingnya masih dibuka alias tidak ada larangan resmi. Gak tau sih, kalau aku malah agak demen ‘kecek’. Seru aja hahaha
O iya, soal kantung plastik masuk ke dalam rucksack, kaya kita sama. Aku juga lakukan itu, bahkan ketika traveling biasa, karena juga akan mempermudah dalam mengeluarkan barang-barang lainnya.
LikeLiked by 1 person
Tips yang bagus Bart. Dan emang benar, kamu itu beruntung tinggal di Jawa Barat, bahkan beruntung tinggal di Jawa. Muka buminya menarik sekali. Beruntung aku bisa tumpang bangga – leluhurku dari Jawa Timur 🙂
LikeLiked by 1 person
Terimakasih Khai 🙂
Wah ternyata masih ada keturunan Jawa Timur juga ya Khai? Leluhurmu Jawa Timur nya dari kota mana, dan kapan terakhir kali berkunjung ke Jawa? Ayo sini, main-main ke Indonesia.
LikeLiked by 1 person
Kota mana tu aku pun gak pasti Bart. Yang ku tahu dia datang ke Malaya terus buka satu perkampungan. Kalau ke daerahnya Sungai Besar itu ada satu kampung namanya Kampung Tebuk Mufrat sempena nama moyangku. Hehe.
Kali terakhir aku ke Jawa tahun 2012 ke Jawa Tengah, ke Semarang. Plannya emang mau ke Indonesia tahun depan 🙂
LikeLiked by 1 person
Ooo gitu, cuma tau pasti bahwa asal muasalnya dari Jawa Timur saja ya.
Kalau nanti ke Indonesia, kabari ya Khai. Siapa tahu kita bisa jumpa 🙂
LikeLiked by 1 person
Ya yang nenek ko sempat omong, asalnya kami dari Jawa Timur. Namun kota mana gak ku pasti. haha.
Aku juga punya paman di sana meski belum pernah jumpa namun pernah kabar kabar di whatsapp. Dia ada ke Malaysia tahun sudah kami kelola satu family gathering. Namanya H. Slamet Riyanto duluan Dirjen Penyelenggara Haji dan Umroh di sana. Hehe
Bisa saja aku kabari Bart! Nanti biasa ketemu jadi teman terus. ehehe
LikeLiked by 1 person
Ooo itu nama pamanmu ‘njawani’ sekali, sangat terasa Jawa nya. Kalau Dirjen berarti punya posisi di pemerintahan juga.
Ok, aku tunggu kabar selanjutnya. O iya, rencananya mau ke Indonesia bagian mana Khai? Sudah menentukan destinasi, atau masih mencari?
LikeLike
Rancangnya mau ke Jawa Timur atau Barat karena aku pernah ke Jawa Tengah meski cuma ke Semarang dan Borobudur.
Tanah Jawa itu cantik sekali jadi aku juga tidak kisah ke mana2 bagian sekalipun.
Haha Ya. Kalau di belah datukku, namaku bin Kamarudzaman bin Sanusi bin Ngariban. Ngariban itu nama Jawa Malaysia.
Belah nenekku itu Salimah binti Muprat. Lagi di sini juga ada pamanku namanya Markiman Kobiran. Itu kalau di Malaysia juga nama Jawa 🙂
Oh Dirjen itu punya posisi di pemerintahan ya? Itu lah aku ada dengar kalau dia juga macam somebody di Jogja tapi aku gak pernah kenalnya secara personal, lantas gak ambil pusing. hahaa
LikeLiked by 1 person
Ok. Dirimu lebih tertarik ke alam atau sejarah? Siapa tau aku bisa bantu untuk kasih saran. Soalnya memang Jawa itu banyak tempat menarik. O iya, kakekku asalnya dari Kudus di Jawa Tengah, sekitar 1 jam berkendara dari Semarang. Kota itu juga menarik. Makanan khas nya enak-enak dan di Kudus ada satu masjid dengan menaranya yang sangat unik, karena dibangun dengan perpaduan gaya Islam, Persia, dan Hindu. Menaranya disusun dari batu bata tanpa semen.
Soal masakan di Kudus, bisa baca ini Khai: https://bartzap.com/2016/02/29/kuliner-kudus-tentang-melepas-rindu-pada-kota-kretek/
Betul Khai, itu semua nama-nama khas Jawa sekali.
Bicara soal Jogja, aku dulu lahir di sana. Dan itu kota yang sangat menarik sekali. Kalau belum pernah ke sana, juga bisa Khai masukkan ke dalam rencana.
Atau mau mampir ke Bogor, tempat aku tinggal sekarang (kampung mamaku) juga bisa. Cuma 1 jam saja dari Jakarta. Ada banyak hal yang bisa dilihat di Bogor, dan alam Jawa Barat nya juga menarik.
Wah jadi banyak nih. Jangan bingung ya Khai dengan saran-saran ini 😀
LikeLike
Tips yang manteb sekali. Aku belum pernah trekking sih, tapi Kalo blusukan keluar masuk hutan udah sering. cuma liat lokasi tanah tok tok. Pas habis hujan pulak, terus masuk lokasi tanahnya gambut lagi . Bener bener pengalaman yang susah dilupakan. Pengin sih trekking, tapi kayaknya musti modal banyak, selain healthy ya.
LikeLiked by 1 person
Makasih Sarah.
Kayaknya blusukan keluar masuk hutan itu udah termasuk trekking juga, gak mesti nanjak gunung kok. Aku malah penasaran, lahan gambut itu bentuknya kaya apa. Soalnya belum pernah lihat langsung 🙂
O iya, pada dasarnya trekking itu gak perlu modal banyak sih. Kalau bukan musim penghujan, kita bisa trekking lebih santai. Yang penting tetap disesuaikan saja peralatannya, gak harus mahal, tapi tetap harus tepat guna 🙂
LikeLike
Ribet yaaa kalo ujan, persiapan dan barang yg di bawah jadi banyak. Klao gw sech dry bag ngak boleh ketinggalan ama kantong plastik hehehe
LikeLiked by 1 person
Yaaa namanya juga musim hujan mas, pasti agak ribet. O iyaaa sebagai penikmat (badan) air, dry bag dan kantong plastik itu barang wajib mas Cum 😁
LikeLike
Makasih untuk tipsnya mas bart. Seringkali libur trekking kalau pas musim hujan. Trekkingnya di dalam kota aja…hiihiihi
Setiap kali trekking selalu bawa jas hujan dan senter/ headlamp, meskipun langitnya pas cerah. Buat antisipasi kalo kehujanan dan kemalaman di hutan.
salam,
LikeLiked by 1 person
Sama-sama Rivai. Dan pada akhirnya, kalau trekkingnya dalam jangka waktu agak lama, mau gak mau barang-barang di atas pasti dibawa juga khan? Hehehe …
LikeLike
pas banget nih tipsnya. kebetulan besok pas malam tahun baru mau treking ke Gunung Gentong. hehe
LikeLike
Semoga tips di sini bisa berguna dan bisa diaplikasikan ya 🙂
LikeLike
wow banget tipsnya Bart, noted yah 😉 aku pernah trekking ke danau kaco objek wisata ala2 MTMA gitu lah, trekking kesananya 3 jam (masuk ke hutan TNKS) pulang baliknya 2 jam, pas balik kehujanan, cuma bawa mantel plastik tipis. baliknya sol sepatu jebol cuma pake sepatu buat senam haha.. oya, kamu suka diving kan, bisa tuh scuba di danau kaco, gak cuma sekedar snorkeling 🙂 soalnya danaunya dalem banget
LikeLiked by 1 person
Wah kayaknya seru tuh ke TNKS. Masuknya lewat kota mana sih mas?
Hehehe justru untuk diving di danau, aku malah agak kurang pede. Karena memang aturannya beda, terutama untuk menghitung ‘bottom time’ nya. Ada perhitungan khusus yang harus disesuaikan dengan dive table nya. Selain itu danau dasarnya beda. Kalau telaga sedalam maksimal 5 meteran, masih okelah. Lebih dari itu, harus liat-liat dulu hehehehe
O iya, danau Kaco ini masuk ke dalam wilayah TNKS ya?
LikeLiked by 1 person
yups, masuk TNKS, hutannya masih asri … kota terdekat di sungai penuh / kerinci 😉
banyak spot trekking disana, termasuk gunung tujuh, gunung raya, gunung kerinci …
LikeLiked by 1 person
Wah, jadi mupeng nih dengarnya. Seru kayanya 🙂
LikeLiked by 1 person
Aha, akhirnya pertanyaanku seputar sepatu dijelasin lagi di postingan ini. Walau kayaknya nggak ada rencana mau naik gunung apaaa gitu, tapi aku lagi mupeng banget pingin punya satu sepatu gunung yang kayak mas Bart pakai.
Jadi April nanti mau ke EBC ya… udahnya bikin buku kan? iya kan? 😀 “Ring in My Heart Traveler : dari Sungai Gangga Hingga ke Pegunungan Himalaya” can’t waiiitttt 😀
LikeLiked by 1 person
Beli Yaaan, ini gak cuma buat naik gunung aja kok, bisa dipakai trekking dimana-mana juga. Kecuali buat kondangan ya, gak cocok 😀
Insya Allah Yan, April 2017. Doain lancar ya.
Hahaha harusnya begituuu, ini nulis buku gak maju-maju akunya. Kayaknya harus sambil leha-leha di Ubud atau di manaaa gitu, biar tenang nulisnya. #carialasan
LikeLiked by 1 person
Keren Bartz, masih berani trekking di musim hujan. Kalo trekking deket sungai waktu musim hujan kudu hati-hati banget, kadang ada banjir bandang yang gak ketahuan datangnya.
Semoga sukses ke Himalaya untuk yang kedua kalinya.
LikeLiked by 1 person
Iya betul banget, makanya kalau pas musim hujan, harus lihat-lihat kalau mau main air. Kalau misalnya debit airnya tiba-tiba berubah, atau air yang tadinya jernih jadi keruh, maka kemungkinan ada banjir yang mau dating. Harus buru-buru naik.
Amiin amiin, makasih ya doanya 🙂
LikeLiked by 1 person
hehehe, sip… ditunggu kedatangannya ya Bart 🙂
LikeLiked by 1 person
Baca obrolan sama Gara, jadi inget tahun 2007 saya mendaki Gunung Lawu barengan anak-anak UGM. 3 hari 2 malam. Aslinya saya kapok naik gunung kalau buat ke puncaknya doang, Bart. Turun dr Lawu, saya baru tau klo di salah satu lerengnya ada situs Candi Sukuh. Tau gitu mah saya ke situs itu aja, lebih sesuai sama minat saya 😀 tapi bisa ke puncak Lawu pun saya gak nyesel sih. Cuma lesson learned aja. Abis itu kalo mau pergi ke mana-mana, selalu saya baca dulu sekitar lokasi tujuan saya ada apa aja. Aheuheuheu 😀 FYI, ke Nepal lagi beneran? Wow…
LikeLiked by 1 person
Jadi kapok apa nggak sebenarnya Lu? Hehehe … Aku pernah ke Candi Sukuh dan Cetho juga yang ada di lerang Lawu itu, cuma kayanya jalurnya agak beda dan jauh dengan pintu masuk pendakiannya.
Tapi memang dua candi itu layak kunjung sih, karena bentuk nya yang khas, agak beda, dan letaknya yang berada di lereng pegunungan itu.
Iya Lu, insya Allah April besok berangkat lagi. Doain lancar yaaaa 🙂
LikeLike
kalo untuk seorang trekker kayanya wajib tahu ini… kereen
tapi gue sendiri kalo trekking belum pernah nyobain di musim hujan gitu… temen banyak yang engga mau takut kenapa napa pas nanjak
LikeLiked by 1 person
Semoga tips ini bermanfaat ya. Secara umum tips ini bisa berlaku di segala musim juga sih.
Terimakasih sudah mampir yaaa 🙂
LikeLike
untuk wisata pegunungan saya mah ,.tetep paling favorite..udara yg sejuk dan segar yg susah kita temui di kota,.
merasakan benar indahnya ciptaan tuhan
ayolah mencoba di lain waktu untuk trekking ke Gunung rinjani,,
pastinya menjdi pengalaman yg tidak akan terlupakan..
LikeLike
Iya nih, pengen banget ke Rinjani, belum juga kesampaian. Insya Allah dalam waktu dekat.
LikeLike
salam kenal
Menarik juga travelling di musim hujan ya,
bagaimana di awal tahun ini, kemana lagi rencana travellingnya ya?
terima kasih
LikeLiked by 1 person
Salam kenal juga mas. Untuk rencana traveling tercepat insya Allah di bulan April 2017 besok. Untuk sementara persiapan aja paling 🙂
LikeLike
Belum pernah trekking buat naik ke puncak gunung yang tinggi sekali..
LikeLiked by 1 person
Nah, harus coba Zi … mumpung masih muda dan sehat 🙂
LikeLike
Aduh sorry bart langsung kepencet reply, komen lagi, tapi kalau trekking menuju surga tersembunyi kyak air terjun udah pernah, gak jauh dan tinggi amat sih tapi lumayan kalau musim hujan pasti licin banget, waktu kesana gak pake perlengkapan seperti yang ditulis di postingan ini, ya iyalah karena waktu itu gak musim hujan, Tapi patut dicoba sih tipsnya Bart, karena siapa tahu pengen trekking ke air terjun itu lagi pas musim hujan. Tapi masalahnya saya gak punya perlengkapannya… #lah malah curcol heheh.
Penasaran sama air terjunnya? Blogwalking ke blogku bart heheh.
LikeLiked by 1 person
Air terjun yang dimana Zi? Aku kok kalau ngomongin air terjun dan berkaitan dengan Sulsel ingatnya cuma Bantimurung aja hahahaa
LikeLike
Duh, kalau ke Bantimurung mah gak perlu trekking karena aksesnya udah bagus. Coba jalan jalan ke Barru bart, banyak air terjun disana, salh satunya Air Terjun Batulappa, yang harus trekking dulu. Keren deh pokoknya. Waktu kesana gak musim hujan, tapi kata temen kalau musim hujan jalanannya licin banget.
LikeLiked by 1 person
Noted.
Dari Makassar ke Barru berapa lama perjalanan darat nya Zi?
LikeLiked by 1 person
2 jam-an, dekat kok Barru itu sesudah Kab. Maros dan Pangkep.
LikeLiked by 1 person
Oo ok gak terlalu jauh berarti ya 🙂
LikeLiked by 1 person
Waaa belum berani trekking saat hujan. Karena blm punya gear serius. Ya trekkingnya juga belum serius juga sih, cuman yang deket-deket aja dan medannya ringan bangeet. Tapi tetep, blm berani kalo saat hujan.
LikeLiked by 1 person
Nah kapan-kapan cobain deh trekking ke Curug Cibeureum di Cibodas ini. Jalur trek nya gak sulit kok, mudah. Yaa pakai sepatu biasa juga bisa, yang penting jangan sandal jepit aja.
Bawa anak-anak Ne, pasti mereka happy. Soalnya bisa jalan-jalan di dalam hutan, lewat telaga, sungai-sungai kecil, bisa lihat puncak-puncak gunung berkabut lebih dekat, dan berakhir di curug yang debitnya lumayan. Gak jauh kok trekking nya, cuma 2 kiloan. 2jam pp pulang pergi.
LikeLike
Nah ini, pas naik k prau aku pakai kaos katun. Engga banget apalagi hbs itu hujan
LikeLiked by 1 person
Makin kedinginan ya, karena kausnya lama keringnya?
LikeLike
Saya setuju soal sensasi pepohonan di musim hujan, wangi khas itu tak terlupakan dan ingin sekali mengulanginya ketika mendaki di Pulosari pas musim penghujan.
Tipsnya juga berguna banget mas dan layak jadi acuan untuk traveler 😃 makasih.
LikeLiked by 1 person
Alhamdulillah kalau berguna info-info di atas. Btw, Pulosari itu dimana mas?
LikeLike
di Pandeglang, Banten mas
LikeLiked by 1 person
Sama jangan pakai jeans juga kali, ya. Beberapa kali saya lihat yang pakai jeans. Kayaknya kalau kena basah tambah berat dan susah kering, deh. Bikin kulit mudah lecet juga.
Suami tadinya pengen ke EBC lagi bulan April ini. Waktu itu kan dia ma temennya. Sekarang pengennya ajak anak. Tapi anak saya baru aja masuk SMP. Ditunda dulu, deh. Masa baru masuk SMP udha bolos hehehe. Padahal kalau jadi siapa tau jadwalnya bisa samaan, ya 🙂
LikeLiked by 1 person
Iya betul banget, jangan pakai jeans. Soalnya itu berat banget kalau sudah basah, dan keringnya lama. Bisa-bisa malah nyerap panas tubuh pemakainya. Selain membuat iritasi.
Jadi suaminya sudah pernah ke EBC? Cool!
Haha kalau bawa anak sih, harus nunggu musim liburan mereka dulu. Cuma pas musim liburan panjang anak sekolah di Indonesia itu memang bukan pas musim pendakian yang bagus sih, musim panas kalau gak salah.
LikeLike
Habis baca aku ngerasa siap naik gunung aja lho mas. Tips nya beneran oke buat referensi. Jadi bentar lagi ada cerita tentang himalaya? Wah hebat, pakai salju-salju gitu ga mas? Iya kan, aku malah keinget sama film vertical limit, hee.
LikeLiked by 1 person
Asiiik, ada yang mau naik gunung. Pokoknya ingat ya, tetap utamakan keselamatan.
LikeLiked by 1 person
Pasti, master
LikeLiked by 1 person
Aku belum berani nich trekking yang jauh apalagi kalau kondisi cuacanya seperti sekarang ini. Padahal mimpi mendaki gunung rinjani uda dari kapan tahun. Hiksss.. yang ada cuma mimpi doang ini.
LikeLiked by 1 person
Ayo wujudkan Lin. Kamu pasti bisaaaaaa 😉
LikeLiked by 1 person
yaampun bagus banget tempatnya. cuma suka ngeri kalo hujan gitu licin sama takut ada banjir bandang.
LikeLike
Aku belom pernah ke Curug Cibeurem 😦
LikeLiked by 1 person
Yuk atuh kak, kita jalan ke curug Cibeureum trus baliknya makan sate Maranggi di Cipanas 😋
LikeLike
Kapaaaan? Aku mauuuuu. Seriusan mauuuu
LikeLiked by 1 person
TN Gunung Gede Pangrango ditutup dulu kak, sejak 1 Januari sampai 1 April 2017. Demi mengembalikan sistem keseimbangan alami ekosistemnya. Jadi kemungkinan setelah itu baru bisa.
LikeLike
Oh okay. Mei yaa
LikeLiked by 1 person
Yes…
LikeLike
kayaknya seru sehabis hujan naik ke gunung… senssasinya berbeda dari biasanya
LikeLiked by 1 person
Tapi keselamatan harus tetap diutamakan ya 🙂
LikeLike
Kalau soal alas kaki sih terngatung kenyamanan. Kalau untuk jalan jauh saya lebih suka pakai sepata. Apalagi musim hujan terus masuk ke hutan basah. Buant menghindari gigitan pacet.
LikeLiked by 1 person
Iya sih, kalau jalannya jauh dan lama di musim hujan, saya juga mending pakai sepatu. Apalagi kalau memang daerahnya banyak pacet nya.
LikeLike
Bau hujan dari tanah dan pepohonan memang menggoda, itulah mengapa saya tidak pernah mencuci tas carrier saya semenjak saya membelinya….sayang kalau bau gunungnya hilang…ahahha
Terlepas dari beragam perjuangan saat melewati hujan menuju lokasi, selalu ada kisah dan pembelajaran di setiap lokasi dan rekan perjalanan.
Tentunya kalau main ke air terjun, harus melihat juga tipe sungainya itu gampang keruh atau enggak…ahahha kan gak lucu kalau motret slow speed di air terjuh malah jadi kayak susu coklat…ahaha
LikeLiked by 1 person
Gak pernah dicuci? Hahaha sampai segitunya, demi mempertahankan aroma alami yang ngangenin ya.
Hahaha iya ya, nanti dikira sungai susu coklat 😀
LikeLike
biasanya naik gunung berapa hari? apakah sebelum berangkat harus berolahraga dulu?
LikeLiked by 1 person
Tergantung jalur treknya sih. Paling cepat cuma beberapa hari saja, paling lama saya pernah 12 hari.
LikeLike