Nepal (4): Overnight at The End of The Universe

Sedari awal, kami memang merencanakan untuk menginap pertama kali di Nagarkot, begitu sampai di Nepal. Bukan di Kathmandu. Dengan alasan, agar pergerakan perjalanan kami bisa lebih efisien. Dari timur ke tengah, lanjut ke barat, lalu ke tengah, sebelum akhirnya kembali ke Indonesia.

Menurut rencana, rute perjalanan kami adalah seperti ini: Nagarkot – Kota Tua Bhaktapur – Kathmandu – Pokhara – Kathmandu. Dan kemudian kembali terbang ke Jakarta.

Nagarkot sendiri merupakan sebuah desa, yang berjarak sekitar 30 km dari Bandara Tribhuvan di Kathmandu. Terletak pada ketinggian 2195 meter di atas permukaan laut, dengan kontur yang berbukit-bukit dan menjadi bagian dari distrik Bhaktapur.

Kathmandu to Nagarkot
Rute dari Bandara Tribhuvan Kathmandu menuju Nagarkot (google maps).

Desa ini banyak direkomendasikan bagi para traveler yang ingin menghabiskan waktu untuk aklimatisasi sebelum atau sesudah melakukan trekking ke Everest Base Camp (EBC). Selain juga merupakan tempat melarikan diri dari kesumpekan Kathmandu yang lebih metropolis. Nagarkot memiliki view point yang bagus untuk menikmati keindahan Pegunungan Himalaya dari kejauhan. Sekitar delapan dari tiga belas range Himalaya bisa diamati dari Nagarkot. Yaitu: Annapurna, Manaslu, Ganesh Himal, Langtang, Jugal, Rolwaling, Mahalangur (range Everest) dan Numbur. Himalaya Namaskar dari sini? Cocok! 🙂

Menuju Ujung Jagad Raya

Selepas melewati kota tua Bhaktapur, kondisi jalanan berubah. Tak ada lagi jalanan yang lebar dan lengang. Melainkan sedikit sempit, sesekali padat di beberapa titik, dan kontur jalanan yang sedikit bergelombang dan menanjak. Setelah beberapa lama, mobil yang kami tumpangi mulai memasuki kawasan pedesaan yang sekilas mirip dengan Indonesia. Tanah-tanah lapang yang berisi kebun dan sawah-sawah, bukit-bukit yang rimbun oleh pepohonan, satu dua rumah atau perkampungan kecil yang terpisah agak jauh dengan lainnya.

IMG_3241
Suasana pedesaan, sepanjang jalan menuju Nagarkot.

Bentuk dan atap rumah-rumah yang umum saya lihat di sepanjang jalan terlihat unik. Kebanyakan merupakan bangunan berbentuk kotak, dengan atap yang terbuat dari lembaran seng yang diberi batu-batu sebagai penahan. Selain memang ada satu dua rumah atau bangunan, yang memiliki atap seperti yang saya kenal pada umumnya. Tampaknya, itu berasal dari orang-orang yang lebih mampu.

Di sepanjang jalan, banyak warga desa berjalan dengan memakai pakaian musim dingin mereka. Mereka terlihat keren dengan jaket, sweater dan syal yang dikenakan. Agak janggal, karena di pedesaan di Indonesia saya jarang melihat yang seperti itu. Ya wajar sih, beda musim dan beda iklim. Begitu juga dengan murid-murid, yang tampaknya baru pulang dari sekolah. Seragam mereka tidak kalah keren. Memakai jas, sweater dan dasi yang bernuansa biru gelap, plus beberapa di antaranya memakai topi. Kok sepertinya pakaian musim dingin memungkinkan kita untuk tampil lebih keren ya?

Jalanan semakin menanjak, dan jajaran rumah semakin jarang. Kami memasuki daerah perbukitan yang rimbun oleh pepohonan. Benar-benar mirip Indonesia. Hampir serupa dengan kawasan Puncak. Tapi bedanya saat itu, pepohonannya tidak terlihat hijau bersih. Melainkan kusam, karena tebalnya debu-debu yang menempel di permukaannya. Kabut debu memang sedang menutupi lembah Kathmandu, dan karena sudah lama tidak turun hujan, maka hal itu semakin parah. Saking tebalnya kabut debu, jarak pandang kami paling jauh berkisar hanya dua kilometer. Jadi meskipun kami bergerak semakin tinggi, kami tidak bisa menikmati luasnya lembah Kathmandu dengan baik.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih satu jam dari Bandara Tribhuvan, akhirnya kami sampai di penginapan. Sebuah tempat yang namanya memberikan sensasi amat jauh dari manapun. Sebuah hotel di ujung jagad raya.

Hotel at The End of The Universe

Adalah namanya yang membuat kami memutuskan untuk bermalam di sini. Ear-licious!

Bayangkan saja, bermalam di ujung jagad raya sebagai pembuka perjalanan di kaki Himalaya. Sounds cool, right? Hotel ini terletak pada bukit Mahankal, dan terdapat satu kuil kecil yang bernama sama dengan bukit itu di dekatnya. Walaupun bukan bagian yang tertinggi di Nagarkot, pelataran di dekat kuil tersebut bisa dijadikan sebagai view point alternatif untuk melihat pemandangan di bawahnya dan sebagian Himalaya.

IMG_3246
Papan penanda di gerbang hotel.

Pintu gerbang dan pelataran hotel ini terletak di bagian bawah, sedangkan bangunan utama hotel terletak di atas bukit. Sehingga untuk mencapainya, kami harus menaiki tangga dan melewati rimbunan pepohonan di sekitarnya. Terdapat juga cottage-cottage kecil yang merupakan bagian dari hotel ini, tersebar di sepanjang perjalanan menuju ke atas bukit.

IMG_3250
Bangunan utama hotel dengan kuil kecil pada bukit di atasnya.

Bangunan utama hotel ini terdiri dari tiga lantai. Dengan lobby, dapur dan ruang komunal di bagian bawah, serta kamar-kamar penginapan di atasnya. Saya menyukai bentuk dari hotel ini, dengan gaya Nepali-Western nya. Terasa homy dan bersahabat. Langit-langit ruangannya tidak tinggi, mungkin agar bisa membuat suhu di dalamnya tetap hangat.

IMG_3960
Not a fancy but warm hotel, indeed.
Restaurant-lobby
The lobby and the restaurant (source: the hotel website).

Lobby hotelnya kecil, dan menyatu dengan ruang komunal yang juga dijadikan sebagai restaurant, dan bersebelahan dengan dapurnya. Terdapat dipan-dipan yang berisi bantal-bantal dan meja untuk tempat makan. Dinding dan interiornya berwarna coklat dan turunannya. Dengan beberapa pot seukuran baskom yang berisi air dan bunga-bunga mengambang seperti di Bali. Sedangkan hiasannya didominasi oleh patung dan kerajinan bernuansa Buddha dan Hindu Himalaya.

04G
Kabut turun di Nagarkot.

Saya rasa suhu sudah turun di bawah 10 derajat celsius, dan mungkin juga di bawah 5 derajat celsius, ketika kami sampai di situ. Kabut pun mulai turun. Kedua kalinya saya merasa tertampar oleh angin dingin Nepal, sesaat setelah keluar dari mobil tadi.

Perjalanan menanjak dari pelataran parkir menuju lobby hotel yang lumayan tinggi tadi, tidak sanggup memberikan kehangatan kepada tubuh saya. Ujung-ujung jari tangan dan hidung saya mulai kebas. Dan setiap hembusan napas saya, menghasilkan uap yang mengepul.

Kami diterima dengan hangat oleh petugas hotel yang meregistrasi, sembari memberikan info singkat tentang hotel termasuk bahwa mereka tidak menyediakan heater karena keterbatasan listrik di Nepal. Tetapi mereka menyediakan kantong pengompres dari karet, dan bisa diisi dengan air panas yang diambil dari kran air.

Masala tea? Yes, please! Wifi? No worries!

Begitu sampai di kamar, saya buru-buru menambahkan long-john sebagai dalaman baju, memakai jaket musim dingin dan syal, untuk menebalkan lapisan baju demi menghangatkan diri. Karena sebelumnya, saya masih memakai baju dengan settingan temperatur Jakarta. Hanya sweater yang menahan dingin pada tubuh saya sejak di dalam pesawat tadi. Perut kami segera menuntut untuk diisi, karena sepertinya terakhir kali kami makan besar pada waktu masih di Jakarta. Malam itu kami memesan nasi goreng, dan masala tea.

04F
Nasi Goreng ala Nagarkot dan Masala Tea.

Nasi gorengnya dihidangkan dalam porsi besar, dengan taburan kacang mete kering. Rasanya lumayan enak, meskipun nasinya terlihat lebih basah. Mungkin baru selesai ditanak. Bumbunya khas, dan bisa diterima oleh lidah saya dengan baik. Meskipun tidak mirip nasi goreng a la Indonesia, tapi rasanya tidak terlalu asing. Saya suka masala tea nya, yang dihidangkan dalam campuran susu, dengan aroma yang menyenangkan. Sehari-hari saya tidak terlalu sering minum teh dan tidak begitu suka susu. Tapi entah kenapa tiba-tiba saya suka campuran ini. Dan minuman ini menjadi favorit saya selama di Nepal.

Malam itu listrik beberapa kali padam, dan kami makan dengan penerangan yang sedikit remang. Tapi justru suasana itu menyenangkan, cocok dengan kondisi ruangannya. Saya malah membayangkan berada di tempat yang lebih jauh lagi, di Tibet.

04E
Makan malam, dan tetap lancar online.

Tapi kejutannya adalah, meskipun listrik dihemat-hemat oleh mereka, internet dijaga agar tetap terkoneksi. Bahkan, itu saya alami di hampir semua tempat di Nepal. Selama di sana saya tetap bisa online dengan lancar, meski saya tidak membeli sim card lokal. Karena hampir semua penginapan, tempat makan dan beberapa area publik menyediakan WiFi yang bisa diandalkan. Jauh lebih mudah dibandingkan dengan Indonesia. So, tetap bisa sering update di social media.

Membeku di Nagarkot

Kejutan selanjutnya datang dari air kran, waktu saya mau berwudhu. Dinginnya gila, lebih dingin dari air di dalam kulkas. Saya lupa kalau seharusnya saya mencampurnya dengan aliran air panas. Maklum, kebiasaan di Indonesia! Haha. Waktu itu temperatur udara hampir menyentuh nol derajat celsius. Dan saya yang terbiasa menjadi anak pantai, harus berjuang ekstra keras untuk bisa menyesuaikan diri.

Room-1-private-room
Kurang lebih, kamarnya seperti ini (source: the hotel website).

Meskipun kamar kami tidak terlalu besar dan terlihat cukup nyaman, namun tidak dilengkapi heater, maka apapun yang berada di dalamnya ikut menjadi dingin. Termasuk bantal, seprai dan selimut tebal yang mereka sediakan. Terpaksalah malam itu, kami tidur dengan berpakaian lengkap plus kaos kaki sembari memeluk kantong karet pengompres berisi air panas. Dan hanya ketabahan, yang menjadi penguat selanjutnya.

Info, Tips & Tricks:

  1. Membawa sleeping bag akan sangat membantu untuk tidur, jika memutuskan untuk melakukan perjalanan ke Nepal pada waktu musim dingin, meskipun itu hanya di dalam kota Kathmandu dan sekitarnya.
  2. Listrik sangat terbatas di Nepal, maka bawalah power bank untuk gadget, dan charge lah sampai maksimal setiap kali ada kesempatan.
  3. Listrik di siang hari lebih banyak mengandalkan solar cell, dan meskipun sesekali padam namun listrik di malam hari lebih bisa diandalkan.
  4. Tidak perlu membeli sim card lokal, karena WiFi dan jaringan internet di Nepal cukup banyak dan bisa diandalkan.
  5. Jika di jalan tersasar dan perlu mengontak hotel, maka coba pinjam dari warga lokal. Pada umumnya mereka mau membantu, asal kita cukup sopan pada waktu menyampaikannya.
  6. Info lebih lanjut tentang Hotel at the End of The Universe, bisa dilihat pada tautan berikut ini: www.endoftheuniverse.com.np

Menikmati pagi yang beku di Nagarkot, sambil menanti munculnya Himalaya di horison, ditemani sepotong roti Tibet bersalut madu, mungkin bisa menjadi pagi pertama yang sempurna di Nepal. Baca lanjutan kisah perjalanan ini, di sini.

Protected by Copyscape Online Plagiarism Software

Posted by

a Globetrotter | a Certified Diver: PADI Advance Diver and AIDA** Pool Freediver | a Photography Enthusiast | a Laboratory Technician.

27 thoughts on “Nepal (4): Overnight at The End of The Universe

  1. Menyesap minuman hangat, menyantap makanan panas, di tengah kedinginan seperti itu, bersama rekan seperjalanan yang sehati, pada tempat berkonsep hangat bahkan ketika ada di ujung dunia, rasanya saya mulai bisa membayangkannya, dan menurut saya itulah kenikmatan! :hehe. Apalagi kalau bisa ngobrol-ngobrol seru meski menahan dingin, kemudian menertawakan muka masing-masing yang memutih karena suhu sangat rendah :hehe.
    Hotelnya keren! Konsep hangat dan warna-warna cokelat kayunya sungguh menunjang suasana. Apalagi internet bisa jalan terus, jadi meski ada di ujung dunia, tetap tanpa khawatir untuk riset tujuan wisata atau situs budaya terdekat :)). Terima kasih buat rekomendasinya Mas.

    Liked by 1 person

    1. Iya betul, dan jujur aja, restaurant dan lobby nya terasa lebih hangat dibandingkan di kamar. Mungkin karena letaknya yg dekat dengan dapur mereka, yg selalu mengebul dan menyebarkan bau rempah yg sedap. Plus internet di ruangan itu yg paling kencang kecepatannya. Takjub deh lihat speed nya …

      Sama-sama Gara, terimakasih juga untuk kunjungan dan comment mu yaaa 😊

      Liked by 1 person

      1. Ah, membaca “bau rempah yang sedap” kok saya jadi lapar lagi ya Mas :haha.
        OK, speed internet itu memang penting sekali untuk para traveler :hehe. Semoga negeri kita bisa seperti itu juga ya :)).
        Sip!

        Liked by 1 person

  2. Nasi goreng mete? Kenapa gak terpikirkan sebelumnya ya, selama ini cuma tau nasi goreng pete 😀 Tapi penasaran rasa nasgornya seperti apa, ada campuran masala juga?

    Itu kamar hotelnya tampak comfy, tapi ngebayangin dinginnya jadi brrrrr….

    Liked by 1 person

    1. Nasi gorengnya sedap, dan unik rasanya. Soalnya aku belum pernah makan nasi goreng berempah macam itu. Dan mete nya yg renyah menambah keunikannya.

      Karena dirimu sudah pernah membeku di puncak Prau. Yaaa rasa tidur di kamar itu, malam itu, yaaa gak beda jauhlah. Bedanya aku lebih well-prepare, dan semalaman dapat bekal wadah kompres berisi air panas.

      Like

  3. Ada nasi goreng juga! Nama lokal-nya apa di sana? Gak nyangka suhunya bisa di bawah 5 derajat – pasti dingin lah kalau gitu 😀 Suka banget dengan lobi restauran dan kamarnya, simple tapi comfy 🙂

    Liked by 1 person

    1. Ada mbak, ya namanya Fried Rice aja. Kadang Masala Fried Rice. Bumbunya khas, kalau aku sih suka.

      Iya pas aku kesana itu menjelang musim dingin, lumayanlah buat orang yg terbiasa hidup di dekat laut kaya aku.

      Yup, dan keramahan mereka membuat suasananya lebih menyenangkan.

      Like

    1. Dari hasil kontak-kontakanku dengan beberapa teman di Nepal sih, katanya sudah cukup kondusif untuk kembali berkunjung kesana. Bahkan mereka sangat berharap kita mengunjungi Nepal, karena itu akan menjadi pemasukan yang cukup berguna untuk negara itu bangkit kembali paska gempa.

      Tertarik ke Nepal?

      Like

  4. ini hotel udah masuk ke dalam list sejak bermimpi ke Nepal, iya musim dingin emang nyiksa banget apalagi klo gak pake heater, semua jd dingin termasuk makanan dan minuman yang disimpan di kamar waktu ngetrip di Beijing pas winter ngalamin jg tidur pake baju berlapis lapis termasuk kaos kaki, btw Uniqlo ada baju daleman buat musim dingin yang kualitasnya bagus dengan teknologi penahan panas tubuh, harganya cukup terjangkau sekitar 150 ribu kalau nanti mo nge trip musim dingin lagi

    Liked by 1 person

    1. Nama hotelnya unik khaaan? kesannya ada dimanaaa gitu hahaha.

      O iya soal Uniqlo aku akui teknologinya ok. Pas aku ke Nepal kedua kalinya, dan trekking ke Himalaya, aku pakai beberapa produk mereka. Terutama long john, underwear, dan rundown jacket nya.

      Bahannya tipis, nyaman di kulit, dan berfungsi baik di udara dingin. Terutama long john dengan teknologi heat tech nya. Keren deh. Puas banget.

      Like

Leave a comment