Mengenal Kopi di MesaStila

Selama ini saya bukan penikmat kopi. Sehingga agak susah bagi saya untuk mengapresiasinya sebagai minuman yang eksotik. Bagi saya, minuman itu harus segar. Sekedar air putih atau apapun yang pantas disajikan dingin adalah jauh lebih cocok  bagi lidah. Tapi terkadang, Tuhan mengatur rasa dan cinta dengan cara yang unik. Pada satu perjumpaan di MesaStila saya memahaminya.

MesaStila: Dataran Tinggi nan Sunyi

MesaStila adalah impian saya. Terletak pada ketinggian 680 meter di atas permukaan laut, dan dikelilingi oleh delapan ancala tanah Jawa, resort itu menjanjikan momen terbaik bagi siapapun yang menginap di sana.

Namun, tentu saya harus mempertimbangkan beberapa hal jika ingin menghabiskan waktu di tempat itu. Bukannya tak sanggup, hanya saja bagi resort sekelas MesaStila maka saya ingin menghabiskannya dalam momen yang istimewa.

the-club-house-mesastila-resort-magelang

kolam-renang-mesastila-resort-magelang
Infinity Pool MesaStila

Maka, ketika Phinemo berencana mengadakan Java Travel Journalism Class (JTJC) 2015, tanpa berpikir panjang saya segera mendaftar. Tak peduli jika harus menempuh jalan dari Bogor hingga Magelang untuk menghadirinya.

Sejarah MesaStila sendiri telah dimulai sejak masa kolonial. Dimana ia pada awalnya hanya sebuah perkebunan kopi yang dikelola oleh bangsa Belanda. Namun, dengan berjalannya waktu takdir MesaStila jatuh kepada pengelola yang lebih melihat potensinya sebagai resort ketimbang perkebunan kopi belaka.

Sebelumnya, ia dikenal sebagai Losari Resort and Coffee Plantation. Namun kemudian diubah nama menjadi MesaStila. Yang berarti, dataran tinggi nan sunyi. Sebuah ungkapan puitis dalam bahasa Swedia.

reception-lobby-mesastila-resort-magelang
Reception Lobby
detail-mesastila-resort-magelang
Detail MesaStila

Bayangkan ini, bagaimana ia tak mempesona, sebuah bangunan bekas stasiun kereta Mayong, diboyong dan difungsikan kembali oleh MesaStila sebagai lobby penerimaan. Bangunan kayu berwarna kuning gading itu berdiri anggun dengan segala detail lampaunya yang masih terpelihara.

Sementara The Club House, yang dahulu adalah rumah sekaligus kantor pengelola perkebunan kopi masa kolonial itu hingga kini masih berdiri apa adanya. Berupa bangunan berdinding batu berwarna putih yang disangga oleh pilar-pilar raksasa pada sekeliling terasnya. Sedangkan 23 villa yang tersebar pada areal resort dan perkebunan kopi seluas 22 hektar tersebut, dibangun dari memindahkan rumah-rumah kayu berarsitektur tradisional yang tersebar di tanah Jawa.

Saya merasakan romantisme masa lalu ketika akhirnya menjejakkan kaki di sana.

the-club-house-mesastila-resort-magelang
The Club House MesaStila

coffee-lounge-mesastila-resort-magelang

Coffee Plantation Tour at MesaStila

Pihak MesaStila berbaik hati mempersiapkan sebuah Coffee Plantation Tour bagi kami semua, peserta JTJC 2015.

Dan Pak Yoyok yang bertugas memandu kami, membuka tur dengan menjelaskan beberapa varian kopi yang ditanam di MesaStila.

“Di sini kami memiliki empat jenis tanaman kopi, yaitu: Robusta, Arabica, Jawa, dan Excelsa. Namun, karena sifat tanaman dan ketinggian MesaStila, maka jenis Robusta adalah yang menjadi unggulan kami”, jelasnya.

kebun-kopi-mesastila-resort-magelang
Area Kebun Kopi MesaStila
coffee-plantation-tour-mesastila-resort-magelang
Pak Yoyok sedang memandu tur di area Kebun Kopi MesaStila

Saya adalah orang yang seringkali sulit membedakan beberapa varian tanaman sejenis berdasarkan morfologinya, kecuali jika memang mereka memiliki ciri pembeda yang sangat kontras. Untungnya, kopi adalah yang termasuk yang mudah dibedakan. Pak Yoyok menunjukkan kepada kami empat jenis daun yang berasal dari kopi-kopi tersebut, dan menjelaskan cara membedakannya berdasarkan ukuran. Dengan urutan lebar yang terbesar hingga yang paling kecil adalah Exelsa, Robusta, Jawa, dan Arabica.

coffee-plantation-tour-mesastila-resort-magelang
Pak Yoyok menjelaskan morfologi kopi

Menurutnya jika tumbuh secara liar, tanaman kopi dapat mencapai tinggi sekitar enam hingga tujuh meter. Namun di MesaStila, mereka sengaja menjaga tingginya hingga maksimum dua meter saja. Hal itu dilakukan untuk mempermudah proses pemanenan. Dan sesuai standar, area perkebunan kopi MesaStila juga ditumbuhi oleh ratusan tanaman peneduh produktif yang melindungi kopi dari paparan langsung sinar matahari. Yang dimaksudkan untuk melindungi biji kopi serta untuk menjaga kualitasnya.

Meskipun bisnis utama dari MesaStila adalah resort, namun mereka berusaha sekali untuk menjaga kualitas kopi yang dihasilkan. Diantaranya dengan hanya memanen kopi setahun sekali, yang biasanya dilakukan sekitar bulan juli, pada awal musim panas.

bibit-kopi-di-mesastila-resort-magelang
Bibit kopi di area persemaian

Dijelaskan juga bahwa sembilan puluh tujuh persen kopi-kopi mereka dipanen ketika buah kopi sudah berwarna merah. Hal itu menyebabkan kopi yang mereka hasilkan terasa lebih nendang di lidah, dibandingkan dengan kopi yang dihasilkan oleh perkebunan lain. Karena proses fermentasi alami yang terjadi jauh lebih sempurna.

Saya terkesan dengan upaya maksimal yang mereka lakukan untuk menghasilkan kopi organik berkualitas tinggi. Dimana salah satunya  dilakukan dengan cara memproduksi sendiri pupuk kompos yang mereka gunakan untuk menjaga kesuburan area perkebunan.

Pak Arifin yang menangani masalah tersebut memberikan penjelasan yang sangat mengesankan ketika kami dipandu pada rumah kompos mereka.

“Sebelum menuju rumah kompos, saya ingin mengubah mindset saudara-saudari sekalian. Yaitu bahwa bau busuk hanyalah bau manis yang berlebihan. Jadi tidak perlu merasa jijik”, ungkapnya ringan.

Entah pembukanya bersifat sugestif atau memang saya yang tidak merasa terlalu jijik. Maka saya sama sekali tidak menghidu bau busuk ketika masuk ke dalam rumah kompos MesaStila, yang menjadi satu dengan kandang kambing.

Kompos yang mereka produksi dihasilkan dari fermentasi sisa dedaunan yang gugur di area perkebunan, sampah dapur domestik, serta kotoran kambing dan kuda yang mereka ternakkan untuk keperluan itu. Jadi bisa dikatakan hampir seluruh sampah organik yang mereka hasilkan terolah kembali menjadi produk yang bermanfaat.

organic-farming-di-mesastila-resort-magelang
Organic Farming MesaStila

Selain kompos tersebut digunakan untuk perkebunan kopi, mereka juga memanfaatkannya untuk pemupukan pada kebun-kebun sayur MesaStila, yang memasok sekitar enam puluh persen kebutuhan dapur mereka.

Luar biasa! Tak aneh jika resort ini berhasil mendapatkan Green Resort Award, yang menjadikan mereka salah satu dari 10 akomodasi hijau terbaik di Asia Tenggara.

*****

Tak lengkap rasanya mengunjungi kebun kopi jika tak mencicipi hasil panennya. Maka setelah kurang lebih satu jam berkeliling area kebun kopi MesaStila, kami sampai pada sebuah area pemrosesan hasil panen.

Pak Yoyok menjelaskan lebih jauh tentang proses pengeringan, pengupasan kulit, penyimpanan di gudang, hingga penyangraian, dan penggilingan biji kopi menjadi bubuknya yang siap seduh.

menyangrai-kopi-di-mesastila-resort-magelang
Roasting Machine
alat-pengupas-biji-kopi-mesatila-resort-magelang
Alat Pengupas Kulit Kopi, klasik!

Di sinilah tiba-tiba saya menemukan sisi eksotis dari kopi. Ternyata untuk dapat menghasilkan kopi yang sedap, diperlukan sebuah jalan panjang yang berliku. Bayangkan, untuk sebuah kopi berkualitas tinggi, setelah pengeringan diperlukan penyimpanan dalam gudang selama dua tahun untuk mencapai fermentasi yang optimum sebelum penyangraian dan penggilingan.

“Silahkan dicoba mas, dikunyah biji kopinya. Kalau pahit bisa dicampur gula aren, tapi menurut saya kopi lebih nikmat tanpa gula”, ujar seorang bapak yang mendampingi kami di ruang penyangraian dan penggilingan biji kopi.

kopi-di-mesatila-resort-magelang
Kunyah kopinya dan iringi dengan gula aren

Aroma sangit kopi yang khas membubung menguasai ruang sangrai. Mengapung menguasai atmosfer, dan menarik saya untuk mengamati gelaran bebijian kopi gosong nan harum, serta menguyahnya. Tak ada getir di lidah, melainkan rasa dan aroma unik yang menguasai rongga mulut saya.

Ah ini dia rupanya yang membuat banyak orang jatuh cinta.

kopi-di-mesastila-resort-magelang

Protected by Copyscape Online Plagiarism Software

Posted by

a Globetrotter | a Certified Diver: PADI Advance Diver and AIDA** Pool Freediver | a Photography Enthusiast | a Laboratory Technician.

71 thoughts on “Mengenal Kopi di MesaStila

  1. Tak heran kopi sampai punya filosofinya sendiri ya Mas :hehe. Saya pernah lewat juga suatu afdeling di jalur Semarang–Yogya, Banaran namanya kalau tak salah. Entah, mata saya tak pernah lepas dari sana. Bayangan meneer-meneer dengan komoditas tambang emas berharga tinggi ini mengawasi dari bangunan berpilar tinggi sebagai bentuk prestise, mewujud nyata dari foto-foto di postingan ini. Senang melihat mereka begitu terawat!
    Dan kopi, hm… sayang saya tak sering meminum kopi jadi kenikmatannya hanya akan jadi sebatas cerita. Tapi deskripsi di sini nendang banget, saya jadi ikut merasakan nikmat bubuk kopi yang lumer di lidah!

    Liked by 1 person

    1. Iya betul, sedikit banyak aku jadi bisa mengapresiasi bagaimana para peminum kopi bisa menjadi penikmat yang fanatik.

      Iya betul, aku juga membayangkan hal yang sama. Masa-masa kopi menjadi salah satu komoditi andalan di masa kolonial. Sambil mereka-reka tekanan apa yg didapat kaum pribumi selama masa-masa itu 😁😁

      Matur suksma Gara 😊

      Liked by 1 person

      1. iya mas, dulu ibuku pernah dinas di magelang jadi emang bener kota ini selalu ngangenin..

        taglinenya aja magelang kota harapan, sayang sekarang sudah dirubah jadi kota sejuta bunga..

        siap mas, share di twitter ya?

        Like

  2. Apapun itu saya bukan penggemar kopi, minum cappucino dan sodara-sodaranya pun kata temen-temen saya macam orang haus. Langsung glek habis hehehe. nggak bisa nikmatin lama-lama. Lagian klo minum kopi saya kadang suka lemes keringat dingin 😦

    Liked by 1 person

    1. Berarti gak cocok Lid. Aku pernah baca di blognya Ariev Rahman kalau gak salah, bahwa masing-masing orang punya gen yg mengatur cocok tidaknya dengan kopi. Dan kayaknya dirimu termasuk yg gak cocok Lid. Toss!

      Like

  3. Aku penyuka minuman kopi. Tapi masih tidak paham bagaimana menikmati kopi tanpa gula. Biasanya cuma kopi ditambahkan gula tanpa diaduk lalu disesap sedikit-sedikit.
    Ngomong-ngomong tentang perkebunan kopi, sudah lama ingin mengunjungi perkebunan kopi sambil tur begitu. Sampai sekarang masih belum tahu apa bedanya tumbuhan kopi Arabika dan Robusta. 😀

    Liked by 1 person

    1. Tapi paling nggak cocok ya sama kopi? Aku dulu justru suka ngopi tanpa gula, demi kebutuhan memacu panas tubuh.

      Nah kalau ikutan tur di kebun kopi bakal tau bedanya. Paling gampang dari gulanya 😊

      Like

    1. Haiii kamuuuu *dadah-dadah dari Bandara*

      Iya nagih, tapi aku kemarin nyobainnya gak pakai gula. Cuma biji kopinya aja. Enaaaaak 😊

      Materi dari Mas Teguh? Beluum … Dapat dari siapa? Aku mau juga materi dari kak Windy nya.

      Like

  4. Club Houese nya menenangkan, rumah impian nih.
    Bangunan bekas stasiun kereta Mayong itu keren pisan. Ada sedih dan gembira di bekas stasiun kereta api itu : sedihnya aset negara berpindah tempat dan pemilik, gembiranya jatuh ke tangan yang mampu merawatnya secara baik.

    Like

  5. Baca tulisan jawara emang beda yaaaa! 😀

    Waktu ke Lampung, kita hampir aja diajakin untuk melihat pabrik kopi. Tapi karena keterbatasan waktu gak jadi. Tapi lumayanlah bisa lihat kebun kopinya.

    Selamat tulisannya udah jadi juara mas bart!

    Liked by 1 person

    1. Makasih Yan.
      Duuh aku kok bisa terlewat balas komen mu ini ya? Maaf ya. Menurutku wisata kebun merupakan salah satu hal yang menarik, bisa belajar banyak juga di sana soalnya 🙂

      Like

  6. lah ini di magelang? kok gak mampir kyai langgeng..
    btw minum kopi , sama gorengan terus duduk di teras rumah putihnya itu di pagi hari ..endess bangettt

    Liked by 1 person

    1. Soalnya pas acara ini gak bisa kemana-mana mas, dijemput dan diantar via Semarang hehehe. Makanya pengen balik lagi ke Magelang.

      Oooo pastinya itu, aku pun mau 😀

      Like

      1. Hehehe selama seminggu ini saya memang bakal melekan malam, dan tidur di siang hari. Maklum sambil kerja, dapat jadwal ‘ronda’ malam 😀

        Like

  7. Saya sendiri tidak suka minuman kopi, bahkan jarang sekali minum kopi, akan tetapi jika suatu saat bisa berkunjung ke sini pasti bakalan antusias banget. Oh ya..apakah mas Halim Santoso ikut? soalnya foto bekas stasiun mayong yang ada di atas, malah saya lihat artikelnya di blognya mas Halim. Apakah ini kebetulan?

    Liked by 1 person

    1. Pastinya, tour di MesaStila sangat menyenangkan soalnya.

      Iya, di acara ini bareng Halim Santoso, kebetulan kita temanan juga. Malah pas berangkat dari Semarang, saya bareng Halim. Kenal juga ya? Eh Halim sih emang terkenal yaaa hehehehe 🙂 *colek Halim*

      Liked by 1 person

      1. Oh gitu ya, baru beberapa bulan ini kok kenal sama Halim, sebelumnya saya malah cuma sering baca-baca tulisannya gitu

        Liked by 1 person

  8. I prefer coffee to tea because I need my caffeine fix twice a day (but strangely, I don’t need coffee in India haha!). Love the colonial architecture and the resort looks beautiful. I enjoy reading your post, very detailed on how the coffee is processed.

    Liked by 1 person

    1. Hahaha because we prefer chai or masala tea than a cup of coffee in India.

      Thanks for your compliment Kat, and I would like to recommend this resort to you. It’s worth to be visited if you have a chance to visit Central Java someday 🙂

      Liked by 1 person

Leave a reply to rosaamalia Cancel reply